Kamis, 05 Februari 2009

Zamzam : Sumur Yang Tak Pernah Kering

Zamzam : Sumur Yang Tak Pernah Kering

Jarak Kota Makkah ke pinggir pantai sejauh 75 kilometer.







Sebagian besar umat Islam, pasti mengenal air zamzam. Air ini akrab dengan umat Islam dan bisa dinikmati karena sering dibawa oleh jamaah haji.

Air zamzam dalam sejarahnya bermula dari kegelisahan Siti Hajar bersama putranya Ismail, yang ditinggal Nabi Ibrahim AS di sebuah padang tandus. Cerita Siti Hajar yang ditinggal Ibrahim ini diabadikan Allah SWT dalam Alquran surah Al-Maidah (14) ayat 37.

Karena bekalnya habis, maka Siti Hajar berusaha mencari makanan atau orang-orang yang kemungkinan berada disekitarnya. Ia pun berlari ke bukit Marwah, lalu balik lagi ke bukti Shafa dan kembali lagi ke bukit Marwah. Tercatat, tujuh kali dirinya bolak-balik bukit Shafa-Marwah. Apa yang dilakukan Siti Hajar itu, kini menjadi salah satu rukun haji yang wajib dilaksanakan umat Islam yang melaksanakan haji, yaitu Sa'i.

Setelah lelah bolak-balik dari bukit Shafa ke Marwah, hingga akhirnya Siti Hajar mendengar perintah untuk melihat putranya yang sedang menangis dan menghentak-hentakkan kakinya ke tanah. Ternyata, hentakan kaki Ismail AS, berhasil mengeluarkan air yang melimpah. Siti Hajar pun kemudian berkata : zamzam (berkumpullah), hingga akhirnya air berkumpul dan dinamakan zamzam.

Munculnya air dari bekas hentakan Nabi Ismail ini kemudian memicu hadirnya serombongan burung-burung di sekitarnya. Melihat adanya burung ini, para kafilah yang juga sedang mencari air, segera menuju tempat burung-burung beterbangan itu. Inilah sekelumit singkat awal mula munculnya Sumur Zamzam.

*****

Digali Kembali

Setelah sekian ribu tahun, konon sumur zamzam ini kemudian tertutup karena tidak ada yang merawatnya. Maka kakek Nabi Muhammad AS, Abdul Muthalib bernadzar untuk menggalinya kembali, apabila dirinya dikaruniai banyak anak dan akan mengorbankan salah satunya. Doanya dikabulkan Allah SWT dan ia mempunyai 10 orang anak.

Kemudian Abdul Muthalib melaksanakan nadzarnya. Namun, Ia ragu siapa yang akan dijadikan kurban. Lalu diundilah, hingga kemudian muncul nama Abdullah, ayah Nabi Muhammad SAW. Keraguan makin memuncak karena ia sangat menyayangi putra bungsunya ini. Setelah berkali-kali nama Abdullah muncul, maka ada yang mengusulkan agar nama Abdullah diundi dengan onta. Dan setelah berkali-kali diundi selalu muncul nama Abdullah, maka jumlah onta yang akan dijadikan kurban ditambah hingga 100 ekor onta. Dan pada undian berikutnya, akhirnya muncullah nama onta yang akan dikurbankan. Karena doanya dikabulkan dan Abdul Muthalib melaksanakan nadzarnya, maka dia kemudian menggali sumur zamzam tersebut. Karena itu, sumur zamzam disebut pula dengan sumur gali (Dug Water Well).

Ada pula riwayat lain menyebutkan, Abdul Muthalib menggali sumur zamzam itu karena adanya perintah yang didapatkan ketika beliau tertidur di Hijir Ismail. Maka perintah itu beliau laksanakan. Wa Allahu A'lam.

*****

Keajaiban Zamzam

Terlepas dari riwayat mana yang benar, yang pasti air atau sumur zamzam itu menyimpan rahasia yang luar biasa. Diantaranya dipercaya bisa untuk menyembuhkan penyakit, sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA. Rasulullah SAW bersabda, ''Sebaik-baik air di muka bumi ialah air zamzam. Air zamzam merupakan makanan yang mengenyangkan dan penawar bagi penyakit.'' (HR dari Ibnu Abbas)

Tidak seperti air mineral pada umumnya, air zamzam mengandung elemen-elemen alamiah sebesar 2000 miligram (mg) per liter. Biasanya air mineral alamiah (hard carbonated water) tidak akan lebih dari 260 mg per liter. Elemen-elemen kimiawi yang terkandung dalam air zamzam meliputi positive ions seperti sodium (250 mg per liter), kalsium (200 mg per liter), potassium (20 mg per liter), dan magnesium (50 mg per liter), dan negative ions seperti sulfur (372 mg per liter), bicarbonates (366 mg per liter), nitrat (273 mg per liter), fosfat (0.25 mg per liter) dan ammonia (6 mg per liter).

Kandungan-kandungan elemen-elemen kimiawi inilah yang menjadikan rasa dari air zamzam sangat khas dan dipercaya dapat memberikan khasiat khusus.

Satu hal yang paling menarik, ternyata selama ribuan tahun (lebih dari 14 abad), sumur zamzam tak pernah kering dan airnya tak habis kendati dipergunakan oleh lebih dari jutaan umat manusia setiap tahunnya. Disamping kehendak Allah SWT, secara ilmiah ternyata juga dapat diungkapkan fakta-faktanya.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Mungkin, secara logika hal itu tidak masuk akal. Sebab, sumur zamzam ini hanya memiliki luas permukaan selebar 3-4 meter dan panjang (kedalaman) sekitar 30 meter, sangat kecil untuk menghasilkan air yang demikian besar untuk memenuhi jutaan umat manusia termasuk 2,2 juta orang jamaah haji setiap tahunnya yang masing-masing membawa 5-20 liter.

Anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Rovicky Dwi Putrohari, dalam tulisannya tentang 'Rahasia Air Zamzam' menyebutkan, dalam sebuah uji pemompaan (pump test), sumur ini mampu mengalirkan air sebesar 11-18.5 liter per detik, atau mencapai 660 liter per menit atau sekitar 40 ribu liter per jam. Ini dilakukan sebelum tahun 1950-an.

Kemudian pada tahun 1953, dibangunlah pompa air. Pompa ini menyalurkan air dari sumur ke bak penampungan air, dan diantaranya juga ke keran-keran yang ada di sekitar sumur zamzam. Pada saat dilakukan pengujian, pada pemompaan 8000 liter per detik selama 24 jam, air yang ada dalam sumur zamzam mengalami penyusutan sedalam 3,23 meter. Dan ketika pemompaan dihentikan, hanya dalam waktu 11 menit kemudian permukaan sumur kembali ke asalnya. Padahal, jarak Kota Makkah ke laut (pantai) sejauh 75 kilometer. Ini menunjukkan, banyak air yang tersimpan dalam sumur zamzam hasil dari rekahan (celah) bebatuan yang ada pada perbukitan di sekitar Makkah.




Kemusykilan inilah yang kemudian 'mengusik' para ahli hidrogeologi untuk meneliti lebih lanjut tentang keanehan sumur zamzam. Dengan jarak yang relatif jauh dari laut, lalu darimana sumber air begitu cepat berkumpul kembali di sumur zamzam?

Rovicky dalam tulisannya menyebutkan, banyak celah atau rekahan bebatuan yang ada di sekitar tempat itu. Disebutkan, ada celah (rekahan) yang memanjang kearah Hajar Aswad dengan panjang 75 cm dengan ketinggian 30 cm, juga beberapa celah kecil kearah Shafa dan Marwah.

Keterangan geometris lainnya menyebutkan, celah sumur dibawah tempat Thawaf sekitar 1,56 meter, kedalaman total dari bibir sumur 30 meter, kedalaman air dari bibir sumur sekitar empat meter, dan kedalaman mata air 13 meter. Dari mata air sampai dasar sumur mencapai 17 meter, dan diameter sumur berkisar antara 1,46-2,66 meter. Celah-celah inilah yang kemudian memasok air ke sumur zamzam.

Mungkinkah air zamzam tercemar? Pertanyaan ini kerapkali dihembuskan, baik oleh kelompok yang tidak percaya akan keajaiban sumur zamzam maupun mereka yang berusaha menyelamatkan sumur zamzam.

Tahun 1971, kata Rovicky, dilakukan penelitian hidrologi oleh seorang ahli hidrologi dari Pakistan bernama Tariq Hussain and Moin Uddin Ahmed. Penelitian ini dipicu oleh pernyataan seorang doktor dari Mesir yang menyatakan air zamzam tercemar air limbah dan berbahaya untuk di konsumsi.

''Tariq Hussain, termasuk saya (Rovicky, red) dari sisi hidrogeologi, juga meragukan spekulasi adanya rekahan panjang yang menghubungkan laut merah dengan sumur zamzam, karena Makkah terletak 75 Kilometer dari pinggir pantai,'' ujar Rovicky.

Hasil dari penelitian ini, menyangkal dengan tegas tuduhan doktor Mesir tersebut. ''Namun, dari penelitian Tariq Hussain ini kemudian memacu pemerintah Arab Saudi untuk senantiasa memperhatikan sumur zamzam dan merawatnya dengan baik,'' jelas Rovicky yang juga anggota Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI).

Langkah-langkah yang dilakukan Badan Riset sumur zamzam yang berada dibawah SGS (Saudi Geological Survey), bertugas untuk (a) Memonitor dan memelihara agar sumur ini dari kekeringan; (b) Menjaga urban di sekitar Wadi Ibrahim karena mempengaruhi pengisian air; (c) Mengatur aliran air dari daerah tangkapan air (recharge area); (d) Memelihara pergerakan air tanah dan juga menjaga kualitas melalui bangunan kontrol; (e) Meningkatkan (up-grade) pompa dan tangki-tangki penadah; serta (f) Mengoptimasi suplai dan distribusi air zamzam.

n sya/berbagai sumber

---

Dimensi dan Profil Sumur Zamzam


Menurut kajian ilmiah dalam bidang ilmu hidrogeologi, sumur zamzam hanyalah sumur gali biasa (Dug Water Well). Tidak ada yang istimewa dibandingkan sumur gali lainnya. Namun demikian, sumur zamzam memiliki makna religi yang patut untuk dijaga kelestariannya. Sebab sumur zamzam adalah salah satu peradaban Islam yang harus dilestarikan. Apalagi, banyak hadis Nabi SAW yang menyatakan keutamaan dari air zamzam.



Sumur zamzam memiliki kedalaman sekitar 30,5 meter. Dari permukaan hingga kedalaman 13,5 meter, sumur zamzam menembus lapisan Alluvium Wadi Ibrahim. Lapisan ini merupakan lapisan pasir yang berpori. Lapisan ini berisi batu pasir hasil distirbusi dari lain tempat. Mungkin saja dahulu ada lembah yang dialiri sungai yang saat ini sudah kering. Atau dapat pula merupakan dataran rendah hasil runtuhan atau penumpukan hasil pelapukan batuan yang lebih tinggi topografinya.

Kemudian, dibawah lapisan Alluvial Wadi Ibrahim ini terdapat setengah meter (50 cm) lapisan yang sangat lulus air (permeable). Lapisan inilah yang merupakan tempat utama keluarnya air-air di sumur zamzam.

Dan dari lapisan permeable hingga kedalaman 17 meter kebawah, sumur ini menembus lapisan batuan keras yang berupa batuan beku Diorit. Batuan beku jenis Diorit sangat jarang ditemui di Indonesia atau di Jawa, namun banyak dijumpai di Jazirah Arab. Pada bagian atas batuan ini dijumpai rekahan-rekahan yang juga memiliki kandungan air. ''Dulu ada yang menduga retakan ini menuju laut Merah. Namun tidak ada laporan geologi yang menunjukkan hal itu. Atau barangkali saya yang belum menemukan,'' ungkap Rovicky Dwi Putrohari, Anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI).

Dulunya, diatas sumur zamzam ini terdapat sebuah bangunan berukuran 8,3 meter kali 10,7 meter atau seluas 88,8 m2. Lalu pada tahun 1381-1388 H bangunan tersebut ditiadakan untuk memperluas tempat Thawaf jamaah haji. Sehingga tempat untuk meminum air zamzam dipindahkan ke ruang bawah tanah.

Dibawah tanah ini disediakan tempat minum air zamzam sebanyak 350 keran air, terdiri atas 220 keran untuk laki-laki dan 130 keran untuk perempuan). Dan ruang masuk antara laki-laki dan perempuan juga dipisahkan. Namun, saat ini tempat masuk ke ruang bawah tanah ini sudah ditutup. Sehingga ruang untuk melakukan ibadah Thawaf menjadi lebih luas. Bagi umat Islam yang teliti, pada saat Thawaf masih dapat dijumpai sebuah tanda tempat sumur zamzam berada. Sumur itu terletak kira-kira 20 meter sebelah timur Kabah.


Hujan Sumber Berkah

Kota Makkah secara geografis dan topografi terletak di daerah lembah yang cekung. Menurut SGS (Saudi Geological Survey), luas cekungan ini hanya seluas 60 kilometer persegi (km2). Tentu saja, jumlah ini tidak terlalu luas sebagai sebuah cekungan penadah hujan.

Sementara itu, posisi Kabah juga berada di lembah. Apabila dilihat dari Jabal Tsur yang berada pada ketinggian 300 meter dari permukaan laut (dpl), maka posisi Kabah tampak jelas berada di lembah yang paling rendah. Dan posisi sumur zamzam jauh berada dibawahnya.

Dengan luas area resapan air yang hanya sekitar 60 km2, tentunya sangat kecil untuk mampu menapung air hujan yang sangat langka terjadi di Makkah. Konon, hujan turun hanya sekali dalam setahun. Karena itu, hujan yang terjadi di kawasan ini akan menjadi berkah bagi masyarakat setempat. Pemerintah Arab Saudi pun berusaha untuk selalu menjaga dan merawat sumur zamzam yang dikenal sebagai sumur tertua di dunia ini.

