Kamis, 22 Januari 2009

AQIDAH AL-AWWAM : PELAJARAN TAUHID BAGI PEMULA

AQIDAH AL-AWWAM : PELAJARAN TAUHID BAGI PEMULA

Kitab ini mengajarkan kepada setiap muslim untuk lebih mengenal tentang Rabb-nya, sebagaimana ia mengenal dirinya sendiri.



Di dunia pesantren, khususnya salafiyah, kitab kuning merupakan rujukan bagi sejumlah santri dan kyai untuk menjawab berbagai persoalan kemasyarakatan dalam kehidupan sehari-hari. Hampir tiada hari bagi seorang santri, tanpa bersentuhan dengan kitab kuning. Kitab kuning adalah sebuah buku yang ditulis para ulama Salafiyah (mutaqaddimin; terdahulu), tentang persoalan kehidupan sehari-hari. Umumnya, kitab kuning itu membahas tentang masalah fiqih (shalat, puasa, zakat dan haji), hadits, tasawuf, tata bahasa arab (nahwu, sharaf, balaghah, mantiq), tafsir, aqidah (Tauhid) dan lainnya.

Dinamakan kitab kuning, karena kertasnya berwarna agak merah kekuning-kuningan. Kitab ini ditulis dalam bahasa arab tanpa harakat (baris). Karena itu, di kalangan santri, kitab kuning disebut juga kitab gundul (tanpa harakat).

Dalam bidang aqidah, banyak dibahas tentang keimanan dan hubungan seorang Abid (yang menyembah; hamba) dengan Ma’bud (Yang disembah; Allah), keimanan kepada Rasul-rasul Allah, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Qadla dan Qadar serta Hari Kiamat. Dan salah satu kitab kuning yang membahas tentang aqidah ini adalah ‘Aqidah Al-Awwam karya Sayyid Ahmad Al-Marzuki Al-Maliki, yang ditulis pada tahun 1258 H.

Sesuai dengan namanya ’Aqidah Al-Awwam, yang berarti aqidah untuk orang-orang awam, kitab ini diperuntukkan bagi umat Islam dalam mengenal ke-tauhid-an, khususnya tingkat permulaan (dasar). Karena itu, isi dari kitab ini sangat perlu dan penting untuk diketahui setiap umat Islam. Terlebih bagi mereka yang baru pertama mengenal Islam. ’Aqidah Al-Awwam ini ditulis dalam bentuk syair (nazham). Didalamnya terdapat sekitar 57 bait syair yang berisi pengetahuan yang harus diketahui setiap pribadi muslim.

Nazham ’Aqidah Al-Awwam ini berisi tentang sifat-sifat wajib dan mustahil bagi Allah, sifat wajib dan mustahil bagi Rasul, nama-nama Nabi dan Rasul, nama-nama Malaikat dan tugas-tugasnya. Selain itu, didalamnya juga dibahas tentang pentingnya mengenal nama-nama keluarga dan keturunan Nabi Muhammad SAW dan perjalanan hidup beliau dalam membawa ajaran Islam. Di sebagian masyarakat, materi dari nazam 'Aqidah Al-Awwam ini dikenal dengan sebutan sifat 20.

Begitu pentingnya kitab ini, Syekh Nawawi Al-Syafi’i, kemudian memberikan syarah (keterangan dan penjelasan) tentang ’Aqidah Al-Awwam ini dalam kitabnya Nur Al-Zholam (penerang atau cahaya dalam kegelapan), mengenai kandungan dari nazham tersebut. Syarah Nur al-Zholam ini ditulis Syekh Nawawi sekitar tahun 1277 H.

Nazham dari ’Aqidah al-Awwam ini dimulai dari kalimat : Abda’u bismi Allah wa Al-Rahman wa bi al-Rahimi da’im al-Ihsani (saya memulai dengan nama Allah yang Pengasih dan yang senantiasa memberikan kasih sayang tanpa pernah putus asa). Kemudian diakhiri dengan kalimat wa Shuhuf al-Khalil wa al-Kalimi fi ha Kalam al-Hakam al-Alimi (Dan shuhuf/nabi Khalil (Ibrahim) dan Al-Kalim (Musa)).

Kitab ini terdiri dari beberapa bab (pasal). Bab pertama membahas tentang Sifat-sifat yang wajib dimiliki Allah, sifat jaiz (boleh) dan mustahil bagi Allah. Jumlahnya ada 41 sifat yang terdiri atas 20 sifat wajib, 20 sifat mustahil dan satu sifat jaiz bagi Allah.

Karena itu, menurut pengarang kitab ini, wajib hukumnya bagi orang mukallaf (orang yang terbebani hukum syariat) untuk mengetahui sifat-sifat Allah tersebut. Ke-20 sifat wajib bagi Allah adalah : wujud (ada; (QS Thaha:14, Al- Rum:8, Al-Hadid:3), qodim (terdahulu), baqa' (kekal; QS Ar Rohman: 26–27 dan Al-Qashas : 4), Mukhalafatuhu li al-Hawaditsi (berbeda dengan makhluk ciptaan-Nya; (QS As Syuro;11, Al-Ikhlas:4), Qiyamuhu bi Nafsihi (berdiri sendiri; QS Thoha:111, Al-Faathir:15 dan Al-Ankabut:6), Wahdaniyah (Maha Esa; QS Al-Ikhlash:1-4, Az Zumar:4), Qudrah (Maha Berkuasa; QS An-Nur:45, Al-Faathir:44), Iradah (Maha Berkehendak; QS An-Nahl;40, Al-Qashash:68), 'Ilmu (Maha Mengetahui; QS.Ali Imran:26, Asy-Syuura:94–50, Al-Mujadalah:7), Hayyu (Maha Hidup; QS Al-Furqon:58, Al-Mu'min:65, Thaha:111), Sama' (Maha Mendengar; (QS.Al-Mujadalah:1, Thaha:43-46)), Bashar (Maha Melihat; (QS Al-Mujadalah:1, Thaha : 43-46), Kalam (Maha Berbicara; QS. An Nisa:164, Al-A’raaf:143). Kemudian Qodirun (Berkuasa), Muridun (Berkendak), 'Aliman (Mengetahui, Berilmu), Hayyan (Hidup), Sami'an (Mendengar), Bashiran (Melihat), Mutakalliman (Berbicara).

Ke-20 sifat tersebut terbagi lagi menjadi 4 bagian, yaitu Nafsiyah (jiwa, sifat wujud), salbiyah (meniadakan: Qidam, Baqa’, Mukholafatuhu Lilhawaditsi, Qiyamuhu binafsihi dan Wahdaniyah), Ma'any (karena sifat ini menetapkan pada Allah makna Wujudnya yang menetap pada Zat-nya yang sesuai dengan kesempurnaannya. Sifat Ma’ani ini ada tujuh yaitu sifat berkuasa, berkehendak, berilmu, hidup, mendengar, melihat dan berbicara. Sedangkan yang terakhir adalah sifat Ma'nawiyah, yang bernisbat pada sifat ma’ani yang merupakan cabang dari sifat ma’nawiyah. Disebut ma’nawiyah karena sifat itu menetap pada sifat ma’ani, yaitu bahwa Allah Maha berkuasa, berkehendak, berilmu, hidup, mendengar, melihat, dan berbicara.

Sementara itu, lawan dari sifat wajib adalah mustahil. Ke-20 sifat mustahil bagi Allah itu adalah 'Adam (tidak ada); Hudust (baru); Fana (rusak); Mumatsilah lilhawaditsi (sama dengan makhluknya); A'damu Qiyamuhu binafsihi (tidak berdiri sendiri); Ta'dud (berbilang); A'juzn (dlaif; lemah); Karahah (terpaksa); Jahlun (bodoh); Mautun (mati); Shomamun (tuli); 'Umyun (buta); Bukmun (bisu); Kaunuhu A'jizan (Dzat yang lemah); Kaunuhu Kaarihan (Dzat yang terpaksa); Kaunuhu Jaahilan (Dzat yang bodoh); Kaunuhu Mayyitan (Dzat yang mati); Kaunuhu Ashomma (Dzat yang tuli); Kaunuhu A'maa (Dzat yang buta); Kaunuhu Abkamu (Dzat yang bisu).