Sebelum pemeliharaan sumur zamzam seperti sekarang ini, dahulu kala untuk mengambil air zamzam harus menggunakan timba. Tahun 1020 H, atas perintah Sultan Ahmad Khan, sumur zamzam dibangun mencapai kedalaman satu meter serta diberi terali besi untuk melindunginya. Sehingga masyarakat yang ingin mengambil air zamzam harus menggunakan timba.

Ratusan tahun berselang, dan semakin banyaknya keperluan pada air zamzam, pada tahun 1373 H/1953 M lalu dibangun pompa air. Pompa ini menyalurkan air dari sumur zamzam ke bak penampungan air, dan diantaranya juga ke keran-keran yang ada di sekitar sumur zamzam.

Selanjutnya, pemerintah Arab Saudi terus berusaha mengembangkan pelestarian sumur zamzam ini. Tahun 1415 H/1994 M, pemerintah Arab Saudi membentuk badan khusus yang bertugas mengawasi pemeliharaan sumur zamzam. Saat ini telah dibuat saluran untuk menyalurkan air zamzam ke tangki penampungan yang berkapasitas 15 ribu meter kubik (m3), dan disambungkan ke tangki lain di bagian atas Masjidil Haram guna melayani para pejalan kaki dan musafir. Selain itu air zamzam juga diangkut ke tempat-tempat lain menggunakan truk tangki diantaranya ke Masjidil Nabawi di Madinah Al-Munawarrah.




Saat ini sumur zamzam dilengkapi juga dengan pompa listrik yang tertanam dibawah (electric submersible pump). Kini, warga yang ingin bisa menyaksikan pompa-pompa itu melalui berbagai foto-foto dokumentasi badan Khusus Pemeliharaan Sumur Zamzam.


n sya/berbagai sumber

------000----

Rabu, 28 Januari 2009

JABAL RAHMAH : TEMPAT BERTEMUNYA ADAM DAN HAWA


JABAL RAHMAH : TEMPAT BERTEMUNYA ADAM DAN HAWA



Jabal rahmah yang berarti bukit atau gunung kasih sayang, diyakini umat Islam sebagai tempat bertemunya antara Nabi Adam AS dengan isterinya Siti Hawa, setelah diusir oleh Allah dari Surga. Keduanya diusir setelah melanggar larangan Allah, yakni memakan buah Khuldi, akibat tergoda bujuk rayu Iblis.

Peristiwa ini, diabadikan oleh Allah SWT dalam Alquran, surah Al-Baqarah ayat 35 dan 38 serta Al-A'raf ayat 19-25 dan surah Thoha ayat 123. ''Dan kami berfirman, ''Wahai Adam ! Tinggallah Engkau dan istrimu didalam surga, dan makanlah dengan niikmat (berbagai makanan) yang ada disana sesukamu. (Tetapi) janganlah kamu dekati pohon itu (khuldi, red), nanti kamu akan termasuk orang-orang yang zalim.'' (QS 2:35) ''Turunlah kamu! Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain. Dan bagi kamu ada tempat tinggal dan kesenangan di bumi sampai waktu yang ditentukan. (QS 2: 36). ''Turunlah kamu semua dari surga! Kemudian jika benar-benar datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.'' (QS 2:38).

Dalam surah Al-A'raf, diusirnya Adam dan Hawa dari surga ini diabadikan pada ayat 24-25. ''Turunlah kamu! Kamu akan saling bermusuhan satu sama lain. Bumi adalah tempat kediaman dan kesenangan sampai waktu yang telah ditentukan. Disana kamu hidup, disana kamu mati dan dari sana (pula) kamu akan dibangkitkan.'' (QS 7:24-25).

Adam dan Hawa diusir dari surga karena melanggar larangan Allah, yakni memakan buah khuldi, akibat bujuk rayu Iblis. Iblis berkata kepada Adam dan Hawa : ''Wahai Adam, maukah aku tunjukkan kepadamu pohon khuldi (yakni pohon keabadian) dan kerajaan yang tidak akan binasa?. Lalu keduanya memakannya, hingga tampaklah aurat mereka dan mulailah keduanya menutupinya daun-daun (yang ada di) surga, dan telah durhakalah Adam kepada Tuhannya, dan sesatlah dia.'' (QS Thaha (20) : 120-121)

Akibat melanggar larangan tersebut, Adam AS dianggap durhaka kepada Allah SWT dan tersesat, karena mengikuti bisikan Iblis. Menurut sebagian ulama, kesalahan Adam AS ini, meskipun tidak begitu besar menurut ukuran manusia biasa, sudah dinamakan durhaka dan sesat, karena tingginya martabat dan kedudukan Adam AS sebagai seorang Nabi yang harus menjadi teladan bagi yang lain.

Adam AS awalnya menolak mengikuti bujukan Iblis. Namun, desakan Siti Hawa yang begitu kuat, akhirnya membuat Adam ikut memakan buah tersebut. Akibatnya, setelah memakan buah tersebut, terlepaslah pakaian mereka sehingga nampak auratnya. Demikian diterangkan dalam An Nihayah fi Gharib Al-Hadits, karya Abu Sa’adaat Ibnul Atsir jilid 3 hlm 158).

Menurut beberapa keterangan, selain Iblis, Adam dan Hawa, yang turut pula diusir dari surga adalah seekor ular. Al-Imam Abu Ja’far Muhammad bin Jarir At-Thabari RA dalam tafsirnya ketika menerangkan ayat ke-36 QS Al-Baqarah, membawakan sebuah riwayat dengan sanadnya bersambang kepada para sahabat Nabi SAW seperti Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud dan lainnya menerangkan : ''Ketika Allah memerintahkan kepada Adam dan Hawa untuk tinggal di surga dan melarang keduanya memakn buah khuldi, Iblis memiliki kesempatan untuk menggoda Adam dan Hawa. Namun, ketika akan masuk ke surga, Iblis dihalangi oleh malaikat. Namun, dengan tipu muslihatnya, Iblis kemudian mendatangi seekor ular, yang waktu itu ia adalah hewan yang mempunyai empat kaki seperti onta, dan ia adalah hewan yang paling bagus bentuknya. Setelah berbasa-basi, Iblis lalu masuk ke mulut ular dan ular itupun masuk ke surga sehingga Iblis lolos dari pengawasan malaikat.'' Karena itulah, mereka semua akhirnya diusir dari surga.

Lalu setelah diusir dari surga, dimanakah Adam dan Hawa diturunkan, dan dimanakah bertemunya? Belum ada keterangan yang paling shahih tentang itu. Namun, sebagian ulama sepakat, bahwa keduanya diturunkan secara terpisah dan kemudian bertemu di Jabal Rahmah, di Arafah.

Menurut Al-Imam At-Thabari dalam Tarikhnya (jilid 1 hlm 121–126), bahwa Mujahid meriwayatkan keterangan Abdullah bin Abbas bin Abdul Mutthalib yang mengatakan : ''Adam diturunkan dari surga ke bumi di negeri India.'' Abu Shaleh meriwayatkan juga dari Ibnu Abbas yang menerangkan bahwa Hawa diturunkan di Jeddah (Arab : Nenek perempuan) yang merupakan bagian dari Makkah. Kemudian dalam riwayat lain At-Thabari meriwayatkan lagi bahwa iblis diturunkan di negeri Maisan, yaitu negeri yang terletak antara Basrah dengan Wasith. Sedangkan ular diturunkan di negeri Asbahan (Iran).

Riwayat lain menyebutkan, Adam diturunkan di bukit Shafa dan Siti Hawa di bukit Marwah. Sedangkan riwayat lain menyebutkan Adam AS diturunkan di antara Makkah dan Thaif. Ada pula yang berpendapat Adam di turunkan di daerah India, sementara Hawa diturunkan di Irak.

Al-quran sendiri tidak menerangkan secara jelas dimana Adam dan Hawa diturunkan. Alquran hanya menjelaskan tentang proses diturunkanya Adam dan Hawa ke bumi. Lihat Al-Baqarah [2]:30-38 dan Al-A’raaf [7]:11-25.

Sementara itu, menurut legenda dalam agama Kristen, setelah diusir dari Taman Eden (surga), Adam pertama kali menjejakkan kakinya di muka bumi di sebuah gunung yang dikenal sebagai Puncak Adam atau Al-Rohun yang kini terdapat di Sri Lanka.

Bila sebagian ulama berselisih pendapat mengenai tempat diturunkannya Adam dan Hawa, namun mereka bersepakat kalau keduanya kemudian bertemu di Jabal Rahmah, setelah terpisah selama ratusan tahun.

Keyakinan bahwa bertemunya Adam dan Hawa di Jabal Rahmah di Arafah itu kemudian dikukuhkan dengan dibangunnya sebuah tugu oleh pemerintah Arab Saudi di tempat tersebut.

Al Imam Al Auza’ie meriwayatkan dari Hasan bin Athiyyah bahwa Adam dan Hawwa’ menangis ketika turun di bumi selama 60 tahun karena menyesali berbagai kenikmatan di surga yang tidak didapati lagi oleh keduanya di bumi ini. Keduanya juga menagis karena menyesali dosa yang dilakukan oleh keduanya. Demikian Ibnu Katsir meriwayatkannya dalam Kitab Al-Bidayah Wa Al-Nihayah, jilid 1 hlm 74. Wa Allahu A'lamu.

n sya


-----00000------

Arafah : Tempat Saling Mengenal



Arafah berarti kenal atau tahu. Di tempat inilah, khususnya jamaah haji dari seluruh dunia, setiap tahunnya saling bertemu untuk melaksanakan salah satu rukun haji, yakni wukuf di padang Arafah.

Arafah memiliki nilai sejarah yang sangat penting bagi umat Islam. Sebab, di tempat inilah, Rasulullah SAW menerima wahyu dari Allah SWT tentang kesempurnaan agama Islam. (QS> Al-Maidah (5) ayat 3).

Disamping hal tersebut, Arafah khususnya di Jabal Rahmah, diyakini sebagai tempat bertemunya nenek moyang manusia pertama di dunia (Adam dan Hawa), setelah diturunkan dari surga. Saat diturunkan ke bumi, keduanya hidup terpisah. Keduanya kemudian saling mencari. Beratus-ratus tahun dalam pencariannya, lalu kedua bertemu di padang Arafah, tepatnya di pegunungan kecil bernama Jabal Rahmah. Kisah mengenai Adam dan Hawa serta perjumpaan mereka di Arafah ini masih membutuhkan penjelasan lebih lanjut.

Mereka yang sebelumnya hidup di surga dalam kecukupan (tanpa kekurangan), namun karena melanggar larangan Allah, akhirnya harus hidup susah dan penuh perjuangan. Mereka harus menerima pahit getirnya hidup di dunia dan harus berpisah satu sama lain.

Mengapa keduanya bisa bertemu di Arafah? Ada riwayat yang menyebutkan para malaikat mengingatkan Adam dan Hawa, setelah keduanya diturunkan ke bumi (akan tempoat tersebut). Ini dimaksudkan agar mereka mengakui (mengetahui) dosa-dosanya dan memohon ampunan kepada Allah. Kemudian Adam dan Hawa telah mengetahui (arafa) akan kesalahan dan dosa-dosanya. Mereka juga diberitahu (yu'rafu) caranya bertaubat.

Ada pula kisah lain yang menceritakan, saat Jibril memberi tahu Ibrahim cara menunaikan haji di tempat ini. Jibril bertanya: ''Arafta (tahukah Anda?), Ya Ibrahim,'' Ibrahim menjawab: ''Araftu (Aku mengetahui).''

Berdasarkan keterangan ini, Arafah bisa berarti sebagai upaya manusia untuk mengenali Tuhannya. Manusia datang ke tempat tersebut untuk memohon ampun atas segala dosa-dosa dan mengakui kesalahannya dengan penuh kerendahan hati. Di tempat ini, semua manusia (jamaah haji) sama kedudukannya. Tidak ada jabatan, pangkat dan golongan, semuanya sampa di hadapan Allah SWT, kecuali ketaqwaannya.

Pakaian mereka pun sama dan seragam, tidak ada bedanya antara kaya dan miskin, yang pangkatnya tinggi dan rendah. Tidak ada rasa sombong dan angkuh. Semua merendahkan diri mengharap ampunan Ilahi.

Keutamaan Arafah adalah sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, yang artinya: ''Doa yang paling afdhal adalah doa di hari Arafah''. Dalam riwayat lain, Nabi bersabda: ''Tidak ada hari yang paling banyak Allah menentukan pembebasan hambanya dari neraka, kecuali hari Arafah''.

Kemudian melanjutkan perjalanan ke Mina sekitar 5 km untuk melempar jumrah. Kemudian thawaf ifadhah di Makah, Sa'i dan tahallul. Selesailah sudah prosesi ibadah haji. Mereka pulang dengan sebutan haji dan hajjah yang mabrur.

n sya



--------00000000------

Salah Kaprah di Jabal Rahmah


Seorang jamaah haji, sebut saja namanya Muslim, baru saja pulang menunaikan ibadah haji. Ia pun sangat gembira bisa menunaikan ibadah haji. Namun, dibalik keceriaannya itu, ia menyimpan rasa cemas dan penuh harap. ''Saya memiliki seorang anak perempuan yang sudah menginjak kepala tiga, saya berharap sholat dan doa yang saya panjatkan tatkala di Jabal Rahmah, akan memberikan jodoh terbaik bagi anak perempuan saya,'' ujar pria asal Banten itu.

Muslim mengatakan, saat ia berada di Jabal Rahmah, Padang Arafah, Makkah, banyak orang melakukan ritual seperti shalat dan doa, bahkan ratapan dan tangisan sambil mengusap-usap tugu putih di puncak Jabal Rahmah. Tempat itu, kata dia, memiliki keistimewaan karena di situlah Nabi Adam AS dan Siti Hawa bertemu di planet ini.

Ia menceritakan, di batu di perbukitan itu pun mudah ditemui aneka foto, dan coretan bertuliskan keinginan mendapat jodoh yang cantik, tampan, saleh dan salehah bagi yang belum berkeluarga. ''Bahkan ada juga yang menulisnya di karton, kemudian dimasukkan ke sela-sela batu,'' ujarnya.