Sedangkan sifat Jaiz (boleh) bagi Allah Ta’ala adalah sesuatu yang akan diciptakan tergantung pada Allah, apakah akan diciptakan atau tidak. Pengarang Nadhom (Al-Marzuky) berkata : Dengan karunia dan keadilanNya, Allah memiliki sifat boleh (wenang) yaitu boleh mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya. Keterangan ini berdasarkan firman Allah: “Dan Tuhanmu menetapkan apa yang Dia kehendakidan memilihnya, tidak ada pilihan bagi mereka” (QS Al-Qashash:68 dan Al-Baqarah:284).

Pasal kedua kitab ini membahas tentang sifat-sifat yang dimiliki oleh Nabi dan Rasul serta jumlah Nabi dan Rasul. Adapun sifat itu adalah sifat wajib, mustahil dan boleh (jaiz). Sifat wajib itu adalah Fathonah (cerdas) lawannya adalah baladah (bodoh), Siddiq (jujur) lawannya Kidzib (bohong), Tabligh (menyampaikan risalah atau wahyu) lawannya adalah Kitman (menyembunyikan atau menyimpan) dan Amanah (dapat dipercaya) lawannya Khianat (tidak dapat dipercaya).

Dan sifat Jaiz pada haknya para Nabi dan Rasul adalah adanya sifat-sifat (yang bisa terjadi) pada manusia yanag tidak menyebabkan terjadinya pengurangan pada martabat (kedudukan) mereka (Nabi dan Rasul) yang tinggi.

Dari keterangan ini, maka lengkaplah aqidah yang perlu diketahui setiap orang Islam tentang sifat-sifat Allah dan Rasul-rasulnya yang berjumlah 50 sifat, yaitu sifat Wajib bagi Allah (20), mutahil (20), Wajib bagi Rasul (4), sifat mustahil bagik rasul (4) dan sifat Jaiz bagi Allah dan Rasul (masing-masing 1 sifat).


Nabi dan Rasul

Sementara itu, mengenai jumlah Nabi dan Rasul, Alquran tidak pernah menyebutkannya. Hanya saja, yang wajib diketahui berjumlah 25 orang. Mereka adalah Nabi Adam, Idris, Nuh, Hud, Sholeh, Ibrahim, Luth, Ismail, Ishaq, Ya'qub, Yusuf, Ayyub, Syuaib, Harun, Musa, Ilyasa', Dzulkifli, Dawud, Sulaiman, Ilyas, Yunus, Zakaria, Yahya, Isa dan Toha (Muhammad SAW). Para nabi dan rasul ini didalam Alquran disebutkan sebanyak 18 Rasul dalam surah Al-An'am, dan tujuh Rasul lainnya pada berbagai ayat pada surah-surah lainnya.

Para ulama berselisih pendapat mengenai jumlah Nabi dan Rasul. Ada yang menyebutkan jumlah Nabi mencapai 124 ribu orang sedangkan jumlah Rasul sebanyak 313 orang, sebagaiman yang di riwayatkan oleh Ibnu Mardawiyah dari Abu Dzar ra. Lihat Ibnu Katsir i/585 ).

Sementara itu, Syaikh Al-Bajuri berpendapat jumlah Nabi dan rasul itu tidak terbatas. ''Pendapat yang shahih (benar) mengenai para Nabi dan Rasul adalah tidak membatasi jumlah dengan hitungan tertentu. Karena hal itu bisa menetapkan kenabian pada seorang yang realitasnya bukan Nabi atau sebaliknya menabikan kenabian pada seorang padahal realitasnya dia benar-benar Nabi.''

Keterangan Bajuri ini, kata pengarang Kitab ini bersumber pada Al-Quran surah An-Nisa ayat 164. ''Dan (Kami telah mengutus) Rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu dan para Rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu.''

Sementara itu, mengenai Malaikat Allah jumlahnya sangat banyak. Hanya saja, menurut Al-Marzuqy, mereka yang wajib diketahui berjumlah 10 orang, yakni Jibril (menyampaikan wahyu), Mikail (menurunkan hujan), Isrofil (meniup terompet), Izrail (pencabut nyawa), Munkar dan Nakir (bertanya kepada manusia yang telah meninggal di alam kubur), Rakib dan Atid (pencatat amal baik dan buruk manusia), Ridwan (penjaga Surga) dan Malik (penjaga neraka).

"Mereka tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."(QS. At Tahrim : 6). Dan diantara mereka terdapat malaikat yang bertugas sebagai juru tulis (Al-Katabah), penjaga (Al-Hafadlotu), penjaga Arsy, pembaca tasbih (AI-Musabbihun), memintakan ampunan orang-orang mukmin (Al-Mustaghfirur li Al-Mu'minin), senantiasa sujud (As-saajidun), mengatur barisan (Ash-shoofun), yang mengatur peredaran siang dan malam hari, pemberi rahmat, malaikat yang berjalan mencari majelis dzikir dan lain sebagainya.

Dalam syarah Nur Al-Zholam disebutkan, kitab 'Aqidah Al-Awwam sangat penting untuk dipelajari dan diketahui oleh setiap orang mukallaf. Dengan mengenal sifat-sifat Allah, dia akan mengenal dirinya sendiri, begitu juga sebaliknya. ''Man 'Arafa nafsah, faqad 'arafa Rabbah,'' (Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka dia akan mengenal Tuhan-Nya). Dengan mengenal Tuhan-Nya, maka dia akan senantiasa untuk taat dalam menjalankan perintah Allah, dan menjauhi segala larangan-Nya. Wa Allahu A'lamu.

n sya

------------000------


PUJANGGA MESIR YANG JADI MUFTI DI MAKKAH


Al-Marzuqy atau yang lebih dikenal dengan nama Abu Al-Fauzy adalah seorang pujangga yang hidup di tahun 1281 H/1864 M. sehari-harinya, Al-Marzuqy adalah seorang tenaga pengajar (al-Mudarris) dan juga Mufti di Makkah.

Nama lengkap adalah Syekh Ahmad bin Muhammad bin Sayid Ramadhan Mansyur bin Sayid Muhammad al-Marzuqi Al-Hasani. Lahir di Mesir pada tahun 1205 H. Karena kecerdasan dan penguasaannya di bidang keilmuan, Marzuqy diangkat sebagai Mufti madzhab Maliki di Makkah menggantikan saudaranya ketika saudaranya Sayid Muhammad wafat (1261 H). Di masjid Makkah al-Mukaramah, Marzuqi mengajar Al-Qur’an, Tafsir dan ilmu-ilmu Syariah. Diantara guru-gurunya adalah Syekh al-Kabir Sayid Ibrahim al-‘Ubaidi yang pada masanya adalah sosok yang konsentrasi di bidang Qiraaah al-Asyrah (Qiraah 10). Dan diantara murid-muridnya adalah Syekh Ahmad Dahman (1260-1345 H), Sayid Ahmad Zaini Dahlan (1232-1304 H), Syekh Thahir al-Takruni, dan lainnya.

Al-Marzuqy dikenal sebagai penulis kitab ‘Aqidah Al-Awwam’ yang berisi sebanyak 57 bait syair. Ia begitu lincah dalam menuliskan qolam-nya (pena), terutama menyangkut puji-pujian kepada Allah dan Rasulullah SAW. Dan salah satu karyanya yang terkenal adalah ‘Aqidah Al-Awwam, yaitu Aqidah untuk orang-orang awam. Begitu pentingnya pelajaran yang bisa diambil dari 'Aqidah Al-Awwam ini, Syekh Nawawi Al-Syafi’i juga turut memberikan syarah ‘Aqidah Al-Awwam’ ini dengan nama Nur Al-Dholam (Cahaya dalam Kegelapan).