Kisah di atas menggambarkan kondisi sebagian jamaah haji khususnya dari Indonesia. Para jamaah itu seakan menganggap itu merupakan bagian dari ritual yang dianjurkan tatkala berada di Jabal Rahmah, dan melupakan asal muasalnya.

Bukit yang terletak di Arafah itu sejak lama dianggap sebagai tempat bertemunya Adam AS dan Siti Hawa untuk pertamakalinya di bumi. Mereka diusir ke bumi karena melanggar aturan Allah.

Kalimat kedua paragraf kelima di atas dapat dipertanggungjawabkan karena telah dikisahkan di surat Al-Baqarah ayat 35-37. Namun kalimat pertama, hingga sekarang belum ada satu dalil shahih pun yang membenarkannya.

Ulama Islam, Didin Hafidhuddin, mengatakan hingga sekarang dirinya tak menemukan satu dalil shahih yang menyatakan itu tempat bertemunya Nabi Adam AS dan Situ Hawa. ''Apalagi dalil yang menyebutkan itu tempat istimewa untuk shalat dan berdoa minta jodoh, saya belum pernah menemukannya,'' ujar ulama Islam, Didin Hafidhuddin, di Jakarta.

Menurutnya, itu hanya kepercayaan masyarakat yang terus diwariskan ke generasi seterusnya. ''Entah kapan awal munculnya, dan siapa yang memulainya,'' kata dia.

Ia mengatakan, pemerintah Saudi Arabia sebenarnya telah menyadari adanya kesalahkaprahan pada sebagian jamaah haji itu. Hal itu, kata dia, terlihat dari tulisan yang tertera di tempat tersebut. ''Di sekitar tempat itu sudah ada tulisan, dilarang shalat di sini, namun jamaah tetap melakukannya,'' ungkapnya.

Sehingga, kata dia, solusi terbaik adalah dengan memberikan pemahaman yang benar kepada jamaah haji. ''Harus ada bimbingan sebelum, ketika, dan setelah pelaksanaan haji,'' kata dia.

Ia mengatakan, di Makkah dan Madinah memang ada tempat yang lebih istimewa untuk shalat. ''Tempat istimewa itu tiada lain adalah Masjidil Haram dan Masjid Nabawi,'' ujarnya.

Sementara Padang Arafah, kata Didin, merupakan tempat wukuf jamaah haji pada 9 Dzulhijjah. Ia menambahkan, Padang Arafah juga memiliki nilai sejarah karena menurut sebagian ulama di tempat itulah ayat terakhir turun, Al-Maidah ayat tiga.

Senada dengan Didin, penerjemah buku best seller La Tahzan, Samson Rahman, mengatakan terjadi pergeseran pemahaman yang salah di masyarakat. Hal itu, menurutnya, muncul secara perlahan dan akhirnya mengakar kuat di pikiran masyarakat. ''Akhirnya menimbulkan keyakinan dan kebiasaan yang salah, kata lulusan jurusan studi banding agama, sebuah universitas di Pakistan itu.

Menurutnya, keyakinan seperti itu dapat berdampak buruk jika dibiarkan. ''Karena ibadah ritual itu diatur jelas dalam Islam, tak boleh mengada-ada,'' kata dia.

Samson mengatakan, kasus itu sedikit mirip dengan kebiasaan sejumlah peziarah makam pahlawan di Banten Lama. Di tempat itu, kata dia, banyak peziarah yang berdoa agar keinginannya dikabulkan. ''Awalnya tujuan berziarahnya bagus yaitu mengingat mati, namun lama-kelamaan bergeser menjadi tempat istimewa berdoa memohon hajatnya di dunia, itu keliru,'' ujarnya. c64

Amman Yordania : Tempat Gua Ashabul Kahfi




Amman Yordania : Tempat Gua Ashabul Kahfi

Keterangan Alquran dan bukti-bukti sejarah memperkuat situs Gua Ashabul Kahfi di Abu Alanda.




Cerita tentang para penghuni gua (Ashabul Kahfi), sangat tersohor di dunia Islam dan Kristen. Diceritakan, ada tujuh orang pemuda yang melarikan diri dari daerahnya, akibat ancaman Kaisar Decius (Dekyanus, 249-251 M). Kaisar memerintahkan supaya seluruh penduduk negeri yang berada di wilayah kekuasannya untuk menyembah berhala. Namun, enam orang pemuda (Maksimyanus, Martinus, Dyonisius, Malkus, Konstantinus dan Suresiyus) menolak perintah Kaisar Decius. Di tengah perjalanan saat pelarian, mereka bertemu dengan seorang penggembala bernama Yemlikho (Yuhanis) serta anjing kesayangannya, Kitmir. Mereka semua menyatakan hanya menyembah Tuhannya Langit dan bumi, yakni Allah. Menurut beberapa versi, mereka ini adalah pengikut (umat) Nabi Isa AS.

Dalam pelariannya, mereka bersembunyi dalam sebuah gua dan mereka beristirahat didalamnya hingga tertidur selama 309 tahun. Setelah terbangun, salah seorang dari mereka (Yemlikho), diminta untuk membeli makanan. Namun, uang yang akan mereka bayarkan ternyata sudah tidak berlaku lagi. Dan Kaisar yang berkuasa saat itu adalah Theodesius II yang taat menjalankan perintah Tuhannya.

Dari cerita diatas, sejumlah peneliti sejarah dan ahli arkeologi, berusaha melacak situs gua yang menjadi tempat tertidurnya Ashabul Kahfi tersebut. Dari sejumlah referensi, ada banyak tempat yang dipercaya sebagai gua tempat tertidurnya Ashabul Kahfi. Ada yang menyebutkan di Turki, yaitu di Ephesus dan Tarsus. Ada pula yang menyebutnya di Abu Alanda (Jordan), dan Jabal Qassiyun (Syria).

Namun demikian, banyak pihak yang meyakini (termasuk peneliti Kristen dan Muslim), bahwa gua tempat Ashabul Kahfi berada di Ephesus, bukan di Tarsus. Menurut pendapat ini, Tarsus adalah daerah tempat tinggal para pemuda, sedangkan Ephesus adalah daerah tempat pelarian ke tujuh pemuda tersebut. Kabarnya, gua Ashabul Kahfi itu berada di sebelah timur lereng gunung Pion (Mountain of Pion). Menurut orang barat, gua Ashabul Kahfi itu disebut pula dengan The Cave Of The Seven Sleepers.

Ephesus

Dibandingkan Tarsus, banyak pihak yang meyakini bahwa Ephesus adalah daerah tempat pelarian para Ashabul Kahfi dan bersembunyi sebuah gua di sebelah timur lereng gunung Pion. Daerah ini (Ephesus) dalam versi Kristen dianggap sebagai sebuah tempat suci. Di kota ini terdapat sebuah rumah yang dikatakan menjadi milik Maria (Maryam),--ibunda Nabi Isa-- dan kemudian berbuah menjadi sebuah gereja. Bahkan, beberapa sumber Kristen menegaskan, gua Ashabul Kahfi berada disini (Ephesus).

Sumber tertua yang berkaitan dengan hal ini adalah penelitian yang dilakukan seorang pendeta asal Syria bernama James dari Saruc (lahir 452 M). Ahli sejarah terkemuka Gibbon telah banyak mengutip dari penelitian James dalam bukunya yang berjudul The Decline and Fall of the Roman Empire (Kemunduran dan runtuhnya Kekaisaan Romawi). Berdasarkan buku ini, Kaisar yang memerintah dan berusaha melakukan penyiksaan pada orang-orang yang tidak mau menyembah berhala adalah Kaisar Decius.

Menurut Gibbon nama dari tempat ini adalah Ephesus. Terletak di pantai Barat Anatolia, kota ini adalah salah satu pelabuhan dan kota terbesar dari kekaisaran Romawi. Saat ini reruntuhan dari kota ini dikenal sebagai 'Kota Antik Ephesus.'

Sementara itu, Alquran tidak secara jelas menyebutkan tempat dimana Ashabul Kahfi tertidur. Secara implisit, Alquran (QS Al-Kahfi :17) meyebutkan ciri-ciri dari gua tersebut.

''Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari itu terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barang siapa yang disesatkan-Nya maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.''

Menurut penelitian, gua yang ada di lereng gunung Pion di Ephesus ini, pintu masuknya mengarah ke bagian Utara, sehingga sinar matahari tidak bisa menembus ke dalam gua. Dengan demikian, seseorang yang melewati gua itu tidak dapat melihat apa yang ada didalamnya

Ahli Arkeologis Dr Musa Baran, juga menunjuk Ephesus sebagai tempat sekelompok orang muda yang beriman ini hidup. Dalam bukunya yang berjudul Ephesus, dia menyatakan :
''Di tahun 250 SM, tujuh orang pemuda yang hidup di Ephesus memilih untuk memeluk agama Kristen dan menolak penyembahan terhadap berhala . Mencoba untuk mencari jalan keluar, sekelompok pemuda ini menemukan sebuah gua yang berada di sebelah Timur lereng gunung Pion. (Musa Baran, Ephesus, hlm 23-24).

Keyakinan gua Ashabul Kahfi ada di Ephesus Turki, didukung banyak ulama Islam, seperti At-Tabari, Al-Baidlawi, An-Nasafi, Jalalain, At-Tibyan serta Fakhruddin Ar-Razi. Mereka mengatakan, nama lain dari Ephesus adalah Tarsus (Turki).

Fakhrudin Ar-Razi menerangkan dalam penelitiannya, meskipun tempat ini disebut dengan Ephesus, maksud dasarnya untuk mengatakan Tarsus. Sebab Ephesus hanyalah nama lain dari Tarsus.

Abu Alanda (Amman)

Sehubungan dengan adanya pendapat yang mengatakan bahwa letak gua tersebut di daerah Ephesus, Turki, pemerintah Turki kemudian bersegera melakukan penggalian terhadap situs di Ephesus tersebut. Namun, hasil yang didapat malah menguatkan hasil penemuan gua di Abu Alanda (Buloqaa), Yordania. Dan pemerintah Turki secara resmi mengakui situs Ashabul Kahfi yang terletak di Yordania ini. Menurut pemerintah Turki, di Ephesus tidak terdapat tempat peribadatan dan di sana juga tidak didapati pahatan tulisan Byzantium seperti yang terdapat di Buloqaa (Abu Alanda). Pendapat tersebut juga dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Anui Dajjani, seorang doktor dari jawatan purbakala Yordania, pada tahun 1962.

Pendapat ini makin diperkuat lagi dengan ditemukannya sejumlah bukti 'kesejarahan' dari gua ini. Surah Al-Kahfi ayat 17 menyebutkan matahari cenderung ke kanan dari gua mereka dan terbenam di sebelah kiri. Kemudian dilanjutkan dengan kalimat : ''...sedang mereka berada dalam satu lapangan gua itu'' (QS 18: 17). Lokasi Gua Ashabul Kahfi di Abu Alanda, Jordan terdapat sebuah lubang dari atas gua sehingga cahaya bisa masuk. Selain itu, bentuk gua yang terdapat di Abu Alanda sangat luas dan lapang serta tidak dalam.

Kemudian, pada ayat ke-21 dijelaskan : ''... Ketika mereka berselisih tentang urusan mereka, sebahagian dari mereka berkata: ''Dirikanlah sebuah bangunan di sisi (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka.'' Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata : ''Sesungguhnya, kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan diatasnya.''

Konon, di atas Gua Ashabul Kahfi di Abu Alanda terdapat rumah ibadat yang telah dibangun ketika itu. Rumah ibadat yang dimaksudkan adalah rumah ibadat penganut nasrani. Ketika zaman kerajaan Umawiah, rumah ibadat tersebut telah dijadikan masjid.

Dan pada 27 September 2006 silam, Raja Abdullah (Raja Yordania), meresmikan sebuah Masjid Baru di atas gua tersebut, yang diberi nama Masjid Ashabul Kahfi. n sya/berbagai sumber


--000--


Bukti Sejarah dan Arkeologi

Beberapa bukti untuk memperkuat Abu Alanda sebagai tempat Gua Ashabul Kahfi, diperkuat dengan sejumlah temuan benda-benda sejarah dan arkeologi.

1. Di gua ini terdapat tulisan pada lengkuangan pintu di dinding sebelah Timur yang menyatakan Masjid diperbaharui pada tahun 117 hijrah yang merujuk kepada zaman Hisham bin Abdul Malik bin Marwan. Ini membuktikan bahwa ketika era kerajaan Umawiah mereka sudah memperharui masjid yang sebelum itu menjadi rumah ibadat nasrani. Kesan yang boleh dilihat ialah binaan mihrab (petunjuk arah kiblat) yang terdapat di atas gua tersebut.

2. Tulisan khat Kufi. Ini membuktikan, masjid kedua di Ashabul Kahfi diperbaharui pada zaman Khomarumiah bin Ahmad Tholun dari kerajaan Abasiah. Masjid kedua yang dimaksudkan ialah masjid yang dibangun berhadapan dengan gua Ashabul Kahfi setelah masjid pertama diwujudkan di atas gua ketika zaman Umawiah.

3. Kesan Nawawis di dalam gua. Nawawis di dalam Mujam Wasit, memberi arti kubur orang nasrani yang mayatnya diletakkan di dalamnya. Pada Nawawis tersebut terdapat bintang segi delapan yang membuktikan tanda zaman kerajaan Rum-Byzantium pada kurun ke-3 masehi. Menjadi adat pada ketika itu, mayat-mayat nasrani akan dikuburkan di dalam bekas batu. Ini tidak mustahil bahawa mereka yang telah menguruskan mayat pemuda tersebut telah mengkebumikan mereka dengan cara dan adat mereka pada ketika itu.

4. Penemuan barangan tembikar, duit tembaga dan perak, lampu dari pelbagai zaman (Umawiah, Abasiah, Turki Uthmaniyyah) di dalam gua tersebut dan sekitarnya. Ia membawa maksud bahawa tempat itu telah dijaga oleh pelbagai zaman yang berlalu.

5. Al-Waqidi di dalam kitabnya Futuhat Sham telah menulis bahawa beliau bersama yang lain telah berhenti di Ain Ma' berhampiran gua ashabul kahfi. Mereka berhenti di Ain Ma' tersebut berwudlu, shalat dan tidur di situ sebelum meneruskan perjalanan ke Palestina. Ain Ma' terletak 70 meter dari gua ashabul kahfi.

6. Pokok zaitun berusia ratusan tahun tumbuh berhadapan gua. Pokok tersebut telah mati dan kesan batang pokok zaitun yang berusia ratusan tahun itu kini ditempatkan di dalam muzium mini di dalam gua.

7. Penemuan tulang di dalam Nawawis. Dikatakan bahwa tulang-tulang tersebut adalah kepunyaan pemuda-pemuda tersebut.

n sya/misteridunia.com

MELACAK BERLABUHNYA KAPAL NABI NUH AS



MELACAK BERLABUHNYA KAPAL NABI NUH AS


Bagi umat Islam yang pernah membaca sejarah 25 Nabi dan Rasul, pastinya mengetahui tentang kisah Nabi Nuh AS. Ia diutus oleh Allah SWT untuk mengajak kaumnya menyembah Allah SWT. Dan, selama lebih dari 900 tahun berdakwah kepada tiga generasi dari kuamnya, Nabi Nuh AS hanya mendapatkan pengikut sebanyak 70 orang dan delapan anggota keluarganya.

Nabi Nuh AS berdakwah siang dan malam, namun kaumnya tak juga mau menerima kehadirannya sebagai pesuruh Allah SWT. Hingga akhirnya Ia memohon kepada Allah, agar kaumnya yang suka membangkang itu diberikan pelajaran agar mereka mau menyembah Allah. Doanya pun dikabulkan oleh Allah SWT. Ia diperintahkan untuk membuat sebuah kapal sebagai persiapan bila siksa Allah telah datang berupa banjir. Di dalam kapal tersebut, nantikan diikutsertakan pula semua spesies binatang secara berpasang-pasangan.

Setelah semuanya telah siap, pengikut Nabi Nuh dan hewan-hewan telah naik ke kapal, tak lama kemudian turunlah hujan lebat sehingga mengakibatkan banjir besar. Selain mereka yang berada diatas kapal, tak ada yang selamat dari banjir tersebut. Dan ketika banjir telah reda, kapal Nabi Nuh kemudian terdampar (berlabuh) di sebuah bukit yang tinggi (al-Judy). Peristiwa ini secara lengkap terdapat dalam Alquran surah Nuh ayat 1-28, Hud (11) ayat 25-33, 40-48, dan 89. Cerita serupa juga terdapat dalam berbagai surah lainnya dalam Alquran.

Peristiwa banjir besar yang melanda umat Nabi Nuh ini, tidak hanya terdapat dalam Alquran. Pada agama lain pun, seperti Kristen juga diceritakan peristiwa serupa.

Peristiwa banjir yang menenggelamkan umat Nabi Nuh itu, kini telah merebak ke seantero dunia. Para peneliti arkeologi, berlomba-lomba mengungkap kebenaran cerita itu dengan meneliti tempat berlabuhnya kapal Nuh tersebut.

Seorang warga Schagen, Belanda, Johan Huibers, membuat replika kapal Nabi Nuh sekitar dua tahun lalu. Meski saat itu masyarakat mengecapnya "gila", ia tetap meneruskan proyeknya itu. Proyeknya tersebut diklaim sebagai pembuktian kesetiaaan imannya kepada Tuhan dan ajaranNya.

Bukan hanya kisah Huibers tadi yang terinspirasi dari kisah Nabi Nuh. Tapi, cerita tentang bahtera (kapal) Nabi Nuh telah berpuluh tahun menjadi inspirasi maupun perbincangan di kalangan awam, arkeolog, dan sejarawan dunia. Hasil temuan mereka pun masih menjadi kontroversi dan belum berhasil mengungkap misteri yang sebenarnya tentang dimana kapal Nuh terdampar.

Kabarnya, sejumlah peneliti telah menemukan bukti-bukti valid tentang keberadaan kapal Nuh itu. Melalui penelitian selama beratus-ratus tahun dan mengamati hasil foto satelit, salah satu situs yang dipercaya sebagai jejak peninggalan kapal tersebut terletak di pegunungan Ararat, Turki yang berdekatan dengan perbatasan Iran. Pemerintah Turki mengklaim 3500 tahun kemudian bangkai kapal tersebut ditemukan pada 11 Agustus 1979 di wilayahnya. Bahkan, situs ini telah dibuka untuk umum dan menjadi objek wisata. Kini, Gunung Sabalan di Iran, yang terletak 300 km dari situs pertama juga tengah diselidiki.

Berbagai cara pembuktian pun dilakukan. Seperti yang terlihat dari foto-foto lansiran situs noahsark-naxuan.com, di lokasi itu nampak sebuah bentuk simetris raksasa seperti cekungan perahu. Diduga tanah, debu, dan batuan vulkanis yang memiliki usia bebeda-beda telah masuk ke dalam perahu tersebut selama bertahun-tahun sehingga memadat dan membentuk sesuai bentuk perahu. Di sekitarnya ditemukan pula jangkar batu, reruntuhan bekas pemukiman, dan ukiran dari batu.

Memanfaatkan peta satelit Google Earth, lokasi situs perahu Nabi Nuh itu terletak pada ketinggian sekitar 2000 dpl (dari permukaan laut). Lokasinya berada di kaki bukit yang agak rata. Sedangkan di daerah sekitarnya masih ada lembah raksasa yang memiliki ketinggian jauh lebih rendah.

Berdasarkan hal tersebut, perahu Nabi Nuh diperkirakan mendarat pada saat banjir masih belum benar-benar surut. Hal ini juga menunjukkan bahwa kondisi topografi di sekitar situs perahu Nabi Nuh sangat mendukung untuk terjadinya banjir besar.

Keberadaan kapal Nuh di pegunungan Ararat itu diyakini para peneliti arkeologi sebagai penemuan paling heboh di dunia, selain Mumi Firaun dan Piramida. Sebab, penelitian itu dilakukan ratusan kali dengan melibatkan para pakar dan ahli geologi, arkeologi dan pesawat luar angkasa untuk mengawasi dan memotret pegunungan Ararat. Dan 'penemuan' itu dianggap paling heboh dan teramat berharga, karena peristiwa itu terjadi lebih dari 5000 tahun lalu.

Di sekitar obyek tersebut, juga ditemukan sebuah batu besar dengan lubang pahatan. Para peneliti percaya bahwa batu tersebut adalah drogue-stones. Pada zaman dulu, batu tersebut biasanya dipakai pada bagian belakang perahu besar untuk menstabilkan perahu. Para penelitia juga menemukan sesuatu yang tidak lazim pada para tersebut, yakni adanya sebuah molekul baja yang diperkirakan berusia ribuan tahun lalu dan dbuat oleh tangan manusia. Karena itu, mereka meyakini, tempat tersebut adalah jejak pendaratan perahu Nuh.

Dari beberapa foto-foto yang dihasilkan, lokasi gunung Ararat itu memang menunjukkan adanya sebuah perahu yang sangat besar. Ukuran perahu itu, diperkirakan memiliki luas 7.546 kaki dengan panjang sekitar 500 kaki, lebar 83 kaki dan tinggi 50 kaki.

Baidawi, salah seorang peneliti muslim menjelaskan, ukuran kapal itu sekitar 300 hasta (panjang sekitar 50 meter dan luas 30 meter) dan terdiri dari tiga tingkat. Di tingkat pertama diletakkan binatang-binatang liar dan yang sudah dijinakkan. Lalu, pada tingkat kedua ditempatkan manusia, dan yang ketiga burung-burung.

Ada juga yang berpendapat, kapal Nuh itu berukuran lebih luas dari sebuah lapangan sepak bola. Luas pada bagian dalamnya cukup untuk menampung ratusan ribu manusia. Dan jarak dari satu tingkat ke tingkat lainnya mencapai 12 hingga ke 13 kaki. Dan hewan-hewan dari berbagai spesies itu jumlahnya diperkirakan mencapai puluhan ribu ekor. Menurut Dr Whitcomb, dalam perahu itu terdapat sekitar 3.700 binatang mamalia, 8.600 jenis itik/burung, 6.300 jenis reptilia, 2.500 jenis amfib, dan sisanya umat Nabi Nuh. Adapun berat perahu tu diprediksikan mencapai 24.300 ton.

Menurut sejumlah penelitian, perahu Nabi Nuh itu diperkirakan dibuat sekitar tahun 2465 SM (Sebelum Masehi). Dan beberapa sarjana berpendapat, perahu Nabi Nuh itu dibangun di sebuah tempat bernama Shuruppak, yaitu sebuah kawasan yang terletak di selatan Irak.
Jika ia dibangun di selatan Iraq dan akhirnya terdampar di Utara Turki, kemungkinan besar bahtera tersebut telah terbawa arus air sejauh kurang lebih 520 Km.

Kebenaran penemuan itu, masih diperdebatkan banyak pihak. Namun, sejumlah peneliti percaya, bahwa pegunungan Ararat adalah tempat berlabuhnya kapal Nuh. Alquran tidak menyebutkan nama sebuah gunung kecuali nama al-Judi, yang bernama sebuah tempat yang tinggi.

Pegunungan Ararat dikenal sebagai gunung yang unik di Turki. Keunikannya, hampir setiap hari akan nampak pelangi dari sebelah utara puncak gunung. Di Turki, pegunungan Ararat ini dikenal pula sebagai salah satu gunung yang memiliki puncak terluas di dunia dan tertinggi di Turki. Puncak tertingginya mencapai 16,984 kaki dpl. Sedangkan puncak kecilnya setinggi 12,806 kaki. Menurut para ahli, jika seseorang berhasil menaklukkan puncak besarnya, mereka akan menyaksikan tiga wilayah negara dari atasnya, yakni Rusia, Iran dan Turki.

n c84/sya/berbagai sumber

----0000000----

Kontroversi Seputar Banjir Besar

Para ahli dan peneliti sepakat bahwa banjir besar yang terjadi di zaman Nabi Nuh benar-benar ada. Bahkan dalam berbagai agama dan kepercayaan termasuk kebudayaan beberapa negara, menceritakan kisah banjir besar yang melanda umat Nabi Nuh.

Hanya saja, perbedaan pendapat muncul seputar peristiwa itu. Setidaknya ada dua hal yang hingga kini menjadi kontroversi. Pertama, benarkah banjir besar itu menenggelamkan seluruh dunia. Dan, kedua, apakah seluruh hewan yang ada di muka bumi ini, naik ke kapal Nabi Nuh AS.

A. Banjir Besar Domestik

Para ahli sepakat bahwa, ditenggelamkannya umat Nabi Nuh terjadi karena mereka membangkang atas ajakan Nabi Nuh untuk beriman kepada Allah SWT akibat sebuah banjir yang teramat besar. Berapa besarnya dan seberapa luasnya banjir itu melanda, inilah yang diperselisihkan.

Ada yang berpendapat, banjir besar melanda seluruh dunia. Sehingga tidak ada satu binatang atau seorang manusia pun yang selamat, kecuali mereka yang berada di dalam kapal tersebut.

Namun, pendapat ini dibantah pihak lain. Menurut Harun Yahya, penulis buku Kisah-kisah dalam Alquran, banjir itu hanya terjadi di wilayah tertentu, tempat umat Nabi Nuh berada. Ia menegaskan, banjir Nabi Nuh terjadi hanya regional (domestik) dan tidak terjadi secara global yang menenggelamkan dunia. Ia mendasarkan pendapatnya ini dengan peristiwa yang menimpa kaum 'Ad dan Tsamud. Sementara itu, bagi penganut Kristen dan Katholik, mereka mempercayai peristiwa itu terjadi secara global. Hal ini sebagamana dimuat dalam kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang menyatakan terjadinya banjir bersifat global.

Dalam Alquran disebutkan, ketika Nabi Nuh berdoa : ''Ya Tuhanku, janganlah engkau biarkan seorangpun diantara orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika engkau membiarkan orang-orang kafir itu tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hambaMu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir.'' (QS Nuh 25-27).

Namun, doa itu menurut Ibnu Katsir dalam bukunya Qishash al-Anbiya' menyatakan, hanay ditujukan untuk umat Nabi Nuh, bukan semuanya. Selain itu, umat yang mendiami bumi ini juga terbatas, dan belum merata seperti sekarang ini.

Menurut para ahli, banjir itu hanya menimpa daerah tertentu saja. Yaitu di daerah Mesopotamia yang meliputi wilayah Turki, Iran, Iran dan Rusia. Lantaran daerah itu berupa cekungan raksasa yang luasnya mencapai sekitar sembilan hingga 10 juta hektar atau sekitar 70 persen dari luas pulau Jawa. Sehingga banjir saat itu besarnya bisa disamakan seperti lautan karena puncak bukit setinggi 5000 meter tidak akan nampak pada jarak 250 km.

Dari citraan satelit, lingkup banjir pada saat perahu Nabi Nuh mendarat dapat dilacak dengan membuat garis ketinggian dengan menelusuri level yang sama dengan level dimana perahu ditemukan. Dari sana diketahui, luas area banjir sekitar empat juta hektar. Sedangkan panjang lingkup banjir sekitar 560 km.

B. Sebagian Binatang

Sama halnya dengan banjir besar terjadi secara regional atau global, para ahli juga berbeda pendapat. Pendapat pertama, seluruh hewan dan binatang yang ada di muka bumi, naik ke atas kapal secara berpasang-pasangan. Pendapat kedua, menyatakan, hanya sebagian hewan saja yang naik ke kapal Nabi Nuh. Penjelasan mengenai agar hewan dinaikkan 'hanya' sepasang, telah mengindikasikan tidak semuanya dinaikkan ke kapal.

Bahkan, sejumlah pakar menyatakan, jikalau seluruh hewan dan binatang naik ke kapal, bagaimana mungkin binatang Bison yang ada di Amerika, Komodo di Indonesia, Kanguru di Australia, Panda di Cina, bisa berkumpul dalam waktu singkat ke dalam kapal Nabi Nuh. Selain itu, bagaimana mengumpulkan berbagai jenis serangga, semut, nyamuk, laba-laba dan lainnya secara berpasangan. Sementara, umat Nabi Nuh AS belum diberi kemampuan untuk membedakan jenis kelamin serangga antara jantan dan betina. Wa Allahu A'lamu.

n sya/c84/berbagai sumber

Kamis, 22 Januari 2009

Al-Ghayah wa al-Taqrib :Dasar-dasar Ilmu Fiqih


Al-Ghayah wa al-Taqrib :Dasar-dasar Ilmu Fiqih






Ilmu fiqih merupakan salah satu cabang hukum Islam yang memuat tentang berbagai permasalahan umat dalam kehidupan sehari-hari. Di dalamnya, dibahas tentang masalah, antara lain ubudiyah (ibadah), muamalah (perdagangan dan hubungan antarsesama), jinayah (hukum pidana), dan munakahat (pernikahan).

Kitab-kitab yang membahas masalah tersebut cukup banyak, mulai dari mahzab Maliki, Syafi'i, Hanafi, hingga Hanbali. Dari sekian banyak kitab itu, satu di antaranya adalah al-Ghayah wa al-Taqrib yang ditulis oleh Ahmad bin Husain bin Ahmad al-Isfahani atau yang lebih dikenal dengan nama Abu Syuja' (Bapak Pemberani).

Di pesantren, kitab ini menjadi rujukan para kiai dan santri dalam mempelajari hukum-hukum Islam yang berkaitan dengan kehidupan umat sehari-hari. Menurut Samsul Arifin, seorang sarjana alumnus IAIN Sunan Ampel Surabaya, yang mengangkat salah satu topik bahasan dalam kitab ini, mengatakan, kitab Taqrib merupakan kitab yang sangat padat dalam menjelaskan hukum-hukum fiqih. Di dalamnya diuraikan 16 bab hukum fiqih, mulai dari bab Thaharah (bersuci) sampai ahkam al-i'tqi.

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikmah, Lasem, Rembang, Jawa Tengah, KH Ahmad Zaim Ma'soem, menjelaskan, kitab ini menjadi rujukan para ulama Salaf al-Shalihin (orang-orang saleh zaman dulu). Karena, kitab Taqrib ini sangat lengkap dalam membahas masalah-masalah fiqih.

''Kendati ringkas, kitab ini mengandung makna yang sangat luas. Dan, isinya sangat lengkap dan mudah dipahami setiap orang yang baru belajar tentang fiqih,'' kata Gus Zaim--sapaan akrabnya--kepada Republika.

Selain itu, tambah Gus Zaim, kitab ini juga menjadi rujukan di pesantren-pesantren dalam mempelajari ilmu fiqih. ''Hampir seluruh pesantren tradisional mengenal kitab ini dan syarah-nya. Ia diajarkan sejak berdirinya pesantren hingga saat ini,'' ungkap Ketua Umum Rabithah Ma'ahidil Islamiyah (RMI, Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia) Provinsi Jawa Tengah ini.

Di dalam kitab Taqrib ini, kata Gus Zaim, dibahas tentang dasar-dasar ilmu fiqih, seperti masalah ubudiyah, muamalah, munakahat, dan jinayah.

Dalam bidang ibadah, di antaranya dibahas tentang cara menggunakan air untuk bersuci. Di dalam kitab Taqrib disebutkan, air yang boleh untuk bersuci itu ada tujuh macam air, yaitu air langit, air laut, air sungai, air sumur, air sumber, air salju, dan air embun.

Maksud dari kalimat tersebut adalah ''(Air yang boleh) artinya sah (untuk bersuci itu ada tujuh macam, yakni air langit) artinya yang terjun dari langit, seperti hujan. Kemudian, air laut artinya yang asin, air sungai (yang tawar, yang mengalir), air sumur, air sumber, air salju dan air embun.'' Ketujuh air yang dimaksud tertuang dalam ungkapan berikut: ''Apa yang turun dari langit dan apa yang menyembul dari bumi dalam keadaan bagaimanapun adalah termasuk pokok penciptaan. (Lihat syarah Fath al-Qarib al-Mujib karya Muhammad Ibn Qasim al-Ghazzi, hlm 3).

Kemudian, dalam bab al-Shiyam (bab Puasa), Abu Syuja' menulis tentang syarat-syarat dan kewajiban puasa itu ada empat macam, yaitu Islam, aqil (berakal, tidak gila), baligh (sudah mencapai umur), dan mampu berpuasa.

Dalam bab al-Shiyam ini, Abu Syuja' menulis tentang hal-hal yang harus dilakukan saat berpuasa, hal-hal yang membatalkan puasa, hal-hal yang dianjurkan selama berpuasa, larangan berpuasa, serta sanksi bagi mereka yang melanggar larangan tersebut.

Kemudian, dalam bab Haji, Abu Syuja' juga menulis secara lengkap tentang syarat-syarat haji dan umrah, rukun umrah, rukun haji, wajib haji, dan larangan-larangan selama berhaji.

Sedangkan dalam bab Zakat, Abu Syuja' menerangkan tentang kewajiban berzakat, harta yang wajib dizakati, dan orang yang berhak menerima zakat.

Menurut Abu Syuja', ada lima jenis harta yang wajib untuk dikeluarkan zakatnya, yaitu hewan ternak, barang berharga maksudnya adalah emas dan perak, tanaman, biji-bijian, dan barang perdagangan.

Dijelaskan oleh Al-Ghazzi dalam syarah-nya, Fath al-Qarib, hewan ternak yang wajib dizakati itu ada tiga jenis hewan, yaitu unta, sapi atau kerbau, dan kambing (domba). ''Karena itu, tidak ada kewajiban zakat atas kuda dan hewan hasil persilangan antara kambing dan kijang,'' ungkapnya.

Walaupun isinya sangat ringkas, kata Gus Zaim, kitab Taqrib ini cukup jelas dalam menggambarkan masalah-masalah hukum fiqih. ''Karena isinya yang simpel dan ringkas, kitab ini menjadi rujukan para ulama untuk menjelaskan secara komprehensif mengenai ilmu fiqih,'' paparnya. n sya

-----00000-----

Jadi Rujukan Para Ulama Fikih


Pengarang Kitab Taqrib ini bernama lengkap Ahmad bin Husain bin Ahmad al-Isfahani al-Syafi'i. Namun, ia lebih dikenal dengan nama Abu Syuja' yang berarti Bapak Pemberani. Ia dilahirkan di Kota Isfahan, sebuah kota di Persia, Iran, pada 433 H (1042 M) dan wafat pada 593 H (1196 M) di Kota Madinah.

Julukan yang diberikan para ulama dengan nama Abu Syuja', bukannya tanpa alasan. Ia dikenal akan keberaniannya dalam menegakkan kebenaran dan keadilan. Hal ini berkaitan dengan jabatannya sebagai menteri pada Dnasti Bani Seljuk. Selain Abu Syuja', ia juga dijuluki Syihab Al-Dunya wa al-Din (Bintang Dunia dan Agama). Itu karena kecerdasan dan kepandaiannya dalam bidang agama dan menjadi rujukan para ulama Fikih dalam masalah keagamaan.

Dalam kebenaran, Abu Syuja' tak pernah peduli dengan caci maki, hujatan, dan kecaman dari siapa pun. Ia dengan tegas menyampaikan hukum-hukum Allah. Karena keberaniannya itulah, para ulama menjulukinya, Abu Syuja' (Bapak Pemberani).

Sedangkan, julukan Syihab al-Dunya wa al-Din (Bintang Dunia dan Agama), berkat kepakarannya dalam bidang fikih. Abu Syuja' dikenal sebagai salah seorang ulama penganut Mazhab Syafi'i. Di Basrah, ia mendalami mazhab fikih yang dipelopori Imam Syafi'i selama 40 tahun lebih.

Kecerdasan Abu Syuja' diakui banyak ulama. Bahkan, Kitab Taqrib yang dikarangnya, menjadi rujukan para ulama fikih, khususnya dari Mazhab Syafi'i. Sejumlah kitab yang mensyarahi Kitab Taqrib cukup banyak jumlahnya. Di antaranya, Kifayat al-Akhyar fi Syarh Ghayah al-Ikhtishar karya Imam Taqiyuddin bin Muhammad al-Husaini al-Hishni al-Dimasyqi, wafat tahun 892 H. Kemudian ada Al-Iqna' fi Hall Alfazh Abi Syuja' karya al-Khatib as-Sarbini. Selain itu, ada pula Fath al-Qarib al-Mujib fi Syarh at-Taqrib atau al-Qaul al-Mukhtar fi Syarh Ghayat al-Ikhtishar karya Abu Abdillah Muhammad bin Qasim al-Gazzi, wafat tahun 918 H.

Selain keberanian dan kecerdasannya dalam bidang agama, Abu Syuja' juga dikenal sebaga pribadi yang dermawan. Saat menjabat menteri pada Dinasti Bani Seljuk, ia mengangkat 10 orang pembantu yang bertugas membagi-bagikan hadiah dan sedekah. Kesepuluh orang pembantunya itu diserahi tugas membawa uang 120.000 dinar. Uang sebanyak itu dibagi-bagikan kepada para ulama dan orang-orang saleh.

Dan, di akhir usianya, ia memilih hidup dalam kezuhudan (melepaskan diri dari urusan dunia dan mengabdikan diri semata-mata karena Allah--Red). Seluruh hartanya dilepaskan, lalu ia pergi ke Madinah. Di Kota Nabi ini, kendati pernah menjabat sebagai menteri, Abu Syuja' tak malu melakukan kebiasaan orang-orang kecil. Ia menyapu dan menghamparkan tikar serta menyalakan lampu Masjid Nabawi. Kegiatan ini rutin dilakukannya setiap hari. Tugas ini dilakukannya, setelah salah seorang petugas Masjid Nabawi meninggal dunia. Rutinitasnya ini ia lakukan sampai ajal menjemputnya pada 593 H (1166 M).

*****

Abu Syuja' adalah salah seorang ahli fikih Mazhab Syaf'i yang diberikan umur panjang oleh Allah, yakni 160 tahun menurut kalender hijriyah dan 154 tahun menurut kalender masehi.

Abu Syuja' meninggal dunia di Madinah. Jenazahnya dimakamkan di masjid yang ia bangun sendiri di dekat Bab Jibril, sebuah tempat yang pernah disinggahi Malaikat Jibril. Letak kepalanya berdekatan dengan kamar Makam Nabi SAW dari sebelah timur.

Walaupun usianya sangat panjang, namun fisiknya tetap muda. Konon, tak ada satu pun anggota tubuhnya yang cacat. Ketika ditanyakan apa rahasianya? Abu Syuja' menjawab: ''Aku tak pernah menggunakan satu pun anggota tubuhku untuk berbuat maksiat kepada Allah. Karena di masa mudaku, aku menjaganya dari perbuatan maksiat, maka Allah menjaga anggota tubuhku di usia senja.'' n sya



AQIDAH AL-AWWAM : PELAJARAN TAUHID BAGI PEMULA

AQIDAH AL-AWWAM : PELAJARAN TAUHID BAGI PEMULA

Kitab ini mengajarkan kepada setiap muslim untuk lebih mengenal tentang Rabb-nya, sebagaimana ia mengenal dirinya sendiri.



Di dunia pesantren, khususnya salafiyah, kitab kuning merupakan rujukan bagi sejumlah santri dan kyai untuk menjawab berbagai persoalan kemasyarakatan dalam kehidupan sehari-hari. Hampir tiada hari bagi seorang santri, tanpa bersentuhan dengan kitab kuning. Kitab kuning adalah sebuah buku yang ditulis para ulama Salafiyah (mutaqaddimin; terdahulu), tentang persoalan kehidupan sehari-hari. Umumnya, kitab kuning itu membahas tentang masalah fiqih (shalat, puasa, zakat dan haji), hadits, tasawuf, tata bahasa arab (nahwu, sharaf, balaghah, mantiq), tafsir, aqidah (Tauhid) dan lainnya.

Dinamakan kitab kuning, karena kertasnya berwarna agak merah kekuning-kuningan. Kitab ini ditulis dalam bahasa arab tanpa harakat (baris). Karena itu, di kalangan santri, kitab kuning disebut juga kitab gundul (tanpa harakat).

Dalam bidang aqidah, banyak dibahas tentang keimanan dan hubungan seorang Abid (yang menyembah; hamba) dengan Ma’bud (Yang disembah; Allah), keimanan kepada Rasul-rasul Allah, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Qadla dan Qadar serta Hari Kiamat. Dan salah satu kitab kuning yang membahas tentang aqidah ini adalah ‘Aqidah Al-Awwam karya Sayyid Ahmad Al-Marzuki Al-Maliki, yang ditulis pada tahun 1258 H.

Sesuai dengan namanya ’Aqidah Al-Awwam, yang berarti aqidah untuk orang-orang awam, kitab ini diperuntukkan bagi umat Islam dalam mengenal ke-tauhid-an, khususnya tingkat permulaan (dasar). Karena itu, isi dari kitab ini sangat perlu dan penting untuk diketahui setiap umat Islam. Terlebih bagi mereka yang baru pertama mengenal Islam. ’Aqidah Al-Awwam ini ditulis dalam bentuk syair (nazham). Didalamnya terdapat sekitar 57 bait syair yang berisi pengetahuan yang harus diketahui setiap pribadi muslim.

Nazham ’Aqidah Al-Awwam ini berisi tentang sifat-sifat wajib dan mustahil bagi Allah, sifat wajib dan mustahil bagi Rasul, nama-nama Nabi dan Rasul, nama-nama Malaikat dan tugas-tugasnya. Selain itu, didalamnya juga dibahas tentang pentingnya mengenal nama-nama keluarga dan keturunan Nabi Muhammad SAW dan perjalanan hidup beliau dalam membawa ajaran Islam. Di sebagian masyarakat, materi dari nazam 'Aqidah Al-Awwam ini dikenal dengan sebutan sifat 20.

Begitu pentingnya kitab ini, Syekh Nawawi Al-Syafi’i, kemudian memberikan syarah (keterangan dan penjelasan) tentang ’Aqidah Al-Awwam ini dalam kitabnya Nur Al-Zholam (penerang atau cahaya dalam kegelapan), mengenai kandungan dari nazham tersebut. Syarah Nur al-Zholam ini ditulis Syekh Nawawi sekitar tahun 1277 H.

Nazham dari ’Aqidah al-Awwam ini dimulai dari kalimat : Abda’u bismi Allah wa Al-Rahman wa bi al-Rahimi da’im al-Ihsani (saya memulai dengan nama Allah yang Pengasih dan yang senantiasa memberikan kasih sayang tanpa pernah putus asa). Kemudian diakhiri dengan kalimat wa Shuhuf al-Khalil wa al-Kalimi fi ha Kalam al-Hakam al-Alimi (Dan shuhuf/nabi Khalil (Ibrahim) dan Al-Kalim (Musa)).

Kitab ini terdiri dari beberapa bab (pasal). Bab pertama membahas tentang Sifat-sifat yang wajib dimiliki Allah, sifat jaiz (boleh) dan mustahil bagi Allah. Jumlahnya ada 41 sifat yang terdiri atas 20 sifat wajib, 20 sifat mustahil dan satu sifat jaiz bagi Allah.

Karena itu, menurut pengarang kitab ini, wajib hukumnya bagi orang mukallaf (orang yang terbebani hukum syariat) untuk mengetahui sifat-sifat Allah tersebut. Ke-20 sifat wajib bagi Allah adalah : wujud (ada; (QS Thaha:14, Al- Rum:8, Al-Hadid:3), qodim (terdahulu), baqa' (kekal; QS Ar Rohman: 26–27 dan Al-Qashas : 4), Mukhalafatuhu li al-Hawaditsi (berbeda dengan makhluk ciptaan-Nya; (QS As Syuro;11, Al-Ikhlas:4), Qiyamuhu bi Nafsihi (berdiri sendiri; QS Thoha:111, Al-Faathir:15 dan Al-Ankabut:6), Wahdaniyah (Maha Esa; QS Al-Ikhlash:1-4, Az Zumar:4), Qudrah (Maha Berkuasa; QS An-Nur:45, Al-Faathir:44), Iradah (Maha Berkehendak; QS An-Nahl;40, Al-Qashash:68), 'Ilmu (Maha Mengetahui; QS.Ali Imran:26, Asy-Syuura:94–50, Al-Mujadalah:7), Hayyu (Maha Hidup; QS Al-Furqon:58, Al-Mu'min:65, Thaha:111), Sama' (Maha Mendengar; (QS.Al-Mujadalah:1, Thaha:43-46)), Bashar (Maha Melihat; (QS Al-Mujadalah:1, Thaha : 43-46), Kalam (Maha Berbicara; QS. An Nisa:164, Al-A’raaf:143). Kemudian Qodirun (Berkuasa), Muridun (Berkendak), 'Aliman (Mengetahui, Berilmu), Hayyan (Hidup), Sami'an (Mendengar), Bashiran (Melihat), Mutakalliman (Berbicara).

Ke-20 sifat tersebut terbagi lagi menjadi 4 bagian, yaitu Nafsiyah (jiwa, sifat wujud), salbiyah (meniadakan: Qidam, Baqa’, Mukholafatuhu Lilhawaditsi, Qiyamuhu binafsihi dan Wahdaniyah), Ma'any (karena sifat ini menetapkan pada Allah makna Wujudnya yang menetap pada Zat-nya yang sesuai dengan kesempurnaannya. Sifat Ma’ani ini ada tujuh yaitu sifat berkuasa, berkehendak, berilmu, hidup, mendengar, melihat dan berbicara. Sedangkan yang terakhir adalah sifat Ma'nawiyah, yang bernisbat pada sifat ma’ani yang merupakan cabang dari sifat ma’nawiyah. Disebut ma’nawiyah karena sifat itu menetap pada sifat ma’ani, yaitu bahwa Allah Maha berkuasa, berkehendak, berilmu, hidup, mendengar, melihat, dan berbicara.

Sementara itu, lawan dari sifat wajib adalah mustahil. Ke-20 sifat mustahil bagi Allah itu adalah 'Adam (tidak ada); Hudust (baru); Fana (rusak); Mumatsilah lilhawaditsi (sama dengan makhluknya); A'damu Qiyamuhu binafsihi (tidak berdiri sendiri); Ta'dud (berbilang); A'juzn (dlaif; lemah); Karahah (terpaksa); Jahlun (bodoh); Mautun (mati); Shomamun (tuli); 'Umyun (buta); Bukmun (bisu); Kaunuhu A'jizan (Dzat yang lemah); Kaunuhu Kaarihan (Dzat yang terpaksa); Kaunuhu Jaahilan (Dzat yang bodoh); Kaunuhu Mayyitan (Dzat yang mati); Kaunuhu Ashomma (Dzat yang tuli); Kaunuhu A'maa (Dzat yang buta); Kaunuhu Abkamu (Dzat yang bisu).

Sedangkan sifat Jaiz (boleh) bagi Allah Ta’ala adalah sesuatu yang akan diciptakan tergantung pada Allah, apakah akan diciptakan atau tidak. Pengarang Nadhom (Al-Marzuky) berkata : Dengan karunia dan keadilanNya, Allah memiliki sifat boleh (wenang) yaitu boleh mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya. Keterangan ini berdasarkan firman Allah: “Dan Tuhanmu menetapkan apa yang Dia kehendakidan memilihnya, tidak ada pilihan bagi mereka” (QS Al-Qashash:68 dan Al-Baqarah:284).

Pasal kedua kitab ini membahas tentang sifat-sifat yang dimiliki oleh Nabi dan Rasul serta jumlah Nabi dan Rasul. Adapun sifat itu adalah sifat wajib, mustahil dan boleh (jaiz). Sifat wajib itu adalah Fathonah (cerdas) lawannya adalah baladah (bodoh), Siddiq (jujur) lawannya Kidzib (bohong), Tabligh (menyampaikan risalah atau wahyu) lawannya adalah Kitman (menyembunyikan atau menyimpan) dan Amanah (dapat dipercaya) lawannya Khianat (tidak dapat dipercaya).

Dan sifat Jaiz pada haknya para Nabi dan Rasul adalah adanya sifat-sifat (yang bisa terjadi) pada manusia yanag tidak menyebabkan terjadinya pengurangan pada martabat (kedudukan) mereka (Nabi dan Rasul) yang tinggi.

Dari keterangan ini, maka lengkaplah aqidah yang perlu diketahui setiap orang Islam tentang sifat-sifat Allah dan Rasul-rasulnya yang berjumlah 50 sifat, yaitu sifat Wajib bagi Allah (20), mutahil (20), Wajib bagi Rasul (4), sifat mustahil bagik rasul (4) dan sifat Jaiz bagi Allah dan Rasul (masing-masing 1 sifat).


Nabi dan Rasul

Sementara itu, mengenai jumlah Nabi dan Rasul, Alquran tidak pernah menyebutkannya. Hanya saja, yang wajib diketahui berjumlah 25 orang. Mereka adalah Nabi Adam, Idris, Nuh, Hud, Sholeh, Ibrahim, Luth, Ismail, Ishaq, Ya'qub, Yusuf, Ayyub, Syuaib, Harun, Musa, Ilyasa', Dzulkifli, Dawud, Sulaiman, Ilyas, Yunus, Zakaria, Yahya, Isa dan Toha (Muhammad SAW). Para nabi dan rasul ini didalam Alquran disebutkan sebanyak 18 Rasul dalam surah Al-An'am, dan tujuh Rasul lainnya pada berbagai ayat pada surah-surah lainnya.

Para ulama berselisih pendapat mengenai jumlah Nabi dan Rasul. Ada yang menyebutkan jumlah Nabi mencapai 124 ribu orang sedangkan jumlah Rasul sebanyak 313 orang, sebagaiman yang di riwayatkan oleh Ibnu Mardawiyah dari Abu Dzar ra. Lihat Ibnu Katsir i/585 ).

Sementara itu, Syaikh Al-Bajuri berpendapat jumlah Nabi dan rasul itu tidak terbatas. ''Pendapat yang shahih (benar) mengenai para Nabi dan Rasul adalah tidak membatasi jumlah dengan hitungan tertentu. Karena hal itu bisa menetapkan kenabian pada seorang yang realitasnya bukan Nabi atau sebaliknya menabikan kenabian pada seorang padahal realitasnya dia benar-benar Nabi.''

Keterangan Bajuri ini, kata pengarang Kitab ini bersumber pada Al-Quran surah An-Nisa ayat 164. ''Dan (Kami telah mengutus) Rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu dan para Rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu.''

Sementara itu, mengenai Malaikat Allah jumlahnya sangat banyak. Hanya saja, menurut Al-Marzuqy, mereka yang wajib diketahui berjumlah 10 orang, yakni Jibril (menyampaikan wahyu), Mikail (menurunkan hujan), Isrofil (meniup terompet), Izrail (pencabut nyawa), Munkar dan Nakir (bertanya kepada manusia yang telah meninggal di alam kubur), Rakib dan Atid (pencatat amal baik dan buruk manusia), Ridwan (penjaga Surga) dan Malik (penjaga neraka).

"Mereka tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."(QS. At Tahrim : 6). Dan diantara mereka terdapat malaikat yang bertugas sebagai juru tulis (Al-Katabah), penjaga (Al-Hafadlotu), penjaga Arsy, pembaca tasbih (AI-Musabbihun), memintakan ampunan orang-orang mukmin (Al-Mustaghfirur li Al-Mu'minin), senantiasa sujud (As-saajidun), mengatur barisan (Ash-shoofun), yang mengatur peredaran siang dan malam hari, pemberi rahmat, malaikat yang berjalan mencari majelis dzikir dan lain sebagainya.

Dalam syarah Nur Al-Zholam disebutkan, kitab 'Aqidah Al-Awwam sangat penting untuk dipelajari dan diketahui oleh setiap orang mukallaf. Dengan mengenal sifat-sifat Allah, dia akan mengenal dirinya sendiri, begitu juga sebaliknya. ''Man 'Arafa nafsah, faqad 'arafa Rabbah,'' (Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka dia akan mengenal Tuhan-Nya). Dengan mengenal Tuhan-Nya, maka dia akan senantiasa untuk taat dalam menjalankan perintah Allah, dan menjauhi segala larangan-Nya. Wa Allahu A'lamu.

n sya

------------000------


PUJANGGA MESIR YANG JADI MUFTI DI MAKKAH


Al-Marzuqy atau yang lebih dikenal dengan nama Abu Al-Fauzy adalah seorang pujangga yang hidup di tahun 1281 H/1864 M. sehari-harinya, Al-Marzuqy adalah seorang tenaga pengajar (al-Mudarris) dan juga Mufti di Makkah.

Nama lengkap adalah Syekh Ahmad bin Muhammad bin Sayid Ramadhan Mansyur bin Sayid Muhammad al-Marzuqi Al-Hasani. Lahir di Mesir pada tahun 1205 H. Karena kecerdasan dan penguasaannya di bidang keilmuan, Marzuqy diangkat sebagai Mufti madzhab Maliki di Makkah menggantikan saudaranya ketika saudaranya Sayid Muhammad wafat (1261 H). Di masjid Makkah al-Mukaramah, Marzuqi mengajar Al-Qur’an, Tafsir dan ilmu-ilmu Syariah. Diantara guru-gurunya adalah Syekh al-Kabir Sayid Ibrahim al-‘Ubaidi yang pada masanya adalah sosok yang konsentrasi di bidang Qiraaah al-Asyrah (Qiraah 10). Dan diantara murid-muridnya adalah Syekh Ahmad Dahman (1260-1345 H), Sayid Ahmad Zaini Dahlan (1232-1304 H), Syekh Thahir al-Takruni, dan lainnya.

Al-Marzuqy dikenal sebagai penulis kitab ‘Aqidah Al-Awwam’ yang berisi sebanyak 57 bait syair. Ia begitu lincah dalam menuliskan qolam-nya (pena), terutama menyangkut puji-pujian kepada Allah dan Rasulullah SAW. Dan salah satu karyanya yang terkenal adalah ‘Aqidah Al-Awwam, yaitu Aqidah untuk orang-orang awam. Begitu pentingnya pelajaran yang bisa diambil dari 'Aqidah Al-Awwam ini, Syekh Nawawi Al-Syafi’i juga turut memberikan syarah ‘Aqidah Al-Awwam’ ini dengan nama Nur Al-Dholam (Cahaya dalam Kegelapan).


Sebuah Syair dari Rasulullah

Ada kisah menarik dibalik penulisan nazam ‘Aqidah Al-Awwam ini. Dalam syarah Nur Dholam disebutkan, pada suatu malam yang sudah larut, tepatnya pada tanggal 6 Rajab 1258 H, Marzuqy bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW yang disampingnya berjejer para sahabat-sahabat Nabi SAW. Marzuqy menceritakan, dalam mimpi itu, Rasulullah SAW menyuruhnya untuk membacakan Manzhumah at-Tawhid (yaitu syair Aqidah al-Awwam).

‘’Bacalah, Manzhumah At-Tawhid yang akan menjamin surga dan tercapai maksud baiknya bagi yang menghafalnya.’’

Marzuqy pun bertanya : Nazam apa gerangan Ya Rasulullah?’’ Nabi kemudian membacakan nazam tersebut. ‘’Abda’u Bismillahi warrahmani hingga kalimat wa Shuhuf al-Khalil wa al-Kalimi fiha Kalam al-Hakam al-Alimi. Marzuqy pun lantas menirukannya.

Dan ketika terbangun dari tidurnya, Marzuqy mencoba Mengingat dan membaca nazam tersebut. Dan atas kehendak Allah, nazam itu mampu dihafal Marzuqy dengan baik. Ia pun kemudian mencatat nazam tersebut hingga bisa dinikmati oleh umat Islam di seluruh dunia hingga kini.

Karya Marzuqy ini, menjadi catatan penting dalam hidupnya. Sebab, beberapa bulan setalah peristiwa itu, Ia kemudian bermimpi berjumpa kembali dengan Rasulullah SAW. Tepatnya malam Jumat menjelang subuh, tanggal 28 Dzulqa’dah. Pada pertemuannya kali ini, Rasulullah SAW memintanya kembali untuk membacakan nazam Aqidah Al-Awwam tersebut. ‘’Bacalah apa yang telah kau hafal,’’ kata Rasul.

Marzuqy kemudian membacakannya dari awal hingga akhir. Dan setiap kali Marzuqy selesai membaca satu bait nazam tersebut, para sahabat Nabi selalu mengitari (berputar mengelilingi) Marzuqy dan meng-amini-nya. Setelah selesai, Rasulullah SAW pun berdoa untuknya.

Semula, nazam Aqidah Al-Awwam ini berjumlah 26 bait, sebagaimana yang didapatkannya dalam mimpi. Kemudian, ia menambahkannya lagi sebanyak 31 bait, sehingga menjadi 57 bait. Nazam tambahan tersebut dimulai dari Wa Kullu ma Ata bihi Al-Rasul. Menurut beberapa riwayat, penambahan yang dilakukan Marzuqy dalam nazam Manzhumah At-Tawhid tersebut dikarenakan rasa cinta dan rindunya kepada Rasulullah SAW.

Beberapa karya Marzuqy antara lain 'Aqidah al-Awwam, Tahsil nail al-maram li Bayan Manzumah Aqidatul Awam (1326 H), Bulugh al-Maram li Bayan Alfadz Maulid Sayid al-Anam Fi Syarh Maulid Ahmad Al-Bukhari (1282 H), Bayan Al-Ashli fi Lafdz bi Afdzal, Tashil al-Adhan Ala Matan Taqwim al-Lisan fi Al-Nahwi li al-Khawarizmi al-Baqali, Al-Fawaid al-Marzuqiyah al-Zurmiyah, Mandzumah fi Qawaid al-Sharfi wa al-Nahwi dan Matan Nazam fi Ilm al-Falak. Wa Allahu A’lam.

n sya

YUSUF AL-QARDHAWI : ULAMA PROGRESIF YANG KONTROVERSIAL

YUSUF AL-QARDHAWI : ULAMA PROGRESIF YANG KONTROVERSIAL




Qardhawi seringkali mengkritik kebijakan pemerintah setempat dan para ulama lainnya yang dianggap membuat dikotomi ajaran Islam.



Di berbagai negara di dunia, nama Dr Yusuf Qardhawi (ada yang menulisnya dengan Yusuf Qaradhawi), sangat populer. Qardhawi dikenal sebagai ulama yang berani dan kritis. Pandangannya sangat luas dan tajam. Karena itu, banyak pihak yang merasa 'gerah' dengan berbagai pemikirannya yang seringkali dianggap menyudutkan pihak tertentu, termasuk pemerintah Mesir. Akibat pandangan-pandangannya itu pula, tak jarang pria kelahiran Shafth Turaab, Mesir pada 9 September 1926 ini harus mendekam dibalik jeruji besi. Namun demikian, ia tak pernah berhenti menyuarakan dan menyampaikan pandangannya, dalam membuka cakrawala umat.

Hingga saat ini, ratusan buku telah ia tulis dan sudah diterjemahkan kedalam berbagai bahasa di dunia. Buku-buku Qardhawi, membahas berbagai hal terkait kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Mulai dari urusan rumah tangga hingga negara dan demokrasi.

Sejak kecil, Qardhawi sudah dikenal sebagai anak yang pandai dan kritis. Pada usia 10 tahun, ia sudah hafal Alquran. Ia menyelesaikan pendidikannya di Ma'had Thantha dan Ma'had Tsanawi. Setelah itu, Qardhawi terus melanjutkan ke Universitas al-Azhar, Fakultas Ushuluddin, dan lulus tahun 1952. namun, gelar doktoralnya baru diperoleh pada tahun 1972 dengan disertasi berjudul "Zakat dan Dampaknya Dalam Penanggulangan Kemiskinan." Disertasinya telah disempurnakan dan dibukukan dengan judul Fiqh Zakat. Sebuah buku yang sangat konprehensif membahas persoalan zakat dengan nuansa modern.

Keterlambatannya meraih gelar doktoral itu bukannya tanpa alasan. Sikap kritislah yang membuatnya baru bisa meraih gelar doktor pada tahun 1972. Untuk menghindari kekejaman rezim yang berkuasa di Mesir, Qardhawi harus meninggalkan tanah kelahirannya menuju Qatar pada tahun 1961. Disana, ia sempat mendirikan Fakultas Syariah di Universitas Qatar. Pada saat yang sama, ia juga mendirikan Pusat Kajian Sejarah dan Sunnah Nabi. Ia mendapat kewarganegaraan Qatar dan menjadikan Doha sebagai tempat tinggalnya.

Namun, sebelum itu, ia sudah merasakan kerasnya kehidupan penjara. Saat berusia 23 tahun, Qardhawi muda harus mendekam dipenjara akibat keterlibatannya dalam pergerakan Ikhwanul Muslimn saat Mesir masih dijabat Raja Faruk tahun 1949. Setelah bebas dari penjara, ia lagi-lagi menyuarakan kebebasan. Karena khutbah-khutbahnya yang keras, dan mengecam keridakadilan yang dilakukan rezim berkuasa, Ia harus berurusan dengan pihak berwajib. Bahkan, ia sempat dilarang untuk memberikan khutbah di sebuah Masjid di daerah Zamalik. Alasannya, khutbah-khutbahnya dinilai menciptakan opini umum tentang ketidakadilan rezim saat itu.

Akibatnya, tahun 1956 (April) ia kembali ditangkap saat terjadi Revolusi di Mesir. Setelah beberapa bulan, pada Oktober 1956, Qardhawi kembali mendekam di penjara militer selama dua tahun. Setelah berkali-kali mendekam dibalik jeruji besi, Qardhawi akhirnya meninggalkan Mesir tahun 1961 menuju Qatar. Di Qatar ini, Qardhawi lebih leluasa mengungkapkan pemikiran-pemikirannya.

Sikap moderat Qardhawi terlihat dalam mendidik putra-putrinya. Dari tujuh orang anaknya (empat putri dan tiga putra), hanya satu orang yang mengambil pendidikan agama. Selebihnya ada yang mengambil fisika, kimia, elektro dan lainnya. Ia membebaskan anak-anaknya menuntut ilmu apa saja yang sesuai dengan minat dan bakat serta kecenderunga masing-masing. Salah seorang putrinya memperoleh gelar doktor fisika dalam bidang nuklir dari Inggris. Putri keduanya memperoleh gelar doktor dalam bidang kimia juga dari Inggris, sedangkan yang ketiga masih menempuh S3. Adapun yang keempat telah menyelesaikan pendidikan S1-nya di Universitas Texas Amerika.

Anak laki-laki yang pertama menempuh S3 dalam bidang teknik elektro di Amerika, yang kedua belajar di Universitas Darul Ulum Mesir. Sedangkan yang bungsu telah menyelesaikan kuliahnya pada fakultas teknik jurusan listrik.

Dilihat dari beragam pendidikan anak-anaknya, masyarakat bisa membaca sikap dan pandangan Qardhawi terhadap pendidikan modern. Menurut Qardhawi, semua ilmu (bisa islami dan tidak islami), tergantung kepada orang yang memandang dan mempergunakannya. Dan ia menolak pembagian ilmu secara dikotomis. Pemisahan ilmu secara dikotomis itu, menurut Qardhawi, telah menghambat kemajuan umat Islam.

Karena sikapnya ini pula, banyak pihak yang mengecam Qardhawi bahkan dianggap menyimpang. Bahkan, sebagian diantara para pemikir mencap dirinya sebagai orang yang mendukung pendidikan barat yang bisa merusak akhlak generasi muda. Namun demikian, ia menanggapi semua tuduhan yang ditujukan kepada dirinya dengan sikap lapang dada.

Salah seorang yang menuduhnya menyimpang adalah Abu Afifah. Dalam sebuah artikelnya; ''Siapakah Yusuf Al-Qardhawi, Abu Afifah menyebutkan Qardhawi sebagai seorang ahlul bid'ah. ''Sesungguhnya bencana yang tengah menimpa umat dewasa ini adalah menjamurnya kelompok-kelompok orang yang berani memanipulasi (memalsukan) “selendang ilmu” dengan mengubah bentuk syari’at Islam dengan istilah “tajdidi” (pembaharuan), mempermudah sarana-sarana kerusakan dengan istilah “fiqih taysiir” (fiqih penyederahanaan masalah), membuka pintu-pintu kehinaan dengan kedok “ijtihad” (upaya keras untuk mengambil konklusi hukum Islam), melecehkan sederet sunnah-sunnah Nabi dengan kedok “fiqih awlawiyyat” (fiqih prioritas), dan berloyalitas (menjalin hubungan setia) dengan orang-orang kafir dengan alasan “memperindah corak (penampilan) Islam”.

Selain Abu Afifah, masih banyak tokoh lain yang meminta agar umat Islam berhati-hati terhadap setiap gagasan Qardhawi. Diantaranya Syeikh Shalih Alu Fauzan, yang mengkritik kitab yang ditulis Qardhawi (Al-I’laam binaqdi Al-Kitab Al-Halal wa Al-Haram (Kritik terhadap kitab Halal dan Haram karya Yusuf Qardhawi) dan Syeikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’iy pengarang kitab Ar-Raddu ‘Ala Al-Qardhawi, serta Sulaiman bin Shalih Al-Khurasyi. Wa Allahu A'lamu.

n sya/berbagai sumber

-----00000------


Beberapa Sikap Kontroversi Qardhawi

1. Mendukung masuknya Partai Kupu-Kupu Italia ke dalam parlemen yaitu sebuah partai politk para pelacur. Menurut Qardhawi, Partai Kupu-Kupu ini mengaspirasikan hak demokrasinya. Jika anda menolak keberadaannya atau menolak masuknya ke parlemen atau menolak keikutsertaannya dalam penghitungan dengan suara anggotanya, maka anda tidak demokratis, dan tindakan ini melawan demokrasi.

2. Sikap Qardhawi terhadap orang Kafir. Qardhawi berkata : “Sesungguhnya rasa cinta (persahabatan) seorang muslim dengan non-muslim bukan merupakan dosa.” “Semua urusan yang berlaku di antara kita (maksudnya : kaum muslimin dan orang-orang Nashrani) menjadi tanggungjawab kita bersama, karena kita semua adalah warga dari tanah air yang satu, tempat kembali kita satu, dan umat kita adalah umat yang satu. Aku mengatakan sesuatu tentang mereka, yakni saudara-saudara kita yang menganut agama Masehi (Kristen) – meskipun sementara orang mengingkari perkataanku ini – “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara”. Ya, kita (kaum muslimin) adalah orang-orang beriman, dan mereka (para penganut agama Kristen) juga orang-orang beriman dilihat dari sisi lain.

3. Sikapnya terhadap Ahli Bid'ah. Qardhawi membela golongan Rafidhah, yaitu pewaris golongan Mu'tazilah. Kelompok Rafidhah ini diketahui memasukkan sekitar 10 persen paham Mu'tazilah yang dianggap sesat dan menyamakan dirinya dengan Abu Jahal. Qardhawi menilai, upaya membangkitkan perselisihan dengan mereka sebagai pengkhianatan terhadap umat Islam. Qardhawi menilai kutukan yang dilontarkan kaum Rafidhah terhadap para sahabat Nabi, tahrif (mengubah lafazh dan makna) Al Qur’an yang mereka lakukan, pendapat mereka bahwa imam-imam mereka terpelihara dari kesalahan (ma’shum), dan pelaksanaan ibadah haji mereka di depan monumen-monumen kesyirikan, dan kesesatan-kesesatan mereka yang lainnya, semua itu hanya merupakan perbedaan pendapat yang ringan dalam masalah aqidah.

4. Sikapnya terhadap Sunnah (Hadits). Qardhawi menyatakan, seorang wanita diperbolehkan menjadi pemimpin. Ia menyangkal hadits yang diriwayatkan Bukhari, yaitu : “Tidak akan beruntung suatu kaum (bangsa) yang menguasakan urusan (pemerintah) mereka kepada wanita”. (HR Bukhari). Menurutnya, ketentuan (hadits) ini hanya berlaku di zaman Rasulullah, di mana hak untuk menjalankan pemerintahkan ketika itu hanya diberikan kepada kaum laki-laki. Adapun di zaman sekarang ini ketentuan ini tidak berlaku”.

Selain masalah diatas, masih banyak sikap Qardhawi yang dianggap menyimpang oleh sebagian yang lain dan menempatkannya sebagai ahlul bid'ah, namun sebagian lagi menganggap sikap Qardhawi itu sebagai sikap yang berani dalam membahas sebuah persoalan secara lebih jelas. Karena itu, di Mesir terhadap sekelompok orang yang menamakan dirinya Qaradhawiyan (penggikut Qardhawi). Wa Allahu A'lamu.

n sya/berbagai sumber

---------000000------

Buku-buku karya Qardhawi



Yusuf Qardhawi telah menulis berbagai buku dalam perlbaga bidang kelimuan Islam, seperti bidang sosial, dakwah, fiqh, demokrasi dan lain sebagainya. Buku karya Qardhawi sangat diminati uamt Islam di berbagai penjuru dunia. Bahkan, banyak buku-buku atau kitabnya yang telah dicetak ulang hingga puluhan kali dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.

Berikut sejumlah buku karya Qardhawi.

A. Dalam bidang Fiqh dan Usul Fiqh. Sebagai seorang ahli fiqh, Qardhawi telah menulis sedikitnya 14 buah buku, baik Fiqh maupun Ushul Fiqh. Antara lain, Al-Halal wa al-Haram fi al-Islam (Halal dan Haram dalam Islam), Al-Ijtihad fi al-Shari’at al-Islamiah (Ijtihad dalam syariat Islam), Fiqh al-Siyam ( Hukum Tentang Puasa), Fiqh al-Taharah (Hukum tentang Bersuci), Fiqh al-Ghina’ wa al-Musiqa (Hukum Tentang Nyayian dan Musik).

B. Ekonomi Islam. Dalam bidang ekonomi Islam, buku karya Qardhawi antara lain, Fiqh Zakat, Bay’u al-Murabahah li al-Amri bi al-Shira; ( Sistem jual beli al-Murabah), Fawa’id al-Bunuk Hiya al-Riba al-Haram, (Manfaat Diharamkannya Bunga Bank), Dawr al-Qiyam wa al-Akhlaq fi al-Iqtisad al-Islami (Peranan nilai dan akhlak dalam ekonomi Islam), serta Dur al-Zakat fi alaj al-Musykilat al-Iqtisadiyyah (Peranan zakat dalam Mengatasi Masalah ekonomi).

C. Pengetahuan tentang al-Quran dan al-Sunnah.

Qardhawi menulis sejumlah buku dan kajian mendalam terhadap metodologi mempelajari Alquran, cara berinterakhsi dan pemahaman terhadap Alquran maupun Sunnah. Buku-bukunya antara lain Al-Aql wa al-Ilm fi al-Quran (Akal dan Ilmu dalam al-Quran), Al-Sabru fi al-Quran (Sabar dalam al-Quran), Tafsir Surah al-Ra’d dan Kayfa Nata’amal ma’a al-Sunnah al-Nabawiyyah (Bagaimana berinteraksi dengan sunnah).

D. Akidah Islam. Dalam bidang ini Qardhawi menulis sekitar emnpat buku, antara lain Wujud Allah (Adanya Allah), Haqiqat al-Tawhid (Hakikat Tauhid),Iman bi Qadr (Keimanan kepada Qadar),

E. Dakwah dan Pendidikan. Karyanya antara lain, Thaqafat al-Da’iyyah (Wawasan Seorang Juru Dakwah), Al-Rasul wa al-Ilmi (Rasul dan Ilmu), Al-Ikhwan al-Muslimun sab’in Amman fi al-Da’wah wa al-Tarbiyyah (Ikhwan al-Muslimun selama 70 tahun dalam dakwah dan Pendidikan).

Selain karya diatas, Qardhawi juga banyak menulis buku tentang Tokoh-tokoh Islam seperti Al-Ghazali, Para Wanita Beriman dan Abu Hasan Al-Nadwi. Qardhawi juga menulis buku Akhlak berdasarkan Alquran dan al-Sunnah, Kebangkitan Islam, Sastra dan Syair serta banyak lagi yang lainnya.

n sya/eramuslim.com

IBNU TAIMIYAH : Tokoh Pembaru Islam

IBNU TAIMIYAH
Tokoh Pembaru Islam

Banyak ulama dan penguasa yang tidak suka dengan pemikirannya.


Nama besar Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyah, sudah tak asing lagi di telinga umat Islam. Ketokohan dan keilmuannya sangat disegani. Hal ini dikarenakan luasnya ilmu yang dimiliki serta ribuan buku yang menjadi karyanya. Sejumlah julukan diberikan Ibnu Taimiyah, antara lain Syaikhul Islam, Imam, Qudwah, 'Alim, Zahid, Da'i, dan lain sebagainya.

Ulama ini bernama lengkap Ahmad bin Abdis Salam bin Abdillah bin Al-Khidir bin Muhammad bin Taimiyah An-Numairy al-Harrany al-Dimasyqy. Ia dilahirkan di Harran, sebuah kota induk di Jazirah Arabia yang terletak di antara sungai Dajalah (Tigris) dan Efrat, pada Senin, 12 Rabi'ul Awal 661 H (1263 M).

Dikabarkan, Ibnu Taimiyah sebelumnya tinggal di kampung halamannya di Harran. Namun, ketika ada serangan dari tentara Tartar, bersama orang tua dan keluarganya, mereka hijrah ke Damsyik. Mereka berhijrah pada malam hari untuk menghindari serangan tentara Tartar tersebut. Mereka membawa sebuah gerobak besar yang berisi kitab-kitab besar karya para ulama. Disebutkan, orang tua Ibnu Taimiyah adalah seorang ulama juga yang senantiasa gemar belajar dan menuntut ilmu. Ia berharap, kitab-kitab yang dimilikinya bisa diwariskan kepada Ibnu Taimiyah.

Konon, sejak kecil Ibnu Taimiyah sudah menunjukkan kecerdasannya. Ketika masih berusia belasan tahun, Ibnu Taimiyah sudah hafal Alquran dan mempelajari sejumlah bidang ilmu pengetahuan di Kota Damsyik kepada para ulama-ulama terkenal di zamannya.

Disebutkan dalam kitab al-Uqud al-Daruriyah, suatu hari ada seorang ulama dari Halab (sebuah kota di Syria), sengaja datang ke Damsyik untuk melihat kemampuan si bocah yang bernama Ibnu Taimiyah, yang telah menjadi buah bibir masyarakat. Ketika bertemu, ulama ini menguji kemampuan Ibnu Taimiyah dengan menyampaikan puluhan matan hadis sekaligus. Di luar dugaan, Ibnu Taimiyah dengan mudah menghapal hadis tersebut lengkap matan dan sanadnya. Hingga ulama tersebut berkata, ''Jika anak ini hidup, niscaya Ia kelak mempunyai kedudukan besar, sebab belum pernah ada seorang bocah yang memiiki kemampuan seperti dia.''

Berkat kecerdasannya, ia dengan mudah menyerap setiap pelajaran yang diberikan. Bahkan, ketika usianya belum menginjak remaja, ia sudah menguasai ilmu ushuluddin (teologi) dan memahami berbagai disiplin ilmu, seperti tafsir, hadis, dan bahasa Arab. Sehingga, banyak ulama yang kagum akan kecerdasannya. Dan ketika dewasa, kemampuan Ibnu Taimiyah pun semakin matang.

Pada umurnya yang ke-17, Ibnu Taimiyah sudah siap mengajar dan berfatwa, terutama dalam bidang ilmu tafsir, ilmu ushul, dan semua ilmu-ilmu lain, baik pokok-pokoknya maupun cabang-cabangnya. ''Ibnu Taimiyah mempunyai pengetahuan yang sempurna mengenai rijalul hadis (mata rantai sanad, periwayat), ilmu al-Jahru wa al-Ta'dil, thabaqat sanad, pengetahuan tentang hadis sahih dan dlaif, dan lainnya,'' ujar Adz-Dzahabi.

Sejak kecil, Ibnu Taimiyah hidup dan dibesarkan di tengah-tengah para ulama besar. Karena itu, ia mempergunakan kesempatan itu untuk menuntut ilmu sepuas-puasnya dan menjadikan mereka sebagai 'ilmu berjalan.'

Karena penguasaan ilmunya yang sangat luas itu, ia pun banyak mendapat pujian dari sejumlah ulama terkemuka. Antara lain, Al-Allamah As-Syaikh Al-Karamy Al-Hambali dalam kitabnya Al-Kawakib Al-Darary, Al-Hafizh Al-Mizzy, Ibnu Daqiq Al-Ied, Abu Hayyan An-Nahwy, Al-Hafizh Ibnu Sayyid An-Nas, Al-Hafizh Az-Zamlakany, Al-Hafidh Adz-Dzahabi, dan ulama lainnya.

''Aku belum pernah melihat orang seperti Ibnu Taimiyah, dan belum pernah kulihat ada orang yang lebih berilmu terhadap Kitabullah dan Sunah Rasulullah SAW selain dirinya,'' ungkap Al-Mizzy. ''Kalau Ibnu Taimiyah bukan Syaikhul Islam, lalu siapa dia ini?'' kata Al-Qadli Ibnu Al-Hariry.


Teguh pendirian

Disamping dikenal sebagai Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyah juga dikenal sebagai sosok ulama yang keras dan teguh dalam pendirian, sesuai dengan yang disyariatkan dalam Islam. Dia dikenal pula sebagai seorang mujaddid (pembaru) dalam pemikiran Islam.

Ia pernah berkata, ''Jika dibenakku ada suatu masalah, sedangkan hal itu merupakan masalah yang musykil (ragu) bagiku, aku akan beristigfar 1000 kali, atau lebih atau kurang, hingga dadaku menjadi lapang dan masalah itu terpecahkan. Hal itu aku lakukan baik di pasar, masjid, atau madrasah. Semuanya tidak menghalangiku untuk berzikir dan beristigfar hingga terpenuhi cita-citaku.''

Tak jarang, pendapatnya itu menimbulkan polemik di kalangan ulama, termasuk mereka yang tidak suka dengan Ibnu Taimiyah. Karena ketegasan sikapnya dan kuatnya dalil-dalil naqli dan aqli yang dijadikannya sebagai hujjah (argumentasi), ia tak segan-segan melawan arus. Ulama yang tidak suka dengannya kemudian menyebutnya sebagai ahlul bid'ah dan pembuat kerusakan dalam syariat.

Ibnu Taimiyah juga banyak dikecam oleh ulama Syiah dan menyebutnya sebagai orang yang tidak suka terhadap ahlul bayt (keturunan Rasul dari Fatimah RA dan Ali bin Abi Thalib RA). Ia juga banyak dikecam oleh para ulama wahabi dengan menganggapnya sebagai seorang ulama yang merusak akidah Islam.

Karena dianggap berbahaya, termasuk oleh penguasa setempat, ia kemudian dizalimi dan dimasukkan ke dalam penjara. Di penjara, ia justru merasakan kedamaian, sebab bisa lebih leluasa mengungkapkan pikirannya dan menuangkannya dalam tulisan-tulisan. Beberapa karyanya berasal dari ide-idenya selama di penjara.

Di penjara, ia juga banyak menyampaikan persoalan-persoalan keagamaan. Hingga akhirnya, banyak narapidana yang belajar kepadanya. Beberapa di antaranya, yang diputuskan bebas dan berhak keluar dari penjara, malah menetap dan berguru kepadanya.

Ia wafat di dalam penjara Qal'ah Dimasyqy pada 20 Dzulhijah 728 H (1328 M), dan disaksikan salah seorang muridnya, Ibnu al-Qayyim. Bersama Najamuddin At-Tufi, mereka dijuluki sebagai trio pemikir bebas. Ibnu Taimiyah berada di dalam penjara selama 27 bulan (dua tahun tiga bulan) lebih beberapa hari.

Selama di penjara, Ia tidak pernah mau menerima pemberian apa pun dari penguasa. Jenazahnya dishalatkan di Masjid Jami' Bani Umayah sesudah shalat Dzhuhur dan dimakamkan sesudah Ashar. Ibnu Taimiyah dimakamkan di samping kuburan saudaranya, Syaikh Jamal Al-Islam Syarifuddin. Semua penduduk Dimasyq (yang mampu) hadir untuk menshalatkan jenazahnya, termasuk para umara, ulama, tentara, dan lainnya, hingga Kota Dimasyq menjadi libur total hari itu. Bahkan, semua penduduk Dimasyq (Damaskus) tua, muda, laki, perempuan, anak-anak keluar untuk menghormati kepergiannya.

n sya/berbagai sumber

---000----

Suka Belajar daripada Bermain


Ibnu Taimiyah dikenal sebagai seorang Syaikhul Islam yang cerdas dan memiliki ilmu yang sangat luas. Kepandaian dan kercerdasannya diperolehnya dengan ketekunan dan kerajinannya dalam menuntut ilmu sejak kecil. Hampir tak ada waktu senggang tanpa ia habiskan dengan menuntut ilmu. Dan setelah dewasa, ia pun masih suka belajar dan berbagi pengetahuan dengan murid-murid dan ulama lainnya.

Para ahli sejarah mencatat, meskipun dalam usia kanak-kanak, ia tidak tertarik pada segala permainan dan senda gurau sebagaimana yang diperbuat anak-anak pada umumnya. Dia tidak pernah menyia-nyiakan waktu untuk itu. Dia pergunakan setiap kesempatan untuk menelaah soal-soal kehidupan dan sosial kemasyarakatan, di samping terus mengamati setiap gejala yang terjadi tentang tradisi maupun perangai manusia.

Ibnu Taimiyah mempelajari berbagai disiplin ilmu yang dikenal pada masa itu. Kemampuannya berbahasa Arab sangat menonjol. Dia menguasai ilmu nahwu (tata bahasa Arab) dari ahli nahwu, Imam Sibawaihi. Ibnu Taimiyah juga suka belajar ilmu hisab (matematika), kaligrafi, tafsir, fikih, hadis, dan lainnya.

Ibnu Abdul Hadi berkata, "Guru-guru di mana Ibnu Taimiyah belajar dari mereka lebih dari dua ratus orang. Di antaranya yang teristimewa adalah Ibnu Abdid Daim Al-Muqaddasi dan para tokoh yang setingkat dengannya. Dia belajar Musnad Imam Ahmad dan kitab-kitab Shahih Enam secara berulang-ulang.

Karena penguasaan ilmunya yang luas itu, banyak murid-muridnya yang sukses menjadi ulama. Di antaranya Al-Hafizh Ibnu al-Qayyim Al-Jauziyah, Ibnu Abdul Hadi, Al-Hafizh Ibnu Katsir, dan Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hanbali.

Ibnu Taimiyah juga telah melahirkan banyak karya fenomenal yang menjadi pegangan dan rujukan ulama-ulama sesudahnya. Di antaranya, Minhajus Sunnah, Al-Jawab Ash-Shahih Liman Baddala Dina Al-Masih, An Nubuwah, Ar-Raddu 'Ala Al-Manthiqiyyin, Iqtidha'u Ash-Shirathi Al-Mustaqim, Majmu' Fatawa, Risalatul Qiyas, Minhajul Wushul Ila 'Ilmil Ushul, Syarhu Al-Ashbahani war Risalah Al-Humuwiyyah, At-Tamiriyyah, Al-Wasithiyyah, Al-Kailaniyyah, Al-Baghdadiyyah, Al-Azhariyyah, dan masih banyak lagi.

n sya/berbagai sumber