Sebuah Syair dari Rasulullah

Ada kisah menarik dibalik penulisan nazam ‘Aqidah Al-Awwam ini. Dalam syarah Nur Dholam disebutkan, pada suatu malam yang sudah larut, tepatnya pada tanggal 6 Rajab 1258 H, Marzuqy bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW yang disampingnya berjejer para sahabat-sahabat Nabi SAW. Marzuqy menceritakan, dalam mimpi itu, Rasulullah SAW menyuruhnya untuk membacakan Manzhumah at-Tawhid (yaitu syair Aqidah al-Awwam).

‘’Bacalah, Manzhumah At-Tawhid yang akan menjamin surga dan tercapai maksud baiknya bagi yang menghafalnya.’’

Marzuqy pun bertanya : Nazam apa gerangan Ya Rasulullah?’’ Nabi kemudian membacakan nazam tersebut. ‘’Abda’u Bismillahi warrahmani hingga kalimat wa Shuhuf al-Khalil wa al-Kalimi fiha Kalam al-Hakam al-Alimi. Marzuqy pun lantas menirukannya.

Dan ketika terbangun dari tidurnya, Marzuqy mencoba Mengingat dan membaca nazam tersebut. Dan atas kehendak Allah, nazam itu mampu dihafal Marzuqy dengan baik. Ia pun kemudian mencatat nazam tersebut hingga bisa dinikmati oleh umat Islam di seluruh dunia hingga kini.

Karya Marzuqy ini, menjadi catatan penting dalam hidupnya. Sebab, beberapa bulan setalah peristiwa itu, Ia kemudian bermimpi berjumpa kembali dengan Rasulullah SAW. Tepatnya malam Jumat menjelang subuh, tanggal 28 Dzulqa’dah. Pada pertemuannya kali ini, Rasulullah SAW memintanya kembali untuk membacakan nazam Aqidah Al-Awwam tersebut. ‘’Bacalah apa yang telah kau hafal,’’ kata Rasul.

Marzuqy kemudian membacakannya dari awal hingga akhir. Dan setiap kali Marzuqy selesai membaca satu bait nazam tersebut, para sahabat Nabi selalu mengitari (berputar mengelilingi) Marzuqy dan meng-amini-nya. Setelah selesai, Rasulullah SAW pun berdoa untuknya.

Semula, nazam Aqidah Al-Awwam ini berjumlah 26 bait, sebagaimana yang didapatkannya dalam mimpi. Kemudian, ia menambahkannya lagi sebanyak 31 bait, sehingga menjadi 57 bait. Nazam tambahan tersebut dimulai dari Wa Kullu ma Ata bihi Al-Rasul. Menurut beberapa riwayat, penambahan yang dilakukan Marzuqy dalam nazam Manzhumah At-Tawhid tersebut dikarenakan rasa cinta dan rindunya kepada Rasulullah SAW.

Beberapa karya Marzuqy antara lain 'Aqidah al-Awwam, Tahsil nail al-maram li Bayan Manzumah Aqidatul Awam (1326 H), Bulugh al-Maram li Bayan Alfadz Maulid Sayid al-Anam Fi Syarh Maulid Ahmad Al-Bukhari (1282 H), Bayan Al-Ashli fi Lafdz bi Afdzal, Tashil al-Adhan Ala Matan Taqwim al-Lisan fi Al-Nahwi li al-Khawarizmi al-Baqali, Al-Fawaid al-Marzuqiyah al-Zurmiyah, Mandzumah fi Qawaid al-Sharfi wa al-Nahwi dan Matan Nazam fi Ilm al-Falak. Wa Allahu A’lam.

n sya

Tidak ada komentar: