Selasa, 29 April 2008

Hikayat Islam di Negeri Tirai Bambu

Senin, 24 Maret 2008

Hikayat Islam di Negeri Tirai Bambu

www.republika.co.id

"Tuntutlah Ilmu sampai ke negeri Cina," begitu kata petuah Arab. Jauh sebelum ajaran Islam diturunkan Allah SWT, bangsa Cina memang telah mencapai peradaban yang amat tinggi. Kala itu, masyarakat Negeri Tirai Bambu sudah menguasai beragam khazanah kekayaan ilmu pengetahuan dan peradaban.

Tak bisa dipungkiri bahwa umat Islam juga banyak menyerap ilmu pengetahuan serta peradaban dari negeri ini. Beberapa contohnya antara lain, ilmu ketabiban, kertas, serta bubuk mesiu. Kehebatan dan tingginya peradaban masyarakat Cina ternyata sudah terdengar di negeri Arab sebelum tahun 500 M.

Sejak itu, para saudagar dan pelaut dari Arab membina hubungan dagang dengan `Middle Kingdom' - julukan Cina. Untuk bisa berkongsi dengan para saudagar Cina, para pelaut dan saudagar Arab dengan gagah berani mengarungi ganasnya samudera. Mereka `angkat layar' dari Basra di Teluk Arab dan kota Siraf di Teluk Persia menuju lautan Samudera Hindia.

Sebelum sampai ke daratan Cina, para pelaut dan saudagar Arab melintasi Srilanka dan mengarahkan kapalnya ke Selat Malaka. Setelah itu, mereka berlego jangkar di pelabuhan Guangzhou atau orang Arab menyebutnya Khanfu. Guangzhou merupakan pusat perdagangan dan pelabuhan tertua di Cina. Sejak itu banyak orang Arab yang menetap di Cina.

Ketika Islam sudah berkembang dan Rasulullah SAW mendirikan pemerintahan di Madinah, di seberang lautan Cina tengah memasuki periode penyatuan dan pertahanan. Menurut catatan sejarah awal Cina, masyarakat Tiongkok pun sudah mengetahui adanya agama Islam di Timur Tengah. Mereka menyebut pemerintahan Rasulullah SAW sebagai Al-Madinah.

Orang Cina mengenal Islam dengan sebutan Yisilan Jiao yang berarti 'agama yang murni'. Masyarakat Tiongkok menyebut Makkah sebagai tempat kelahiran 'Buddha Ma-hia-wu' (Nabi Muhammad SAW). Terdapat beberapa versi hikayat tentang awal mula Islam bersemi di dataran Cina. Versi pertama menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina dibawa para sahabat Rasul yang hijrah ke al-Habasha Abyssinia (Ethopia). Sahabat Nabi hijrah ke Ethopia untuk menghindari kemarahan dan amuk massa kaum Quraish jahiliyah. Mereka antara lain; Ruqayyah, anak perempuan Nabi; Usman bin Affan, suami Ruqayyah; Sa'ad bin Abi Waqqas, paman Rasulullah SAW; dan sejumlah sahabat lainnya.

Para sahabat yang hijrah ke Etopia itu mendapat perlindungan dari Raja Atsmaha Negus di kota Axum. Banyak sahabat yang memilih menetap dan tak kembali ke tanah Arab. Konon, mereka inilah yang kemudian berlayar dan tiba di daratan Cina pada saat Dinasti Sui berkuasa (581 M - 618 M).

Sumber lainnya menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina ketika Sa'ad Abi Waqqas dan tiga sahabatnya berlayar ke Cina dari Ethopia pada tahun 616 M. Setelah sampai di Cina, Sa'ad kembali ke Arab dan 21 tahun kemudian kembali lagi ke Guangzhou membawa kitab suci Alquran.

Ada pula yang menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina pada 615 M - kurang lebih 20 tahun setelah Rasulullah SAW tutup usia. Adalah Khalifah Utsman bin Affan yang menugaskan Sa'ad bin Abi Waqqas untuk membawa ajaran Illahi ke daratan Cina. Konon, Sa'ad meninggal dunia di Cina pada tahun 635 M. Kuburannya dikenal sebagai Geys' Mazars.

Utusan khalifah itu diterima secara terbuka oleh Kaisar Yung Wei dari Dinasti Tang. Kaisar pun lalu memerintahkan pembangunan Masjid Huaisheng atau masjid Memorial di Canton - masjid pertama yang berdiri di daratan Cina. Ketika Dinasti Tang berkuasa, Cina tengah mencapai masa keemasan dan menjadi kosmopolitan budaya. Sehingga, dengan mudah ajaran Islam tersebar dan dikenal masyarakat Tiongkok.

Pada awalnya, pemeluk agama Islam terbanyak di Cina adalah para saudagar dari Arab dan Persia. Orang Cina yang pertama kali memeluk Islam adalah suku Hui Chi. Sejak saat itu, pemeluk Islam di Cina kian bertambah banyak. Ketika Dinasti Song bertahta, umat Muslim telah menguasai industri ekspor dan impor. Bahkan, pada periode itu jabatan direktur jenderal pelayaran secara konsisten dijabat orang Muslim.

Pada tahun 1070 M, Kaisar Shenzong dari Dinasti Song mengundang 5.300 pria Muslim dari Bukhara untuk tinggal di Cina. Tujuannya untuk membangun zona penyangga antara Cina dengan Kekaisaran Liao di wilayah Timur Laut. Orang Bukhara itu lalu menetap di di antara Kaifeng dan Yenching (Beijing). Mereka dipimpin Pangeran Amir Sayyid alias 'So-Fei Er'. Dia bergelar `bapak' komunitas Muslim di Cina.

Ketika Dinasti Mongol Yuan (1274 M -1368 M) berkuasa, jumlah pemeluk Islam di Cina semakin besar. Mongol, sebagai minoritas di Cina, memberi kesempatan kepada imigran Muslim untuk naik status menjadi Cina Han. Sehingga pengaruh umat Islam di Cina semakin kuat. Ratusan ribu imigran Muslim di wilayah Barat dan Asia Tengah direkrut Dinasti Mongol untuk membantu perluasan wilayah dan pengaruh kekaisaran.

Bangsa Mongol menggunakan jasa orang Persia, Arab dan Uyghur untuk mengurus pajak dan keuangan. Pada waktu itu, banyak Muslim yang memimpin korporasi di awal periode Dinasti Yuan. Para sarjana Muslim mengkaji astronomi dan menyusun kalender. Selain itu, para arsitek Muslim juga membantu mendesain ibu kota Dinasti Yuan, Khanbaliq.

Pada masa kekuasaan Dinasti Ming, Muslim masih memiliki pengaruh yang kuat di lingkaran pemerintahan. Pendiri Dinasti Ming, Zhu Yuanzhang adalah jenderal Muslim terkemuka, termasuk Lan Yu Who. Pada 1388, Lan memimpin pasukan Dinasti Ming dan menundukkan Mongolia. Tak lama setelah itu muncul Laksamana Cheng Ho - seorang pelaut Muslim andal.

Saat Dinasti Ming berkuasa, imigran dari negara-negara Muslim mulai dilarang dan dibatasi. Cina pun berubah menjadi negara yang mengisolasi diri. Muslim di Cina pun mulai menggunakan dialek bahasa Cina. Arsitektur Masjid pun mulai mengikuti tradisi Cina. Pada era ini Nanjing menjadi pusat studi Islam yang penting. Setelah itu hubungan penguasa Cina dengan Islam mulai memburuk. hri

Masa Surut Islam di Daratan Cina

Masa Surut Islam di Daratan Cina

Hubungan antara Muslim dengan penguasa Cina mulai memburuk sejak Dinasti Qing (1644-1911) berkuasa. Tak cuma dengan penguasa, relasi Muslim dengan masyarakat Cina lainnya menjadi makin sulit. Dinasti Qing melarang berbagai kegiatan Keislaman.

Menyembelih hewan qurban pada setiap Idul Adha dilarang. Umat Islam tak boleh lagi membangun masjid. Bahkan, penguasa dari Dinasti Qing juga tak membolehkan umat Islam menunaikan rukun Islam kelima - menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Makkah.

Taktik adu domba pun diterapkan penguasa untuk memecah belah umat Islam yang terdiri dari bangsa Han, Tibet dan Mogol. Akibatnya ketiga suku penganut Islam itu saling bermusuhan. Tindakan represif Dinasti Qing itu memicu pemberontakan Panthay yang terjadi di provinsi Yunan dari 1855 M hingga 1873 M.

Setelah jatuhnya Dinasti Qing, Sun Yat Sen akhirnya mendirikan Republik Cina. Rakyat Han, Hui (Muslim), Meng (Mongol) dan Tsang (Tibet) berada di bawah Republik Cina. Pada 1911, Provinsi Qinhai, Gansu dan Ningxia berada dalam kekuasaan Muslim yakni keluarga Ma.

Kondisi umat Islam di Cina makin memburuk ketika terjadi Revolusi Budaya. Pemerintah mulai mengendorkan kebijakannya kepada Muslim pada 1978. Kini Islam kembali menggeliat di Cina. Hal itu ditandai dengan banyaknya masjid serta aktivitas Muslim antaretnis di Cina.

Tokoh Muslim Terkemuka dari Tiongkok

Dominasi peran Muslim dalam lingkaran kekuasaan dinasti-dinasti Cina pada abad pertengahan telah melahirkan sejumlah tokoh Muslim terkemuka. Mereka adalah:
Pelaut dan Penjelajah
* Cheng Ho atau Zheng He: Laksamana Laut Cina yang menjelajahi dua benua dalam tujuh kali ekspedisi.
* Fei Xin: Penerjemah andalan Cheng Ho.
* Ma Huan: Seorang pengikut Ceng Ho.
Militer
* Jenderal pendiri Dinasti Ming: Chang Yuchun, Hu Dahai, Lan Yu, Mu Ying. * Pemimpin pemberontakan Panthay: Du Wenxiu, Ma Hualong.
* Kelompok tentara Ma selama era Republik Cina: Ma Bufang, Ma Chung-ying, Ma Fuxiang, Ma Hongkui, Ma Hongbin, Ma Lin, Ma Qi, Ma Hun-shan Bai Chongxi.
Sarjana dan Penulis
* Bai Shouyi, sejarawan.
* Tohti Tunyaz, sejarawan.
* Yusuf Ma Dexin, penerjemah Alquran pertama ke dalam bahasa Cina.
* Muhammad Ma Jian, penulis dan peberjemah Alquran terkemuka.
* Liu Zhi, penulis di era Dinasti Qing.
* Wang Daiyu, ahli astronomi pada era Dinasti Ming.
* Zhang Chengzhi, penulis kontemporer.
Politik
* Hui Liangyu, Wakil Perdana Menteri Urusan Pertanian RRC
* Huseyincan Celil, Imam Uyghur yang dipenjara di Cina
* Xabib Yunic, Menteri Pendidikan Second East Turkistan Republic
* Muhammad Amin Bughra, Wakil Ketua Second East Turkistan Republic
Lainnya
* Noor Deen Mi Guangjiang, ahli kaligrafi.
* Ma Xianda, ahli beladiri.
* Ma Menta, pengurus Federasi Wushu Tongbei Rusia.

(heri ruslan )

Adikarya Sang Maestro

Adikarya Sang Maestro

(www.republika.co.id)


Sebagai seorang insinyur Muslim terkemuka, Al-Jazari telah mempelopori lahirnya sederet adikarya dalam bidang teknik dan teknologi. Berikut ini adalah sumbangsih Al-Jazari terhadap dunia teknologi modern:

a. Mekanisme dan Metode
Jika dibandingkan dengan teknologi pada era millenium baru tentu karya-karya Al-Jazari terbilang biasa saja. Namun, aspek yang paling penting dari mesin-mesin penemuan Al-Jazari adalah mekanisme, komponen, idea, metode, serta desain fitur yang digunakan. Teknologi canggih saat ini boleh jadi banyak meniru pada aspek-aspek terpenting yang ditampilkan Al-Jazari pada mesin temuannya

b. Mesin Engkol
Al-Jazari berhasil menciptakan mesin engkol yang terhubung dengan sistem rod. Mesin yang ditemukan pada 1206 M itu digunakan pada pompa air. Mesin engkol ini mampu menghasilkan gerakan berterusan. Penemuan mesin engol ini begitu penting bagi orang-orang Eropa, karena mereka baru menemukannya pada abad ke-15 M. Mesin engkol ini merupakan pengembangan dari engkol tangan yang sebelumnya berkembang di Cina pada era Dinasti Han.

c. Desain dan Metode Konstruksi
''Kita menyaksikan untuk pertama kalinya dalam sistem kerja Al-Jazari terdapat beberapa konsep penting dalam desain dan konstruksi,'' ungkap Donal R Hill, Sejarawan Teknologi asal Inggris. Menurut dia, Al-Jazari telah mempelopori pembelahan kayu untuk meminimalisasi pembengkokan. Dia juga merintis keseimbangan roda statis serta banyak lagi.

d. Mekanisme Pelepasan dalam Roda Berputar
Al-Jazari menemukan sebuah metode untuk mengendalikan perputaran kecepatan pada sebuah roda dengan menggunakan mekanisme pelepasan.

e. Kontrol Mekanik
Menurut Donald R Hill, Al-Jazari telah merintis apa yang disebut dengan kontrol mekanik. Hal itu dibuktikan dengan sebuah pintu besi yang besar - sebuah kombinasi kunci dan sebuah kunci dengan baut.

f. Roda gigi
Segmental gear (roda gigi) merupakan penemuan penting lainnya dari Al-Jazari. Dia merupakan insinyur perintis yang menemukan roda gigi. Penemuannya itu jauh mendahului jam astronomi Giovanni de Dondi pada tahun 1364, dan karya Francesco di Giorgio (1501 M) dalam khasanah desain permesinan Eropa.

g. Mesin Pemompa Air
Al-Jazari menemuka lima mesin untuk memompa air, seperti watermill dan water wheel. Dalam pembuatan mesin pompa air ini, Al-Jazari memperkenalkan ide-ide yang paling penting serta komponen-komponen.

h. Saqiya
Al-Jazari pertama kali menggunakan mesin engkol untuk mesin saqiya. Kala itu, Al-Jazari memikul tanggung jawab untuk merancang lima mesin. Dua mesin pertamanya merupakan modifikasi terhadap Shaduf, mesin ketiganya adalah pengembangan dari Saqiya di mana tenaga air menggantikan tenaga binatang. Satu mesin yang sejenis dengan Saqiya diletakkan di Sungai Yazid di Damaskus dan diperkirakan mampu memasok kebutuhan air di rumah sakit yang berada di dekat sungai tersebut.

i. Sistem Pemasok Air
Al-Jazari merupakan insinyur pertama yang mengembangkan sistem penyuplai air yang digerakan dengan roda gigi dan tenaga air. Teknologi ini dikembangkan di Damaskus untuk menyuplai air ke masjid dan Bimaristan atau rumah sakit.

j. Otomatis
Al-Jazari menemukan alat yang bergerak otomatis yang menggunakan tenaga air. Dia juga menciptakan pintu otomatis sebagai bagian pengembangan jam airnya. Dia juga mendesain dan merancang sejumlah automata lainnya, seperti mesin otomatis, peralatan rumah tangga, dan automata musik yang digerakkan air.

k. Jam
Al-Jazari juga merancang dan membuat beragam jam. Ada jam air, jam astronomi, serta jam lilin. Jam air yang diciptakannya sempat direkonstruksi secara sukses di Science Museum di London pada 1976. Al-Jazari juga sukses membuat jam astronomi dengan energi air yang dapat memperlihatkan pergerakan model Matahari, Bulan dan bintang. Jam astronomi paling tinggi yang diciptakannya mencapai 11 kaki (3,35 meter).
n hri

Bapak Robot dari Abad ke-12 Masehi

Rabu, 19 Maret 2008

'Bapak Robot' dari Abad ke-12 M

www.republika.co.id

Robot ternyata bukanlah produk teknologi asli Barat dan Jepang. Sebenarnya, dunia Islam-lah yang pertama kali menciptakan robot yang berbentuk mirip manusia. Karya fenomenal itu telah dirintis seorang insinyur Muslim tersohor bernama Al-Jazari.

Pada awal abad ke-13 M, Al-Jazari telah mampu menciptakan robot yang bisa diprogram serta bentuknya mirip manusia (humanoid). Fakta itu sekaligus mematahkan klaim Barat sebelumnya yang menyatakan bahwa Leonardo da Vinci merupakan perintis teknologi robot pertama pada 1478 M. Mesin robot yang diciptakan Al-Jazari berbentuk sebuah perahu yang terapung di sebuah danau yang ditumpangi empat robot pemain musik.

Robot yang terdiri dari dua penabuh drum, seorang peniup harpa dan pemain suling logam itu diciptakan untuk menghibur para tamu kerajaan dalam acara jamuan minum. Al Jazari mengembangkan prinsip hidrolik untuk menggerakkan mesin yang kemudian hari dikenal sebagai mesin robot. Tak heran, bila dunia mendaulatnya sebagai 'Bapak Robot'. Hasil penemuannya itu diakui dunia. Kehebatan seorang Al-Jazari ini membuktikan bahwa Islam lebih dulu berjaya dalam bidang teknologi ketimbang Barat. Umat Islam tampaknya perlu kembali menghidupkan semangat Al-Jazari untuk mengenang 800 tahun kepergiannya. hri

---000---


BIMARISTAN : Konsep Ideal Rumah Sakit Islam

Selasa, 18 Maret 2008

BIMARISTAN : Konsep Ideal Rumah Sakit Islam

(www.republika.co.id)

Sebelum Islam datang dan mencapai masa kejayaannya, dunia ternyata belum mengenal konsep rumah sakit (RS), seperti saat ini. Bangsa Yunani, misalnya, merawat orang-orang yang sakit di petirahan yang berdekatan dengan kuil untuk disembuhkan pendeta. Proses pengobatannya pun lebih bersifat mistis yang terdiri dari sembahyang dan berkorban untuk dewa penyembuhan bernama Aaescalapius.

Menurut Ketua Institut Internasional Ilmu Kedokteran Islam, Husain F Nagamia MD, sederet RS baru dibangun dan dikembangkan mulai awal kejayaan Islam. Pada masa itu tempat mengobati dan merawat orang yang sakit dikenal dengan sebutan `Bimaristan' atau 'Maristan'. ''Ide membangun RS sebagai tempat merawat orang sakit mulai diterapkan pada awal kekhalifahan Islam,'' papar Husain.

RS pertama dibangun atas permintaan Khalifah Al-Walid (705 M - 715 M) - seorang khalifah dari Dinasti Umayyah. Tempat perawatan yang dikenal dengan nama `Bimaristan' itu disediakan tak hanya pagi penderita leprosoria tapi juga bagi penderita lepra yang saat itu merajalela. Untuk merawat para pasien itu, khalifah menggaji tenaga perawat dan dokter.

''RS Islam pertama yang sebenarnya dibangun pada era kekuasaan Khalifah Harun Al-Rasyid (786 M - 809 M),'' ungkap Husain. Setelah berdirinya RS Baghdad, di metropolis intelektual itu mulai bermunculan RS lainnya. Konsep pembangunan beberapa RS di Baghdad itu merupakan ide dari Al-Razi, dokter Muslim terkemuka.

Dalam catatan perjalanannya, seorang sejarawan bernama Djubair sempat mengunjungi Baghdad pada 1184 M. Ia melukiskan, RS yang ada di Baghdad seperti sebuah `istana yang megah'. Airnya dipasok dari Tigris dan semua perlengkapannya mirip istana raja. Menurut Dr Hossam Arafa dalam tulisannya berjudul Hospital in Islamic History pada akhir abad ke-13, RS sudah tersebar di seantero Jazirah Arabia.

Pada era keemasan, RS Islam yang tersebar di kawasan Arab itu memiliki karakteristik yang khas. Pertama, RS Islam melayani semua orang tanpa membedakan warna kulit, agama, serta latar belakang asal usul lainnya. RS Islam dikelola pemerintah. Direkturnya biasanya seorang dokter. Di RS itu semua dokter dengan keyakinan agama yang berbeda bahu-membahu bekerja sama untuk menyembuhkan pasiennya.

Kedua, sudah menerapkan pemisahan bangsal. Pasien pria dan wanita menempati bangsal yang terpisah. Penderita penyakit menular juga dirawat di tempat yang berbeda dengan pasien lainnya. Ketiga, pembagian perawat. Perawat pria bertugas merawat pria dan perawat wanita merawat pasien wanita.

Keempat, memperhatikan kamar mandi dan pasokan air. Shalat lima waktu merupakan rukun Islam yang wajid bagi setiap Muslim. Baik dalam kondisi sehat maupun sakit, shalat tetap merupakan sebuah kewajiban. Meski begitu, orang yang sakit mendapat keringan untuk melaksanakan shalat berdasarkan kemampuan fisiknya.

Bagi mereka yang tak mampu, bisa shalat sembari tidur di atas kasur. Sebelum menunaikan ibadah shalat, setiap Muslim harus berwudhu membersihkan muka, tangan, kepala dan kaki. Untuk memenuhi kebutuhan itu, RS menyediakan air yang melimpah dengan dilengkapi fasilitas kamar mandi.

Kelima, tak sembarang dokter bisa berpraktik di RS. Hanya dokter-dokter yang berkualitas yang diizinkan untuk mengobati pasien di RS. Khalifah Al-Mugtadir dari Dinasti Abbasiyah sangat memperhatikan betul kualitas dokter yang bertugas di RS. Untuk memastikan semua dokter berkualitas, khalifah memerintahkan kepala dokter istana, Sinan Ibn-Thabit untuk menyeleksi 860 dokter yang ada di Baghdad.

Dokter yang mendapat izin praktik di RS hanyalah mereka yang lolos seleksi yang ketat. Tak hanya di Baghdad, khalifah juga memerintahkan Abu Osman Sa'id Ibnu Yaqub untuk melakukan seleksi serupa di wilayah Damaskus, Makkah dan Madinah. Hal itu dilakukan, lantara dua kota suci itu setiap tahunnya dikunjungi jamaah haji dari seluruh dunia.

Keenam, RS Islam pada zaman kekhalifahan tak hanya sekedar tempat untuk merawat dan mengobati orang sakit. RS juga berfungsi sebagai tempat menempa mahasiswa kedokteran, tempat pertukaran ilmu kedokteran, dan pusat pengembangan dunia kesahetan dan kedokteran secara keseluruhan. RS besar dan terkemuka dilengkapi dengan perpustakaan mewah yang memiliki koleksi buku-buku terbaru. Selain itu, RS Islam zaman kekhalifahan juga dilengkapi auditorium untuk pertemuan dan perkuliahan. Di kompleks RS juga berdiri mess atau perumahan untuk mahasiswa kedokteran serta staf RS.

Ketujuh, untuk pertama kalinya dalam sejarah, RS Islam menyimpan data pasien dan rekam medisnya. Konsep itu hingga kini digunakan RS yang ada di seluruh dunia. Kedelapan, selama era Islam ilmu farmasi dan prpfesi apoteker telah berkembang menjadi ilmu dan profesi terkemuka.

Apotek dan apoteker sudah berkembang pesat. Tak heran, jika obat-obatan baru tiap waktu terus bermunculan. Pada saat itu, umat Islam yang menguasai perdagangan telah menjalin kontak dengan bangsa-bangsa terkemuka di dunia. Ilmu kimia yang menopang farmasi juga berkembang pesat.

RS di era keemasan Islam bertugas untuk merawat seluruh pasien baik laki-laki maupun perempuan sampai benar-benar sembuh. Tak hanya itu, seluruh biaya ditanggung pihak RS. Mereka yang dilayani secara prima dan cuma-cuma itu bisa pendatang, orang asing, orang pribumi, kaya atau miskin, bekerja atau pengangguran, bodoh atau pintar, cacat atau normal diperlakukan secara sederajat dan adil.

Tak ada persyarakat tertentu dan pembayaran. Tak ada pasien yang ditolak untuk dirawat dan berobat. Semua pelayanan di RS itu dilakukan dengan mengharap keridhaan Sang Pencipta, Allah SWT. Lagi-lagi, Islam lebih dulu unggul dan maju dibanding Barat.

Konsep RS Islam di era keemasan yang begitu modern itu kemudian ditiru dan dijadikan model oleh bangsa-bangsa di Eropa. Tak cuma itu, Barat juga banyak mempelajari kitab-kitab kedokteran yang dihasilkan para dokter Muslim. Adakah RS Islam di Indonesia yang meniru konsep RS di era keemasaan Islam itu? heri ruslan

Cikal-Bakal Pelayanan RS Berstandar Tinggi

Cikal-Bakal Pelayanan Berstandar Tinggi

www.republika.co.id


Pelayanan berstandar tinggi merupakan salah ciri utama rumah sakit (RS) Islam di era kekhalifahan. Pencapaian gemilang di era keemasan itu tak pernah tertandingi bangsa dan peradaban lainnya. Para khalifah memberi perhatian secara khusus tak hanya pada pendidikan namun juga taraf kesehatan rakyatnya.

Bukan tanpa alasan jika pemerintahan Islam di era keemasan menerapkan pelayanan kesehatan tinggi bagi rakyatnya. Para khalifah menyadari bahwa kesehatan merupakan bagian dari peradaban sebuah bangsa. Apalagi umat Islam meyakini bahwa setiap penyakit ada obatnya. Sehingga membutuhkan ilmu kedokteran yang dapat menyembuhkan penyakit dengan standar pelayanan yang bagus.

Apalagi, ketika itu masyarakat Muslim hidup dalam kemakmuran. Mereka pasti akan mencari pengobatan yang terbaik. Selain itu, pada era keemasan ilmu pendukung kedokteran dan kesehatan tengah berkembang dengan begitu pesat. Maka, melayani kesehatan masyarakat dengan standar yang tinggi merupakan sebuah keharusan.

Pelayanan kesehatan berstandar pada era keemasan Islam juga ditopang dengan prestise dokter yang tinggi. Kala itu, para dokter dibayar dengan gaji yang sangat tinggi. Selain itu, setiap orang dari berbagai status memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi dokter.

Meski begitu, upaya yang harus ditempuh untuk menjadi seorang dokter tidaklah mudah. Seseorang bisa diterima menjadi mahasiswa kedokteran apabila menguasai studi Islam, filasafat, astronomi, seni, kimia, dan lainnya. Dokter adalah orang yang bijak dan berpengetahuan.

Tingginya standar pelayanan RS juga didukung keterlibatan dan keberpihakan penguasa dalam mengelola layanan publik. Para khalifah membangun RS di wilayah kekuasaan didasarkan atas alasan agama, keabadian, dan politik. Secara agama tentu alasannya ibadah. Dari sisi keabadian, dengan membangun RS para pemimpin itu ingin tetap dikenang. Sedangkan dari kaca mata politik, ingin menunjukan sebagai pemimpin memperhatikan nasib rakyatnya. Apapun alasannya, rakyat menikmati fasilitas kesehatan berstandar tinggi itu.

Selain itu, pelayanan kesehatan berstandar tinggi itu juga didukung dengan pendanaan yang cukup. Para penguasa mengalokasikan dana untuk operasional RS. Selain itu, RS beroperasi dengan batuan dan donasi serta wakaf dari umat Islam ketika itu. Sudah semestinya, konsep ideal ini ditiru para pemimpin dan penguasa saat ini. (hri)

-------000-------

RS Islam Terkemuka di Era Keemasan

Damaskus: RS Al-Nuri -- RS terkemuka pertama yang didirikan pada tahun 706 M.

Yerusalem: RS Al-Salahani dibangun pada 1187 M. Awalnya bernama RS Saint John. RS itu hancur diguncang gempa bumi pada 1458 M.

Irak : RS Baghdad didirikan Khalifah Al-Mansur pada 776 M. Pada 918 M, Khalifah Al-Mugtadir mendirikan dua RS yakni, Al-Sayyidah dan Al- Mugtadiri. Pada 981 M berdiri pula RS Al-Adudi.

Mesir : RS Al-Fusta. Berdiri di kota Fustat pada 872 M pada masa kekuasaan Ahmed Ibnu Tulun. Pada tahun 1284 M, Raja Al-Mansur Qalawun membangun RS Al-Mansuri Hospital.

Tunisia: RS Al-Qayrawan, berdiri di kota Qayrawan pada 830 M dibangun Pangeran Ziyadat Allah I.

Moroko: RS Marakech. Didirikan pada 1190 M oleh Raja Al-Mansur Ya'qub Ibn-Yusuf di kota Marakech.

Spanyol: RS Granada. Dibangun pada 1366 M oleh Pangeran Muhammed Ibnu-Yusuf Ibnu Nasr.



Maroko : Gerbang Islam Menuju Eropa

Senin, 17 Maret 2008

Maroko : Gerbang Islam Menuju Eropa

(www.republika.co.id)

Orang Arab menyebutnya Al-Mamlaka Al-Maghribiya atau Kerajaan Barat. Para ahli sejarah dan geografi Muslim di era kekhalifahan Islam menjulukinya Al-Maghrib Al-Aqsa. Sedangkan orang Turki memanggilnya Fez. Orang Persia mengenalnya Marrakech (Tanah Tuhan). Beragam nama itu disandang negara yang kini dikenal dengan nama Maroko.

Maroko adalah negeri yang memiliki peran penting dalam sejarah penyebaran agama Islam di wilayah Afrika Utara. Yang tak kalah pentingnya, negeri berjuluk 'Tanah Tuhan' itu merupakan pintu gerbang masuknya Islam ke Spanyol, Eropa. Dari Maroko inilah Panglima tentara Muslim, Tariq bin Ziyad menaklukan Andalusia dan mengibarkan bendera Islam di daratan Eropa.

Syahdan, Kerajaan Islam di Afrika Utara itu sudah mulai didiami manusia sejak zaman Neolitik - kurang lebih 8000 tahun SM. Salah satu bukti peninggalan Neolitik di wilayah itu ditemukannya budaya Kapsian. Pada masa klasik, wilayah Maroko dikenal dengan sebutan Mauretania. Nama itu sama sekali tak berhubungan dengan Mauritania - negara di era modern.

Akhir periode klasik, Maroko sempat dikuasai Kekaisaran Romawi. Namun, di abad kelima, Maroko beralih ke tangan Vandals, Visigoth, dan Imperium Bizantium - seiring pudarnya kekuasaan Romawi. Pada masa itu, wilayah pegunungan tinggi yag menjadi bagian Maroko modern masih belum ditundukkan dan masih berada di tangah bangsa Barbar.

Maroko memasuki babak baru setelah Islam menancapkan benderanya di wilayah Afrika Utara. Ajaran Islam tiba di Maroko pada 683 M. Adalah pasukan yang dipimpin Uqba Ibnu Nafi -- seorang jenderal dari Dinasti Umayyah -- yang kali pertama membawa ajaran Islam ke wilayah itu. Islam benar-benar menguasai Maroko pada tahun 670 M.

Namun, ada pula yang menyebutkan ekspansi Islam ke Maroko dimulai ketika negeri itu ditaklukan pasukan pimpinan Musa bin Nusair pada masa Al-Walid I bin Abdul Malik (705-715) - khalifah keenam Dinasti Umayyah. Pada saat itu, pasukan tentara Islam menyebut wilayah itu dengan nama Maghreb Al-Aqsa atau Far West.

Setelah Maroko jatuh ke dalam genggaman Dinasti Umayyah, Musa bin Nusair mengangkat Tariq bin Ziyad untuk memerintah Maroko. Dari wilayah itulah, Tariq bin Ziyad menyeberangi selat antara Maroko dan Eropa menuju ke gunung yang dikenal dengan Jabal Tariq (Gibraltar). Maroko menjadi wilayah penyangga bagi umat Islam untuk melakukan ekspansi ke daratan Spanyol, Eropa.

Tak mudah bagi pasukan tentara Muslim untuk menundukkan negeri di kawasan Afrika Utara itu. Tak kurang dari 53 tahun waktu yang dilalui para tentara Muslim untuk menjadikan Maroko bagian dari kekuasaan Islam. Butuh waktu satu abad bagi umat Islam untuk berasimilasi dengan bangsa Barbar yang mendiami wilayah Maroko.

Maroko modern pada abad ke-7 M merupakan sebuah wilayah Barbar yang dipengaruhi Arab. Bangsa Arab yang datang ke Maroko membawa adat, kebudayaan dan ajaran Islam. Sejak itu, bangsa Barbar pun banyak yang memeluk ajaran Islam. Ketika kekuasaan Dinasti Umayyah digulingkan Dinasti Abbasiyah, Maroko pun menjadi wilayah kekuasaan Abbasiyah yang berpusat di Baghdad.

Perubahan kekuasaan itu memicu munculnya dinasti-dinasti kecil di wilayah itu. Pada 172 H/789 M, berdirilah Kerajaan Idrisid dinasti Syiah pertama - yang didirikan Idris I bin Abdullah seorang keturunan Ali bin Abi Thalib. Padahal, Abbasiyah adalah dinasti yang bercorak Suni. Lima tahun memimpin, Idris I terbunuh. Ia digantikan Idris II.

Pada masa kekuasaan Idris II, Dinasti Idrisid melepaskan diri dari kekuasaan Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Damaskus. Dinasti ini meraih kemajuan yang pesat sebagai pusat bejar ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam. Pusat pemerintahan pun dipindahkan dari Walila ke Fez. Dinasti ini hanya mampu bertahan hingga 364 H/974 M.

Sepeninggal Idris II, penggantinya kebanyakan lemah, kecuali Yahya bin Muhammad dan Yahya IV. Dinasti Idrisid mencapai masa keemasannya di bawah kekuasaan Yahya IV. Setelah Dinasti Idrisid tumbang, bangsa Arab mulai kehilangan pengaruh politiknya di wilayah Maroko.

Kekuasaan pun kemudian diambil alih Dinasti Fatimiah yang beraliran Syiah. Dinasti yang berbasis di Kairo, Mesir itu menguasai Maroko sampai tahun 1171 M. Ketika Dinasti Fatimiah kehilangan kendali atas Maroko, maka muncullah Dinasti Al-Murabitun yang berpusat di Marrakech. Kekuasaannya meliputi Gunung Sahara, Afrika barat laut, dan Spanyol.

Dinasti ini memiliki peran yang begitu besar pada masa kepemimpinan Ibnu Tasyfin. Ia mengirimkan 100 kapal, 7.000 tentara berkuda serta 20 ribu tentara ketika diminta Mu'tad bin Ibad, raja Sevilla untuk melawan tentara Kristen yang ingin melenyapkan Islam dari Eropa.

Dalam peperangan itu, tentara Islam menang dengan gemilang. Berkat jasa Ibnu Tasyfin dan pasukannya, Islam bisa berjaya di Spanyol selama empat abad lamanya. Setelah kekuasaan Murabitun jatuh, Maroko menjadi wilayah kekuasaan Dinasti Al-Muwahhidun (1121 M - 1269 M).

Pada masa kepemimpinan Abu Ya'kub Yusuf bin Abdul Mu'min (1163 M - 1184 M), kota Marrakech menjadi salah satu pusat peradaban Islam dalam bidang sains, sastra, dan menjadi pelindung kaum Muslimin untuk mempertahankan Islam dari serangan dan ambisi Kristen Spanyol. Dinasti ini juga ikut membantu Salahudin Al-Ayubi melawan tentara Kristen dalam Perang Salib.

Pascaruntuhnya kekuasaan Dinasti Al-Muwahhidun, Maroko dikuasai beberapa dinasti seperti; Dinasti Marrin, Dinasti Wattasi (1420 M - 1554 M), Syarifiyah Alawiyah (1666 M), Abdul Qadir Al-Jazairy (1844 M), dan Sultan Hasan I (1873 M - 1894 M). Secara geografis, Maroko berbatasan dengan AlJazair di bagian timur dan tenggara, Sahara Barat di barat daya, Samudera Atlantik di barat, dan Selat Gibraltar di utara. heri ruslan

( )

Negeri Pertama yang Akui Kemerdekaan AS

Senin, 17 Maret 2008

Maroko, Negeri Pertama yang Akui Kemerdekaan AS

(www.republika.co.id)

Sekitar tahun 1786, Sultan Muhammad III - Sultan Maroko - telah menjalin kerja sama pemimpin Amerika Serikat (AS) yakni Jhon Adams (Presiden AS kedua) dan Thomas Jefferson (Presiden AS ketiga). Saat itu, Maroko tengah menghadapi agresi dari Spanyol dan Kerajaan Usmani Turki yang mulai mendekati wilayah Barat.

Kesultanan Maroko mampu mempertahankan posisinya, meski wilayah kekuasaannya semakin menyempit. Maroko pada era itu masih tercatat sebagai negeri yang relatif kaya-raya. Pada 1684 M, Prancis berhasil menaklukan dan menguasai Tangier - salah satu kota di Maroko. Di kota itulah Ibnu Battuta lahir dan mengawali ekspedisinya.

Maroko ternyata merupakan negara pertama di dunia yang mengakui kemerdekaan AS pada 1777 M. Di awal Revolusi Amerika, kapal yang ditumpangi saudagar dari Amerika diserang perompak barbar ketika tengah berlayar di Samudera Atlantik. Ketika itu, utusan Amerika meminta bantuan kepada penguasa Eropa, namun ditolak.

Pada 20 Desember 1777, Sultan Maroko Muhammad III menyatakan, kapal saudagar dari Amerika itu berada di bawah perlindungan kesultanan. Atas jaminan itu, para saudagar dari Amerika itu lolos dan selamat dari serangan para perompak Barbar. Persahabatan bersejarah antara Maroko dan AS itu hingga kini masih tetap terjalin.

Konsulat AS di kota Tangier, Maroko, tercatat sebagai milik pertama Pemerintah AS di luar negeri. Kini bangunan konsulat AS pertama di dunia itu telah berubah menjadi Museum Kedutaan Amerika di Tangier. hri

( )

Negeri Pertama yang Akui Kemerdekaan AS

Senin, 17 Maret 2008

Negeri Pertama yang Akui Kemerdekaan AS

(www.republika.co.id)

Sekitar tahun 1786, Sultan Muhammad III - Sultan Maroko - telah menjalin kerja sama pemimpin Amerika Serikat (AS) yakni Jhon Adams (Presiden AS kedua) dan Thomas Jefferson (Presiden AS ketiga). Saat itu, Maroko tengah menghadapi agresi dari Spanyol dan Kerajaan Usmani Turki yang mulai mendekati wilayah Barat.

Kesultanan Maroko mampu mempertahankan posisinya, meski wilayah kekuasaannya semakin menyempit. Maroko pada era itu masih tercatat sebagai negeri yang relatif kaya-raya. Pada 1684 M, Prancis berhasil menaklukan dan menguasai Tangier - salah satu kota di Maroko. Di kota itulah Ibnu Battuta lahir dan mengawali ekspedisinya.

Maroko ternyata merupakan negara pertama di dunia yang mengakui kemerdekaan AS pada 1777 M. Di awal Revolusi Amerika, kapal yang ditumpangi saudagar dari Amerika diserang perompak barbar ketika tengah berlayar di Samudera Atlantik. Ketika itu, utusan Amerika meminta bantuan kepada penguasa Eropa, namun ditolak.

Pada 20 Desember 1777, Sultan Maroko Muhammad III menyatakan, kapal saudagar dari Amerika itu berada di bawah perlindungan kesultanan. Atas jaminan itu, para saudagar dari Amerika itu lolos dan selamat dari serangan para perompak Barbar. Persahabatan bersejarah antara Maroko dan AS itu hingga kini masih tetap terjalin.

Konsulat AS di kota Tangier, Maroko, tercatat sebagai milik pertama Pemerintah AS di luar negeri. Kini bangunan konsulat AS pertama di dunia itu telah berubah menjadi Museum Kedutaan Amerika di Tangier. hri

( )

Marrakech, Simbol Kejayaan Maroko

Senin, 17 Maret 2008

Marrakech, Simbol Kejayaan Maroko

(www.republika.co.id)

Marrakech. Inilah kota yang fantastis yang menjadi simbol Maroko. Orang Barat menyebutnya Marrakesh dan literatur di Indonesia menamainya Marrakus. Kota ini dibangun pada pada 1062 M oleh Yusuf bin Tasyfin atau Ibnu Tasyfin dari Dinasti Murabitun. Dinasti ini menguasai Maroko setelah kekuasaan Dinasti Fatimiah di negeri itu tumbang.

Kota itu merupakan terbesar kedua di Maroko setelah Casablanca. Penguasa Dinasti Murabitun memilih Marakech sebagai pusat pemerintahannya yang jauh dari gunung dan sungai. Marrakech dipilih karena berada di kawasan yang netral di antara dua suku yang bersaing untuk meraih kehormatan untuk menjadi tuan rumah di ibu kota baru itu.

Selama berabad-abad, Marrakech sangat dikenal dengan sebutan `seven saint' atau tujuh orang suci. Ketika sufisme begitu populer semasa kekuasaan Moulay Ismail, di Marrakech sering diadakan festival `seven saints'. Pada 1147 M, Marrakech diambil alih Dinasti Muwahhidun. Pada masa itu, bangunan penduduk dan ibadah dihancurkan.

Namun, Dinasti itu kembali merekonstruksi seluruh bangunan termasuk pembangunan Masjid Koutoubia dan Menara Gardens - keduanya menjadi landmark kota Marrakech hingga saat ini. Pada 1269 M, Marrakech diambil alih Dinasti Marrin dan ibu kota dipindah ke Fez. Dinasti ini sempat mengalami kemunduran pada tahun 1274 M hingga 1522 M.

Mulai tahun 1522 M, Saadians mengambil alih kekuasaan Marrakech. Kota Marrakech yang berubah miskin itu kembali bergairah setelah dijadikan ibu kota Maroko selatan. Pada akhir abad ke-16 M, Marrakech kembali mencapai kejayaannya. Secara budaya dan ekonomi, Marrakech menjadi kota terkemuka dan terdepan di Maroko. Saat itu, jumlah penduduknya mencapai 60 ribu orang.

Pada 1669, Marrakech dikuasai sultan Maroko dan ibu kota kembali pindah ke Fez. Pada pertengahan abad ke-18, Marrakech kembali dibangun Sultan Muhammad III. Pada awal abad ke-20, Prancis banyak membangun bangunan bergaya Prancis. Ketika Maroko meraih kemerdekaan pada 1956, ibu kota kerajaan berpindah ke Rabat.

Kini, Marrakech menjadi salah satu kota budaya yang dilindungi Unesco. Di kota itu banyak berdiri masjid serta madrasah peninggalan masa kejayaan Islam antara lain; Masjid Koutoubia, Madrasah Ben Youssef, Masji Casbah, Masjid Mansouria, Masjid Bab Doukkala, Masjid Mouassine, serta banyak lagi yang lainnya.

Di kota ini juga banyak ditemukan bangunan istana peninggalan kejayaan Islam seperti Istana El Badi, Royal Palace, Istana Bahia serta lainnya. Di Marrakech juga banyak sentra kerajinan tangan. Sebagai kota tua yang dijadikan obyek wisata, Marrakech juga banyak memiliki museum seperti; Museum Dar Si Sa'ad, Museum Marrakech, Museum Bert Flint, Museum Islamic Art, dan lainnya. n hri

( )

Mimar Sinan Arsitek Ulung dari Turki

Kamis, 13 Maret 2008
(ww.republika.co.id)

Mimar Sinan Arsitek Ulung dari Turki

Selama empat priode kepemimpinan para penguasa itu, Sinan bertanggung jawab untuk membangun dan mengawasi setiap pembangunan di Kesultanan Ottoman.

Kerajaan Usmani Turki mewariskan begitu banyak karya arsitektur bersejarah. Masjid, gedung, sekolah hingga jembatan yang dibangun pada era kejayaan Usmani pada abad ke-16 M itu menjadi saksi bahwa Islam menguasai bidang arsitektur dan sudah memiliki arsitek-arsitek ulung.

Sederet bangunan bersejarah warisan Daulah Usmani itu tercatat merupakan karya Mimar Sinan (1489 M - 1588 M). Dialah arsitek Muslim termasyhur abad ke-16 M. Setengah abad masa hidupnya diabdikan untuk dunia arsitektur Islam. Selama masa hidupnya, tak kurang dari 476 struktur arsitektur telah diciptakan Sinan.

Tak heran, jika sejarawan arsitektur terkemuka dari Washington State University, Henry Matthews, mengagumi kehebatan Sinan. Menurut dia, arsitek Muslim dari Turki itu sebanding kehebatannya dengan arsitek terkemuka asal Italia mulai dari Brunelleschi hingga Michelangelo. Sinan merupakan arsitek terhebat pada periode klasik.

Sinan merupakan arsitek kepala dan insinyur teknik sipil pada kesultanan Usmani mulai dari 1538 hingga 1588 M. Dia mendedikasikan dirinya untuk membangun kota Istanbul di bawah empat era kepemimpinan sultan, yakni: Salim I, Sulaiman I, Salim II, dan Murad III.

Selama empat periode kepemimpinan para penguasa itu, Sinan bertanggung jawab untuk membangun dan mengawasi setiap pembangunan di Kesultanan Ottoman. Masjid Salim di Edirne serta Masjid Sulaiman di Istanbul merupakan masterpeice sang arsitek ulung. Sinan juga banyak mendidik dan membina arsitek terkemuka, salah satunya Sedefhar Mehmet Aga - arsitek Masjid Sultan Ahmad.

Kehebatan Sinan tak cuma sekedar mitos. Di perpustakaan Istana Topkapi, tiga catatan singkat kisah kehebatan Sinan masih tersimpan. Dalam catatan itu, Sinan berkisah kepada temannya Mustafa Sai tentang sejarah masa kecil serta karirnya di dunia militer.

Menurut dokumen itu, Mimar terlahir pada 15 April 1489 M di sebuah kota bernama Agirnas (sekarang Mimarsinakoy) terletak di Anatolia - dekat Kayseri sebuah provinsi yang dikuasai Sultan Salim II. Saat lahir, dia menganut agama Kristen. Salah satu impian Sinan muda adalah bersekolah di Imperial Enderun College yang terdapat di Istana Topkopi.

Namun, cita-citanya itu tak pernah kesampaian, karena Sinan tak diterima di sekolah itu. Semangat belajarnya yang begitu tinggi mengantarkannya ke Ibrahim Pasha School yang dikelola Grand Vizier Ibrahim Pasa. Kemungkinan, dia memeluk agama Islam dan mendapat nama Sinan saat studi di sekolah itu.

Awalnya dia menimba ilmu perkayuan dan matematika. Otaknya yang encer serta ambisinya yang besar membuatnya dipercaya sebagai asisten seorang asisten terkemuka. Dari arsitek itulah, dia banyak menimba ilmu. Berbilang tiga tahun, dia telah menjadi seorang insinyur arsitektur yang berbakat dan terampil.

Pada saat yang bersamaan, Sinan mengikuti latihan wajib militer di Kesultanan Usmani selama enam tahun. Dia lalu bergabung dalam Korps Janissary. Menurut beberapa sumber, Sinan menyaksikan peristiwa penaklukkan Belgrade oleh Usmani Turki. Dalam perang Mohak, Sinan menjadi anggota kavaleri.

Sinan lalu dipromosikan menjadi kapten pengawal istana. Tak lama kemudian, dia memimpin korps infanteri perwira. Lalu dia ditugaskan di Austria untuk memimpin pasukan. Sinan pun sangat mahir menembakkan meriam. Sebagai seorang yang juga menguasai arsitektur, dalam menembak Sinan mempelajari struktur terlemah untuk meruntuhkan sebuah bangunan.

Pada 1535 M, Sinan ikut serta ke Baghdad sebagai komandan pasukan istana. Dua tahun kemudian, dia juga bergabung dalam ekspedisi ke Corfu, Apulia hingga ke Moldavia. Selama masa ekspedisi militer itu Sinan tak hanya dikenal sebagai penembak jitu, namun juga seorang arsitek yang terampil dan ahli.

Saat pasukan Usmani menguasai Kairo, Sinan dipromosikan sebagai pimpinan arsitek. Dia diberi hak khusus untuk merobohkan bangunan-bangunan di kota yang ditaklukan - tentunya yang tak sesuai dengan rencana kota. Saat bertugas di Timur, Sinan ikut membangun benteng pertahanan dan jembatan. Salah satunya jembatan menuju Danube.

Sinan juga begitu ahli mengubah arsitektur gejera menjadi masjid. Bahkan, pada 1535 M, dia sempat membuatkan kapal untuk tentara dan pasukan meriam yang akan melintasi Danau Van. Ketika Aelebi Latfi Pasha menjadi Grand Vizier pada 1539 M, Sinan diangkat menjadi arsitek di Istanbul. Inilah awal kariernya sebagai arsitek sebenarnya.

Tugas utama yang harus diembannya adalah mengawasi pembangunan dan masuknya barang-barang di Kesultanan Usmani. Selain itu, Sinan juga bertanggung jawab untuk mendesain dan membangun sarana publik seperti, jalan, irigasi atau saluran air, dan jembatan. Kewenangannya semakin besar setelah diangkat menjadi Ketua arsitek istana.

Di awal kariernya sebagai arsitek, Sinan banyak berhubungan dengan pembangunan arsitektur kubah tradisional. Sebagai seorang tentara sekaligus, pendekatan arsitekturnya lebih pada sudut pandang empiris dibandingkan teoritis. Dia lalu mulai bereksperimen dengan desain dan teknik struktur kubah tunggal dan banyak kubah.

Sinan mencoba menghasilkan sebuah geometri baru yang murni, sebuah rasionalitas dan integritas spasial dalam desain dan struktur masjid. Lewat upaya itu, dia menunjukkan kreativitas dan harapannya untuk menciptakan sebuah kesatuan ruang yang jelas. Sejak itu, Sinan juga mulai mengembangkan serangkaian kubah yang bervariasi.

Kubah dan lengkungan yang didesain membengkok. Namun, dia menghindari elemen-elemen curvilinear dalam desainnya. Sinan lebih memilih mengubah lingkaran kubah ke dalam sebuah segi-empat , persegi enam, atau sistem persegi delapan. Sinan memang dikenal amat jenius dalam mengorganisasi ruang dan penciptaan resolusi tegangan lewat desain. Sinan tutup usia pada 17 Juli 1588 M. (hri)

Masterpiece: Sang Perwira Arsitek


Masterpiece: Sang Perwira Arsitek

www.republika.co.id


*Periode 1538 M -1550 M
Selama periode ini, Sinan melanjutkan model arsitektur tradisional Usmani. Namun, secara bertahap dia juga mulai mengeksplorasi kemampuannya di bidang arsitektur. Selama bertugas sebagai tentara, dia banyak mempelajari arsitektur monumen di kota-kota Eropa dan Timur Tengah yang ditaklukkan Daulah Usmani.

Pada periode ini, dia mencoba membangun sebuah monumen penting yakni, Masjid Hasrev Pasha dan dua madrasah di Aleppo. Bangunan itu dibangun pada musim dingin tahun 1536 M - 1537 M. Ketika pertama kali diangkat menjadi arsitek kesultanan, Sinan membangun kompleka Haseki Hrrem yang sederhana untuk isteri Sultan Sulaiman.

Sinan juga membangun makam Laksamana Besar Hayreddin Barbosa pada 1541 M. Dia juga membangunkan sebuah masjid dengan madrasah atas perintah satu-satunya anak perempuan Sultan Sulaiman, Mihrimah Sultana. Bangunan itu juga dilengkapi dapur atau imaret.

Sultan Sulaiman memerintahkan Sinan untuk membangun sebuah masjid untuk mengenang anaknya Sehzade Mehmet yang meninggal pada usia 21 tahun. Padahal, saat itu Sinan tengah membangun Masjid Iskele. Menurut para sejarawan Masjid Sehzade merupakan karya terbesar (masterpiece) pertama Sinan.

Sinan lalu mewujudkan obsesinya untuk membangun masjid berkubah besar dengan mendirikan Masjid Fatih Pasha di Diyarbakir dan Masjid Piri Pasha di Haskay.

*Periode 1550 M - 1570 M
Sultan Sulaiman memerintahkan Sinan untuk membangun masjid lagi pada tahun 1550 M. Masjid yang kemudian dikenal dengan nama Masjid Sulaiman itu dibangun dengan dana yang begitu besar. Sulta menginginkan di sekitar masjid itu juga dilengkapi dengan empat sekolah, dapur, rumah sakit, rumah sakit jiwa, sebuah hamam, dan hospice bagi para penjelajah.

Saat itu, Sina sudah menjadi pemimpin arsitek istana. Ia mulai dibantu asisten. Masjid itu dibangun dala waktu tujuh tahun. Inilah masid pertama dengan atapnya berbentuk setengah kubus. Sinan terinspirasi dari desain Hagia Sophia.

Antara 1553 M - 1555 M, Sinan membangun sebuah masjid di Besiktas. Pada 1556 M, Sinan membangun tempat mandi bernama Haseki Harrem Hamam untuk mengganti tempat mandi antik Baths of Zeuxippus. Itulah tempat mandi yang paling indah yang dibangun Sinan.

Sekitar tahun 1559 M, dia membangun madrasah Cafer Aga. Pada tahun yang sama dia juga membangun sebuah masjid kecil untuk Iskender Pasha di Kanlika, sebelah Bosphorus. Pada 1561 M, ketika Rastem Pasha meninggal dunia, Sinan pun membangun Masjid Rastem Pasha. Sinan juga membangun masjid di Istanbul untuk Zal Mahmut Pasha antara 1560 M - 1566 M.

* Periode 1570 M - 1588 M
Sinan membangun Masjid Sokollu Mehmet Pasa di Istanbul (1571 M - 1572 M) dan Masjid Salim di Edirne 1575 M. Dalam buku biografinya berjudul "Tezkiret Al Bayan", Sinan mengaku bahwa Masjid Salim merupakan karya terbesarnya (masterpiece).

Dedikasi Setengah Abad

Lima puluh tahun lamanya Sinan mencurahkan pikirannya untuk membangun Kerajaan Usmani. Menurut Tazkirat Al-Abniya - daftar resmi hasil kerjanya - Sinan menyatakan telah membangun dan mengawasi 476 bangunan. Sebuah pencapaian yang begitu luar biasa.

Meski karya-karyanya tela berumur hampir lima abad, namun tak kurang dari 196 bangunan yang dibangun dan disupervisinya masih tetap eksis hingga saat ini. Memang tak semua bangunan dibangunnya sendiri. Untuk pembangunan gedung yang terbilang kurang penting dia mendelegasikannya kepada asistennya.

Dari 476 bangunan yang dibangunnya itu terdiri dari, 94 bangunan masjid besar, 57 gedung sekolah, 52 bangunan masjid kecil, 48 tempat pemandian, 35 istana, 22 makam, 20 caravanserai, 17 dapur umum, delapan jembatan, delapan gudang penyimpanan, tujuh madrasah, enam pengatur air, dan tiga rumah sakit.

Beberapa karya Sinan: Masjid Azapkapi Sokullu di Istanbul; Masjid Salim di Edirne; Kompleks Salaiman ; Kompleks Kilic Ali Pasha; Kompleks Molla Celebi; Tempat mandi Haseki; Masjid Piyale Pasha; Masjid Sehzade; Kompleks Mihrimah Sultan di Edirnekapi; Jembatan Mehmed Pasa Sokolovic di Visegrad; Masjid Nisanci Mehmed Pasha; Masjid Rastem Pasha; Masjid Zal Mahmud Pasha; Masjid Kadirga Sokullu; Masjid Koursoum atau masjid Usman Shah di Trikala; Al-Takiya Al-Suleimaniya di Damascus; Madrasah Yavuz Sultan Selim; Jembatan Mimar Sinan di Bayakaekmece.

( heri ruslan )

Teknologi Militer Kekhalifahan Usmani

Rabu, 12 Maret 2008
(www.republika.co.id)

Teknologi Militer Kekhalifahan Usmani


Para sarjana Islam menemukan dan mengembangkan bubuk mesiu serta senjata peledak mulai awal abad ke-12.


Tak lama setelah memproklamirkan kedaulatannya sekitar tahun 1300 M, Kekhalifahan Usmani kian memperluas cengkraman kekuasaannya ke seantero jagad. Eropa pun berhasil ditaklukkan kerajaan yang awalnya berpusat di baratlaut Anatolia itu. Kesuksesan Usmani menguasai wilayah yang begitu luas ditopang teknologi militer modern dan tercanggih di zamannya.

Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad II, Kerajaan Usmani sudah mulai mengembangkan senjata meriam. Teknologi meriam yang dikembangkan pada era kejayaan Usmani tersebut terbilang paling mutakhir. Senjata meriamnya sudah bisa dibagi menjadi dua bagian. Sehingga, memudahkan saat di bawa ke medan perang.

Pada abad ke-15 hingga 16 M, negaranegara Eropa belum memiliki meriam secanggih itu. Meriam berukuran besar itu secara khusus diciptakan pada 1464 M atas pesanan Sultan Mehmet II. Sang Penakluk - begitu Sultan Muhammad II dijuluki - sengaja memesan meriam berukuran raksasa yang belum ada sebelumnya.

Berat meriam raksasa yang dikenal dengan Meriam Mehmed II itu mencapai 18 ton. Panjangnya sekitar 5,23 meter dan diameternya mencapai 0,635 meter. Panjang laranya mencapai 3,15 meter dan tempat mesiunya berdiameter 0,248 meter. Selain itu, pasukan artileri (bagian meriam) yang dimiliki Sultan Muhammad juga diperkuat oleh sederet desainer dan insinyur yang mumpuni di bidang teknologi persenjataan. Beberapa ahli meriam yang termasyhur yang bergabung dalam tim artileri itu antara lain, Saruca Usta dan Muslihiddni Usta.

Tak sedikit pula non-Muslim bergabung dalam kelompok artileri. Mereka adalah orang-orang miskin yang tak puas dengan kebijakan Bizantium. Saat menaklukkan Konstantinopel, — ibu kota Bizantium — pasukan tentara Usmani mengepung dan menjebol benteng pertahanan musuh dengan meriam tercanggih, di zamannya.

Senjata meriam raksasa yang diciptakan pada masa kejayaan Daulah Usmani itu memiliki daya jangkau dan daya ledak yang terbilang luar biasa. Dalam Pertempuran Dardanelles, meriam itu mampu menenggelamkan enam kapal Sir John Ducksworth. Jangkauan Meriam Mehmet II mampu melintasi selat sejauh satu mil.

Meriam raksasa itu kini berada di Fort Nelson Museum. Konon, meriam itu dihadiahkan Sultan Abdulaziz kepada Ratu Victoria sebagai hadiah. Pada saat berkuasa Sultan Abdulaziz sempat diundang oleh Ratu Victoria. Setahun kemudian, meriam bersejarah itu pun dihibahkan kepada sang ratu.

Para sarjana Islam menemukan dan mengembangkan bubuk mesiu serta senjata peledak mulai awal abad ke-12. Pengembangan teknologi senjata itu dilakukan menyusul terjadinya Perang Salib I. Saat itu umat Islam terutama Turki berperang melawan pasukan tentara Salib (crusader).

Pengembangan senjata berdaya ledak serta bubuk mesiu dikembangkan di Syria, khususnya Damaskus. Pemerintahan Turki yang menguasai wilayah itu banyak mendirikan sekolah. Para sarjana Islam pun bergelut menciptakan bubuk mesiu sebagai bahan peledak untuk roket.

Dalam kitabnya berjudul Kitab alfurusiya val-muhasab al-harbiyaI dan Niyahat al-su’ul val-ummiya fi ta’allum a’mal al-furusiya, insinyur Islam, Hasan ar-Rammah Najm al-Din al-Ahdab, pada abad ke-13 M, merumuskan dan menciptakan bubuk mesiu, persenjataan. Selain itu, untuk pertama kalinya, Hasan ar- Rammah mengungkapkan tentang torpedo yang digerakkan sistem roket.

Dalam kitab yang ditulis pada tahun 1275, Hasan ar-Rammah, mengilustrasikan sebuah torpedo yang diluncurkan sebuah roket yang berisi bahan peledak. Selain itu, umat Islam juga memiliki buku tentang persenjataan dan militer penting lainnya, seperti Kitab anÃ¥q fi’l-manajniq yang khusus ditulis untuk Ibnu Aranbugha Al-ZardkÉsh, komandan pasukan Ayyubiyah. Namun, penulis kitab itu tak dikenal.

Buku tentang persenjataan lainnya yang ditulis sarjana Islam adalah Kitab al-hiyal fi’l-hurub ve fath almada’in hifz al-durub (roket, bom, dan panah api) ditulis oleh Komandan Turki Alaaddin Tayboga Al-Umari Al-Saki Al-Meliki Al- Nasir. Kitab lainnya yang mengupas tentang roket ditulis Ibnu Arabbugha berjudul Kitab Ã…l anik fil manajik kitab Ã…l hiyal fil hurub fi fath.

Barat juga kerap mengklaim bahwa roda terbang atau mesin terbang pertama kali diciptakan Leonardo da Vinci. Sesungguhnya, da Vinci itu banyak terpengaruh oleh karya-karya sarjana Islam bernama Al-Hazen. Selain itu, yang patut diketahui umat Islam adalah tulisan tangan karya-karya insinyur Islam bernama Ahmad bin Musa masih berada di perpustakaan Vatikan.

Peradaban Islam-Turki tercatat sebagai perintis dunia penerbangan jauh sebelum dunia Kristen-Eropa. Seorang sajana Turki bernama Sayram telah meneliti hubungan antara permukaan sayap burung dengan berat badannya untuk menemukan sebab-sebab burung bisa terbang. Penemuan itu membuat horizon baru dalam bidang aerodinamis.

Upaya penerbangan yang paling menarik dilakukan dua ilmuwan Muslim Turki, Hazarfan Ahmed Celebi dan Lagarå Hasan Celebi pada tahun 1630 M-1632 M pada masa pemerintahan Sultan Murad IV. Evliya Celebi yang menyaksikan peristiwa bersejarah dalam dunia teknologi Islam itu menuturkan kesaksiannya.

‘’Hazarfan Ahmed Celebi, pertama kali mencoba terbang sebanyak delapan atau sembilan kali dengan sayap elang menggunakan tenaga angin,’’ ujar Evliya Celebi dalam buku catatan perjalannya yang masih tersimpan di Perpustakaan Istanbul.

Sultan Murad Han menyaksikan uji coba terbang itu dari bangunan besar bernama Sinan Pasha di Sarayburnu. Hazarfan Ahmed Celebi terbang dari puncak menara Galata dan mendarat di Dogancilar Square yang terletak di Uskudar dengan bantuan angin dari arah barat daya. Atas prestasinya itu, Sultan menghadiahinya koin emas.

‘’Hazerpan Ahmed Celebi telah membuka era baru dalam sejarah penerbangan,’’ papar Sultan Murad. Insinyur sekaligus penerbang. LagarÃ¥ Hasan Celebi, juga tercatat terbang dengan menggunakan tujuh sayap roket dan mendarat dengan selamat di laut. Sosok LagarÃ¥ Hasan Celebi itu sangat patut mendapat tempat khusus dalam sejarah penerbangan. (hri)

Tangguh di Darat, Kuat di Laut

(Rabu, 12 Maret 2008)

www.republika.co.id

Hegemoni Kesultanan Usmani semakin menggurita tatkala Konstantinopel — ibu kota Kekaisaran Bizantium — pada 1453 M berhasil ditundukkan. Sejak itu, pemerintahan Usmani pun mengembangkan Istanbul (kota Islam) menjadi pusat pelayaran. Sultan Muhammad II pun menetapkan lautan dalam Golden Horn sebagai pusat industri dan gudang persenjataan maritim. Dia menitahkan komandan angkatan laut, Hamza Pasha, untuk membangun industri dan gudang persenjataan laut. Tak hanya itu, pemerintahan Ottoman juga berhasil membangun sebuah kapal di Gallipoli Maritime Arsenal. Di bawah komando Gedik Ahmed Pasha (1480 M), Daulah Usmani membangun basis kekuatan lautnya di Istanbul. Tak heran, jika marinir Turki mendominasi Laut Hitam dan menguasai Otranto.

Pada era kekuasaan Sultan Salim I (1512-1520), pusat persenjataan maritim di Istanbul dimodifikasi. Salim I berambisi untuk menciptakan Daulah Usmani yang tak hanya tanggung di darat, tapi juga kuat di lautan. Selain mengembangkan Pusat persenjataan Maritim Istanbul, Sultan juga memerintahkan membangun kapal laut yang besar.

Tak heran, jika Salim I kerap berseloroh, ‘’Jika scorpions (Kristen) menempati laut dengan kapalnya, jika bendera Paus dan raja-raja Prancis serta Spanyol berkibar di Pantai Trace, itu semata-mata karena toleransi kami.’’

Salim I bertekad memiliki angkatan laut yang besar dan kuat untuk menguasai lautan. Pembangunan dan perluasan pusat persenjataan maritim pun akhirnya dilakukan dari Galata sampai ke Sungai Kagithane River dibawah pengawasan Laksamana Cafer dan tuntas pada 1515 M. Total dana yang dikucurkan untuk pembangunan pusat pertahanan dan persenjataan bahari itu menghabiskan 50 ribu koin. Sebanyak 150 unit kapal dibangun.

Dilengkapi dengan kapal laut terbesar di dunia, pada abad ke-16 M, Turki Usmani telah menguasai Mediterania, Laut Hitam, dan Samudera Hindia. Tak heran, bila kemudian Daulah Usmani kerap disebut sebagai kerajaan yang bermarkas di atas kapal laut.

Sultan Selim I mulai kembali melirik pentingnya membangun kekuatan di lautan setelah kembali dari Mesir. Sebelumnya, kekuasaan Usmani Turki telah menguasai pelabuhan penting di Timur Mediterania, seperti Syiria dan Mesir. Pembangunan pelabuhan dan pusat persenjataan maritim terus dikembangkan oleh sultansultan berikutnya. Pada masa kejayaannya, Turki Usmani sempat menjadi Adikuasa yang disegani bangsabangsa di dunia baik di darat maupun di laut.


Bisnis Senjata di Era Usmani

Berniaga tak mengenal batas, begitu kata pepatah. Sekalipun Daulah Usmani bersitegang dan bermusuhan dengan Eropa, namun aktivitas perdagangan tak lantas berhenti. Pada era itu, perdagangan senjata di pasar gelap antara Turki dan Eropa masih terus berlangsung.

Padahal, penguasa di benua Eropa termasuk Paus melarang warganya untuk berbisnis dengan Usmani Turki. Larangan itu diberlakukan Paus Gregory XI pada 15 Mei 1373 M. Pada pertengahan abad ke-14, persenjataan mulai berkembang ke negara-negara Eropa, sebagai teknologi militer baru. Namun, kala itu bisnis persenjataan belum begitu pesat.

Selain melarang berbisnis senjata dengan Daulah Usmani, Paus juga tak mengizinkan umat Kristiani untuk membeli kuda, besi, tembaga, dan barang-barang lainnya. Larangan berbisnis dengan Kesultanan Usmani diterapkan beberapa negara melalui undang-undang.

Larangan itu tak berdampak besar bagi Kerajaan Ottoman. Turki Usmani masih dengan mudah bisa memperoleh munisi. Daulah Usmani tetap bisa memperoleh pasokan baja dan amunisi untuk kebutuhan militer dari Dubrovnik, Florence, Venicia, dan Genoa pada abad ke-14 M hingga 16 M. Bahkan, dua kota di Italia, Venicia dan Genoa hidup dari perdagangan.

( heri ruslan)

Jejak Industri Kertas di Dunia Islam


Senin, 10 Maret 2008

(www.republika.co.id)


Lembaran kertas benar-benar telah mengubah dunia. Kertas telah membuat ilmu pengetahuan dan peradaban manusia berkembang begitu cepat, secepat kilat. Cendekiawan Muslim, Ziauddin Sardar, menyatakan, pembuatan kertas pada masa kejayaan kekhalifan Islam merupakan peristiwa paling revolusioner dalam sejarah manusia.

''Pembuatan kertas juga merupakan tonggak penting dalam sejarah peradaban manusia,'' ungkap Sardar dalam bukunya berjudul Kembali ke Masa Depan. Umat Islam berperan besar dalam proses pembuatan kertas. Bayangkan, jika kertas tak diproduksi umat Islam. Pastilah, ilmu pengetahuan dan teknologi tak berkembang pesat, seperti saat ini.

Meski penggunaan kertas mulai menyusut di era digital ini, namun kertas telah berjasa mengantarkan manusia memasuki zaman cyber. Jauh sebelum kertas ditemukan, manusia kuno mengungkapkan perasaannya di atas batu dan tulang belulang. Menulis di atas batu telah dilakukan bangsa Sumeria sejak 3.000 tahun SM. Orang-orang Chaldea dari Babylonia Kuno menulis di tanah liat.

Bangsa Romawi menggunakan perunggu untuk mencatat. Pada Abad ke-9 SM, buku-buku besar tersusun dari lembaran-lembaran kayu telah dipakai sebelum masa Homer. Masyarakat Mesir kuno, menggunakan papirus untuk menulis dan menggambar. Papyrus sudah menyerupai kertas, dari kata itu pula orang Barat mengenal paper (kertas).

Papirus merupakan tanaman yang tinggi tangkainya mencapai 10 hingga 15 kaki. Tangkainya berbentuk segi tiga secara bersilangan dan di sekeliling dasarnya tumbuh beberapa daun yang berserabut pendek. Kertas orang Mesir (papyrus) itu telah berkembang dengan pesat pada abad ke-3 SM hingga 5 SM. Penggunaan papyrus mulai terkikis ketika bangsa Mesir mulai beralih ke kulit binatang.

Kali pertama, kertas ditemukan di Cina pada era kekuasaan Kaisar Ho-Ti dari Dinasti Han. Konon, menurut sejarah lama Cina, cikal-bakal pembuatan kertas mulai dikembangkan seorang pejabat pemerintah bernama Ts'ai Lun pada tahun 105 M. Meski begitu, banyak pula yang meragukan Ts'ai Lun sebagai penemu kertas.

''Meski dokumen-dokumen sejarah lama Cina secara hati-hati dan eksplisit menyebut Ts'ai Lun sebagai penemu kertas. Namun, pastinya ide dan produk kertas tak muncul secara serta merta,'' papar Sukey Hughes dalam buku Washi The World of Japanese Paper. Terlebih, peradaban Cina sudah mulai mengenal kertas sejak tahun 100 SM. Kertas yang dibuat Tsiau Lun berasal dari kulit pohon murbei.

Selain peradaban Cina, konon bangsa India pun pada tahun 400 M sudah mulai mengenal kertas. Lalu sejak kapan peradaban Islam mulai akrab dengan kertas? Menurut Sardar, pertama kali kertas diperkenalkan ke dunia Islam pada abad ke-8 M di Samarkand, Irak. Teknologi industri kertas mulai berkembang pesat di dunia Islam, setelah terjadinya Pertempuran Talas pada 751 M.

Kaum Muslim berhasil menawan orang Cina yang ulung membuat kertas. ''Para tahanan itu segera diberi fasilitas untuk memperlihatkan keterampilan mereka,'' papar Sardar. Sayangnya, proses pembuatan kertas yang diperkenalkan orang-orang Cina itu tak bisa dilajutkan, lantaran tak ada kulit pohon murbei di negeri Islam.

Para sarjana Muslim pun memutar otak. Sebuah terobosan spektakuler akhirnya tercipta. Mereka memperkenalkan penemuan baru dan inovasi yang mengubah keterampilan membuat kertas menjadi sebuah industri. Kulit pohon murbei diganti dengan pohon linen, kapas, dan serat.

Selain itu, para sarjana Islam pun memperkenalkan bambu yang digunakan untuk mengeringkan lembaran kertas basah dan memindahkan kertas ketika masih lembab. Inovasi lainnnya proses permentasi untuk mempercepat pemotongan linen dan serat dengan menambahkan pemutih atau bahan kimiawi lainnya.

Proses pembuatan kertas juga menggunakan palu penempa besar untuk menggiling bahan-bahan yang akan dihaluskan. Awalnya, proses ini melibatkan para pekerja ahli. Namun, seiring ditemukannya kincir air di Jativa, Spanyol pada 1151 M, palu penempa tak lagi digerakkan tenaga manusia. Sejak itu penggilingan bahan-bahan menggunakan tenaga air.

Tak lama kemudian, orang-orang Muslim memperkenalkan proses pemotongan kertas dengan kanji gandum. Proses ini mampu menghasilkan permukaan kertas yang cocok untuk ditulis dengan tinta. Sejak saat itu, industri kertas menyebar dengan cepat ke negeri-negeri Muslim.

Percetakan kertas pertama di Baghdad didirikan pada tahun 793 M, era Khalifah Harun Al-Rasyid dari Daulah Abbasiyah. Setelah itu, pabrik-pabrik kertas segera bermunculan di Damskus, Tiberia, Tripoli, Kairo, Fez, Sicilia Islam, Jativa, Valencia, dan berbagai belahan dunia Islam lainnya.

Wazir Dinasti Abbasiyah, Ja'far Ibnu Yahya, mulai mengganti parkemen dengan kertas di kantor-kantor pemerintahan. Pada abad ke-10, berdiri pabrik kertas yang mengapung di Sungai Tigris. Kertas pun begitu populer di dunia Islam dari India sampai Spanyol.

Saking populernya kertas, seorang petualang Persia pada 1040 mencatat: Di Kairo para pedagang sayuran dan rempah-rempah sudah menggunakan kertas untuk membungkus semua dagangannya. Padahal, pada saat itu Eropa sama sekali belum mengenal kertas. Eropa yang tengah dicengkram kegelapan masih memakai parkemen.

Orang Barat baru mengenal kertas beberapa ratus tahun setelah orang Muslim menggunakannya. Pabrik kertas pertama di Eropa dibangun pada 1276 M di Fabrino, Italia. Seabad kemudian, berdiri pabrik kertas di Nuremberg Jerman. Barat mempelajari tata cara membuat kertas, setelah Kristen menginvasi Spanyol Islam. Setelah kejayaan Islam redup, Barat akhirnya mendominasi industri kertas. (hri)

Kertas dan Revolusi Budaya

Kertas dan Revolusi Budaya

(www.republika.co.id)

''Produksi kertas tak hanya memberi rangsangan luar biasa untuk menuntut ilmu, tetapi membuat harga buku semakin murah dan mudah diperoleh. Hasil akhirnya adalah revolusi budaya,'' cetus Cendekiawan Muslim, Ziauddin Sardar.

Menurut dia, produksi buku dalam skala yang tak pernah terjadi sebelumnya membuat konsep ilmu bertransformasi menjadi sebuah praktik yang benar-benar distributif.

Bermunculannya industri kertas pada era kejayaan Islam juga telah melahirkan sejumlah profesi baru. Salah satunya adalah warraq. Mereka menjual kertas dan berperan sebagai agen. Selain itu, warraqin juga bekerja sebagai penulis yang menyalin berbagai manuskrip yang dipesan para pelanggannya. Mereka juga menjual buku dan membuka toko buku.

Menurut Sardar, sebagai agen, warraqin juga sering membuat sendiri kertas untuk mencetak buku. Sebagai penjual buku, warraqin mengatur segalanya, mulai dari mendirikan kios di pinggir jalan hingga toko-toko besar yang nyaman jauh dari debu-debu pasar. Kios-kios buku itu umumnya berdiri di jantung kota-kota besar, seperti Baghdad, Damskus, kairo, Granada, dan Fez.

Seorang sarjana Muslim, Al-Yaqubi dalam catatannya mengungkapkan pada abad ke-9, di pinggiran kota Baghdad terdapat tak kurang dari 100 kios buku. Di toko-toko buku besar, kerap berlangsung diskusi informal membedah buku. Acara itu dihadiri para penulis dan pemikir terkemuka.

Sardar menuturkan, salah satu toko buku terkemuka dalam sejarah Islam adalah milik Al-Nadim (wafat 990 M). Dia adalah seorang kolektor buku pada abad ke-10. Toko buku Al-Nadim di Baghdad dipenuhi ribuan manuskrip dan dikenal sebagai tempat pertemuan para pemikir, penyair terkemuka pada masanya. Katalog buku-buku yang terdapat di tokonya Al-Fihrist Al-Nadim dilengkapi dengan catatan kritis. Katalog itu dikenal sebagai ensiklopedia kebudayaan Islam abad pertengahan.

Industri penerbitan yang dipelopori warraqin dilakukan dengan sistem kerja sama antara penulis dengan penerbit. Seorang penulis yang ingin menerbitkan bukunya bisa menyampaikan keinginannya secara publik atau menghubungi satu atau dua warraqin. Buku tersebut nantinya akan 'diterbitkan' di sebuah masjid atau di toko buku terkenal.

Selama masa yang ditentukan, setiap harinya penulis buku itu akan mendiktekan isi bukunya. Setiap orang boleh menghadiri acara itu. Biasanya, para pelajar dan sarjana berkerumun menyimak acara penting itu. Para penulis biasanya menegaskan bahwa hanya warraqin saja yang boleh menulis bukunya.

Ketika buku selesai ditulis, manuskrip tangan akan diperiksa dan diperbaiki penulisnya. Setelah sepakat, buku akan diterbitkan dan dijual kepada pembaca. Sesuai kesepakatan, penulis akan mendapat royalti dari warraqin. Tumbuh suburnya industri penerbitan membuat gairah membaca masyarakat Muslim begitu tinggi.

Untuk menampung buku-buku yang terus terbit, dibangunlah perpustakaan-perpustakaan. Salah satu perpustakaan terkemuka adalah Baitul Hikmah yang dibangun Khalifah Harun Al-Rasyid di kota Baghdad.

Perjalanan Industri Kertas

3000 SM: Orang mesir, Romawi dan Yunani kuno menggunakan papirus sebagai media untuk menulis.
105 M: Seorang pejabat Cina bernama Ts'ai Lun dari Dinasti Han pafa masa kepemimpinan Kaisar Ho Ti memproduksi kertas dari kulit pohon murbei. Teknologinya masih sederhana.
400 M: Peradaban India juga sudah mengenal kertas.
610 M: Pembuatan kertas sudah menyebar ke Jepang melalui Korea dari Cina.
751 M: Dunia Islam mulai mengembangkan industri kertas, setelah memenangkan Perang Talas. Pada era itulah industri pertama kertas di dunia dibangun.
900 M: Kertas menyebar ke Mesir menggantikan papirus.
1000 M: Penggunaan kertas menyebar ke Marroko.
1200 M: Industri kertas menyebar ke Spanyol dan Sicilia.
1221 M: Pasukan Kristen menguasai Spanyol Islam dan mulai belajar membuat kertas.
1300 M: Orang-orang Italia memperbaiki teknik membuat kertas yang dikembangkan Arab.
1400 M: Arab mengekspor kertas ke Eropa.
1450-55: Johann Gutenberg mencetak bible.
1491 M: Orang Polandia mulai membuat kertas.
1567 M: Rusia memproduksi kertas.
1690 M: William Rittenhouse memproduksi kertas di Philadelphia, AS.
1854 M: Formula bubur kertas (pulp) dipatenkan.
1860 M: Bubur kertas kain diganti dengan bubur kertas kayu.

(heri ruslan )

Prof Susanto Zuhdi, Sejarawan: Cheng Ho, Pahlawan Budaya


www.republika.co.id

Ekspedisi yang dilakukan Laksamana Cheng Ho pada abad ke-15 M dilakukan dengan dua misi, yakni perdagangan dan penyebaran Islam. Saya tak melihat adanya misi penaklukkan dalam ekspedisi yang dilakukan Ceng Ho sebanyak tujuh kali itu. Sebab, sampai sekarang belum ditemukan adanya bekas-bekas kekuasaan Ceng Ho.

Ekspedisi yang dilakukan Ceng Ho ke wilayah Nusantara, khususnya Jawa memang sungguh menarik. Ceng Ho melakukan pendekatan kultural setiap kali mendatangi wilayah yang ditujunya. Sehingga, kedatangannya selalu diterima dengan tangan terbuka oleh penduduk lokal.

Yang menarik, justru kebudayaan yang dibawa melalui misi ekspedisi Ceng Ho itu diadaptasi masyarakat lokal. Setelah itu, masyarakat mewarnai kebudayaan yang dibawa Ceng Ho itu dengan budaya lokal yang lebih kental. Misalnya saja, di Semarang, sosok laksamana itu menjadi Sam Po Kong. Tak heran, jika kemudian dia dianggap masyarakat lokal sebagai pahlawan.

Menurut saya, Ceng Ho itu semacam pahlawan kebudayaan. Sebab, melalui ekspedisi yang dilakukannya, dia telah membawa semacam semangat persaudaraan antarbangsa. Melalui ekspedisi yang dilakukannya telah terjadi semacam pertemuan budaya. Perjalanan Ceng Ho itu membawa semangat keterbukaan, meski berbeda etnis namun kehediarannya dapat diterima.

Ceng Ho adalah sosok laksamana yang memiliki kepemimpinan yang luar biasa. Dalam setiap ekspedisi yang dipimpinnya, dia bisa memimpin ribuan orang dengan sukses. Kemampuan dalam mengelola dan memimpin ekspedisi besar itu memang sungguh luar biasa.

Ceng Ho bukanlah orang Cina pertama yang datang ke Nusantara. Sebab, pada abad ke-9 M, sudah ada orang-orang Cina yang belajar mengenai agama Budha di Kerajaan Sriwijaya, Palembang. Meski begitu, ada semacam pesan penting yang diambil dari ekspedisi Ceng Ho yang salah satunya datang ke wilayah Nusantara itu.

Pesan penting yang dibawa Ceng Ho bagi bangsa Indonesia adalah semangat kemaritiman. Ekspedisi Ceng Ho mestinya menjadi modal bagi bangsa ini untuk kembali membangkitkan nilai-nilai kemaritiman. Saya melihat ada semacam kejumudan dalam nilai-nilai kemaritiman pada bangsa ini. Semangat kemaritiman tampaknya kini sudah nyaris terlupakan. Padahal, nenek moyang bangsa Indonesia adalah para pelaut dan penjelajah yang tak kalah hebat, jauh sebelum Cheng Ho berekspedisi. Sayangnya, memang perjalanan para pelaut Nusantara tak terlacak, karena tak tercatat. Ekspedisi Ceng Ho ini mestinya membangkitkan kembali semangat kemaritiman bangsa. hri

( )

Laksamana Muslim yang Taat

Kamis, 06 Maret 2008

(www.republika.co.id)

Sebagai seorang Muslim taat, Ramadhan adalah bulan yang dinanti-natikan kedatangnya oleh Ceng Ho. Dalam sebuah catatan, pada 7 Desember 1411 M sesudah melakukan pelayarannya yang ketiga, Ceng Ho sempat mudik ke kampungnya, Kunyang untuk berziarah ke makam ayahnya. Saat Ramadhan tiba, Cheng Ho memilih berpuasa di kampungnya yang senantiasa semarak.

Dia pun tenggelam dalam kegiatan keagamaan sampai Idul Fitri tiba. Dalam kurun waktu 1405-1433, Cheng Ho memang sempat terdampar di kepulauan Nusantara selama tujuh kali. Ketika berkunjung ke Samudera Pasai, dia menghadiahi lonceng raksasa Cakradonya kepada Sultan Aceh.

Ia juga sempat mampir di Pelabuhan Bintang Mas kini Tanjung Priok. Tahun 1415 M mendarat di Muara Jati (Cirebon). Beberapa cindera mata khas Tiongkok dipersembahkan kepada Sultan Cirebon. Sebuah piring bertuliskan Ayat Kursi saat ini masih tersimpan baik di Kraton Kasepuhan Cirebon.

Ketika menyusuri Laut Jawa, Wang Jinghong (orang kedua dalam armada itu), sakit keras. Sauh segera dilempar di pantai Simongan, Semarang. Mereka tinggal di sebuah goa, sebagian lagi membuat pondokan. Wang yang kini dikenal dengan sebutan Kiai Jurumudi Dampo Awang, akhirnya menetap dan menjadi cikal bakal keberadaan warga Tionghoa di sana.

Wang juga mengabadikan Cheng Ho menjadi sebuah patung (disebut Mbah Ledakar Juragan Dampo Awang Sam Po Kong), serta membangun kelenteng Sam Po Kong atau Gedung Batu. Perjalanan dilanjutkan ke Tuban (Jawa Timur). Kepada warga pribumi, Cheng Ho mengajarkan tatacara pertanian, peternakan, pertukangan, dan perikanan. Hal yang sama juga dilakukan sewaktu singgah di Gresik.

Lawatan dilanjutkan ke Surabaya. Tepat di hari Jumat, dan Cheng Ho mendapat kehormatan menyampaikan khotbah di hadapan warga Surabaya yang jumlahnya mencapai ratusan orang. Kunjungan dilanjutkan ke Mojokerto yang saat itu menjadi pusat Kerajaan Majapahit. Di kraton, Raja Majapahit, Wikramawardhana, berkenan mengadakan audiensi dengan rombongan bahariwan Tiongkok ini.

Beberapa sejarawan meyakini bahwa petualang sejati ini sudah menunaikan ibadah haji. Memang tak ada catatan sejarah yang membuktikan itu, tapi pelaksanaan haji kemungkinan dilakukan saat ekspedisi terakhir (1431 M -1433 M). Saat itu rombongannya memang singgah di Jeddah. Menunaikan ibadah haji merupakan impian dan obsesinya. Sampai-sampai ia mengutus Ma Huan pergi ke Mekah agar melukiskan Ka'bah untuknya. hri

( )

Laksamana Cheng Ho: Penjelajah Muslim Hebat dari Tiongkok

Kamis, 06 Maret 2008

(www.republika.co.id)

Sekitar tahun 1930-an, sejarah kehebatan seorang laksamana laut asal Tiongkok pada abad ke-15 mulai terkuak. Adalah batu prasasti di sebuah kota di Provinsi Fujian, Cina yang bersaksi dan mengisahkan jejak perjalanan dan petualangan seorang pelaut andal dan tangguh bernama Cheng Ho atau Zheng He.

Catatan perjalanan dan penjelajahan yang luar biasa hebatnya itu tak hanya memiliki arti penting bagi bangsa Cina. Jejak hidup Laksamana Cheng Ho juga begitu berarti bagi umat Islam dan bangsa Indonesia. Seperti halnya, petualang hebat dari Maroko, Ibnu Battuta, Cheng Ho pernah singgah di Nusantara dalam ekspedisinya.

Matt Rosenberg, seorang ahli geografi terkemuka dunia mengungkapkan, ekspedisi laut yang dipimpin Cheng Ho telah dilakukan 87 tahun sebelum penjelajah kebanggaan Barat, Christopher Columbus, mengarungi luasnya samudera biru. Tak hanya itu, ekspedisi arung samudera yang dilakukan Cheng Ho juga jauh lebih awal dari penjelajah asal Portugis, Vasco da Gama dan petualang asal Spanyol, Ferdinand Magellan.

Petualangan antarbenua yang dipimpin Cheng Ho selama 28 tahun (1405 M -1433 M) itu berlangsung dalam tujuh kali pelayaran. Menurut Rosenberg, tak kurang dari 30 negara di benua Asia dan Afrika disinggahi Cheng Ho. Jarak tempuh ekspedisi yang dipimpin Cheng Ho beserta pengikutnya mencapai 35 ribu mil.

Dalam batu prasasti yang ditemukan di Provinsi Fujian itu, Cheng Ho mengatakan bahwa dirinya diperintahkan kaisar Dinasti Ming untuk berlayar mengarungi samudera menuju negara-negara di luar horizon. Dalam ekspedisinya mengelilingi benua Afrika dan Asia itu, Cheng Ho mengerahkan armada raksasa dengan puluhan kapal besar dan kapal kecil serta puluhan ribu awak.

Pada ekspedisi pertama, ia mengerahkan 62 kapal besar dan belasan kapal kecil yang digerakkan 27.800 ribu awak. Pada pelayaran ketiga, Cheng Ho menurunkan kapal besar sebanyak 48 buah dengan 27 ribu awak. Sedangkan pada pelayaran ketujuh, tak kurang dari 61 kapal besar dikerahkan dengan awaknya mencapai 27.550 orang. Padahal, ekspedisi yang dilakukan Columbus saat menemukan benua Amerika hanya mengerahkan tiga kapal dengan awak mencapai 88 orang.

Sebuah ekspedisi yang benar-benar dahsyat. Dalam setiap ekspedisi itu, secara khusus Cheng Ho menumpangi 'kapal pusaka'. Sebuah kapal terbesar pada abad ke-15 M. Betapa tidak, panjangnya saja mencapai 138 meter dan lebarnya sekitar 56 meter. Ukuran kapal yang digunakan Cheng Ho untuk menjelajah samudera itu lima kali lebih besar dibanding kapal Columbus.

Menurut sejarawan, JV Mills kapasitas `kapal pusaka' itu mencapai 2.500 ton. Pencapaian gemilang Cheng Ho melalui ekspedisi lautnya pada abad ke-15 M menunjukkan betapa peradaban Cina telah memiliki kapal-kapal besar serta kemampuan navigasi untuk menjelajahi dunia. Anehnya, keberhasilan yang dicapai Cheng Ho itu tak diikuti dengan ekspedisi berikutnya.

''Cheng Ho terlahir sekitar tahun 1371 M di Provinsi Yunan sebelah baratdaya Cina," ungkap Rosenberg. Nama kecilnya adalan Ma Ho. Dia tumbuh dan dibesarkan dalam sebuah keluarga Muslim. Apalagi, sang ayah pernah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci, Makkah. Menurut Rosenberg, nama keluarga Ma digunakan oleh keluarga Muslim di Tiongkok merujuk pada Muhammad.

Ketika berusia 10 tahun (1381 M), Ma Ho kecil dan anak-anak yang lain ditangkap tentara Cina yang menginvasi wilayah Yunan. Pada usia 13 tahun, dia dan tahanan muda lainnya dijadikan pelayan rumah tangga Pangeran Zhu Di - anak keempat kaisar Cina. Namun, Ma Ho menjadi pelayan khusus Pangeran Zhu Di.

Pergaulannya dengan pangeran, membuat Ma Ho menjadi pemuda yang tangguh. Dia jago berdiplomasi serta menguasai seni berperang. Tak heran, bila dia kemudian diangkat menjadi pegawai khusus pangeran. Nama Ma Ho juga diganti oleh Pangeran Zhu Di menjadi Cheng Ho. Alasannya, kuda-kuda milik abdi (kasim) kaisar terbunuh dalam pertempuran di luar Istana yang dinamakan Zhenglunba.

"Cheng Ho juga dikenal sebagai San Bao yang berarti `tiga mutiara','' papar Rosenberg. Cheng Ho yang memiliki tinggi badan sekitar tujuh kaki, posisinya kian menguat ketika Zhu Di diangkat menjadi kaisar pada 1402. Cheng Ho pun lalu didaulat menjadi laksamana dan diperintahkan untuk melakukan ekspedisi. Cheng Ho, merupakan abdi istana pertama yang memiliki pososi yang tinggi dalam militer Cina.

Ekspedisi pertama Cheng Ho dilakukan pada tahun 1405 M - 1407 M. Sebelum memulai ekspedisinya, rombongan besar itu menunaikan shalat terlebih dulu di sebuah masjid tua di kota Quanzhou (Provinsi Fujian). Pelayaran pertama ini mampu mencapai Caliut, barat daya India dan sampai di wilayah Asia Tenggara: Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Vietnam, Srilangka. Di setiap persinggahan armada itu melakukan transaksi dengan cara barter.

Tahun 1407 M - 1409 M ekspedisi kedua kembali dilakukan, namun Cheng Ho tak ikut memimpin ekspedisi ini, dia tetap di Cina merenovasi masjid di kampung halamannya. Ekspedisi ketiga digelar pada 1409 M - 1411 M menjangkau India dan Srilanka. Tahun 1413 M - 1415 M kembali melaksanakan ekspedisi, kali ini mencapai Aden, Teluk Persia, dan Mogadishu (Afrika Timur). Jalur ini diulang kembali pada ekspedisi kelima (1417M - 1419 M) dan keenam (1421 M - 1422 M). Ekspedisi terakhir (1431 M- 1433 M) berhasil mencapai Laut Merah.

Ekspedisi luar biasa itu tercatat dan terekam dalam buku Zheng He's Navigation Map yang mampu mengubah peta navigasi dunia sampai abad ke-15. Dalam buku ini terdapat 24 peta navigasi mengenai arah pelayaran, jarak di lautan, dan berbagai pelabuhan. Jalur perdagangan Cina berubah, tidak sekadar bertumpu pada 'Jalur Sutera' antara Beijing-Bukhara.

Tak ada penaklukan dalam ekspedisi itu. Sejarawan Jeanette Mirsky menyatakan, ekspedisi bertujuan untuk memperkenalkan dan mengangkat nama besar Dinasti Ming ke seluruh dunia. Kaisar Zhu Di berharap dengan ekspedisi itu, negara-negara lain mengakui kebesaran Kaisar Cina sebagai The Son of Heaven (Putra Dewata. Tindakan militer hanya diterapkan ketika armada yang dipimpinnya menghadapi para perompak di laut. Cheng Ho tutup usia di Caliut, India ketika hendak pulang dari ekspedisi ketujuh pada 1433 M. Namun, ada pula yang menyatakan dia meninggal setelah sampai di Cina pada 1435. Setiap tahun ekspedisinya selalu dikenang.

( )

Rabu, 02 April 2008

My Award


The Second Winner's : My Write 'Mencegah Pencemaran itu Menguntung' the best second of IIMS 2007.

"Padukan Hisab Rukyah, Satukan NU-Muhammadiyah

"Padukan Hisab Rukyah, Satukan NU-Muhammadiyah

Republika, 23 Nop 2003

Buku ini menawarkan konsep imkanurrukyah, yakni sistem rukyah yang bersendikan dengan hisab).

Kita sering menyaksikan perbedaan penetapan awal dan akhir Ramadhan. Perbedaan penetapan tersebut sering melibatkan dua ormas Islam terbesar di tanah air ini, yaitu antara Nahdlatul Ulama (NU) yang menggunakan Rukyah dan Muhammadiyah yang menggunakan Hisab. Dan tentu saja, perbedaan itu terkadang sangat sulit dipahami oleh masyarakat awam. Mereka sering bingung dalam menetapkan pilihan: apakah mengikuti Muhammadiyah atau mengikuti Nahdlatul Ulama. Walaupun Rasulullah Saw dalam salah satu sabdanya pernah mengatakan bahwa ''Perbedaan di antara ummatku adalah rahmat'' (Al-Hadits), namun tak tak jarang perbedaan tersebut sering menjadikan hubungan kedua organisasi itu menjadi renggang.

Pangkal perbedaan yang selama ini terjadi di kalangan kedua ormas tersebut dalam menetapkan awal dan akhir Ramadhan adalah berdasarkan pada perbedaan dalam memahami hadits yang berbunyi; Shumu li ru'yatihi wa afthiru li ru'yatihi fain ghumma `alaihi fa istakmiluhu tsalatsina yawman. Yang bermakna: ''Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal, bila tertutup awan, maka sempurnakanlah bilangan Sya'ban menjadi 30 hari."

Perbedaan dalam memahami hadits inilah yang menjadi pangkal perbedaan dalam menetapkan awal dan akhir Ramadhan. Dari dasar itu, lalu kemudian muncul dua pemahaman dalam menentukan awal Ramadhan dan awal Syawal. Pertama, Rukyat yaitu melihat hilal pada akhir Sya'ban atau Ramadhan pada saat Maghrib atau Istikmal (sempurna), yaitu menyempurnakan bilangan bulan menjadi 30 hari ketika rukyat terhalang oleh awan (mendung). Kedua, Hisab yaitu dengan menggunakan perhitungan yang didasarkan pada peredaran bulan, bumi, dan matahari menurut ahli hisab (ulama Haiat).

Dari dua pemahaman tersebut, kalau dicermati secara seksama dilatarbelakangi oleh beberapa hal. Pertama, perbedaan sistem hisab dan rukyat yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Sehingga hasilnya pun menimbulkan perbedaan penggarapan, sebagaimana adanya klasifikasi sistem hisab (hisab haqiqy taqribu, hisab haqiqy tahqiqy, hisab haqiqy kontemporer). Kedua, perbedaan hasil ijtihad para ulama fiqh dalam masalah penetapan awal dan akhir Ramadhan.

Ada aliran rukyat seperti Imam Ramli dan Al-Khatib Asy-Syaibani yang menyatakan jika rukyat berbeda dengan perhitungan hisab, maka yang diterima adalah kesaksian rukyat, karena hisab diabaikan oleh syari'at (Nihayah al-Muhtaj III: 351). Dan ada juga aliran hisab murni seperti Imam As-Subkhy, Imam Ibbady, dan Imam Qalyuby.

Menurut mereka, jika ada orang menyaksikan hilal sedangkan menurut perhitungan hisab tidak mungkin dirukyat, maka kesaksian tersebut harus ditolak (I'anatut Tholibin II:261) dan aliran Moderat seperti Imam Ibnu Hajar yang menyatakan bahwa Syahadat (penyaksian) atau rukyat dapat ditolak, jika ahli hisab sepakat (ittifaq), namun jika tidak terjadi ittifaq (kesepakatan) maka rukyat tidak dapat ditolak (Tuhfah al-Mulhaj II: 382).

Perbedaan-perbedaan dalam menetapkan masalah awal dan akhir bulan antara kedua ormas Islam terbesar di Indonesia, yakni antara NU dan Muhammadiyah inilah yang mendorong penulis buku ini, Ahmad Izzuddin, mencoba menggabungkan antara keduanya yakni antara rukyah dengan hisab. Di samping itu penulis buku ini juga menawarkan konsep atau formulasi mazhab imkanurrukyah (penggabungan antara rukyah dengan hisab, yakni sistem rukyah yang bersendikan dengan hisab).

Seperti diketahui selama ini semasa pemerintahan Orde Baru cq Menteri Agama nampak tidak konsisten dalam (dasar) penetapan awal-akhir Ramadhan. Hal tersebut terjadi karena seringnya terjadi ''kepentingan politik" dari pemerintah. Bila menteri agamanya dari NU, maka dasar penetapannya menggunakan rukyah (melihat hilal) dan jika si menteri dari Muhammadiyah maka dasar penetapannya menggunakan hisab (perhitungan).

Hal inilah yang sering menimbulkan ketidakpercayaan sebagian kelompok masyarakat terhadap ketetapan pemerintah sebagai Ulul Amri yang mestinya ditaati, sehingga muncul ketetapan awal-akhir Ramadhan dari ormas NU dan Muhammadiyah dengan cara sendiri-sendiri baik dengan bahasa instruksi maupun ihbar. Realitasnya selama ini, walaupun sudah ada sidang Isbat yang dilakukan oleh Pemerintah cq Menteri Agama yang diikuti oleh perwakilan ormas Islam di Indonesia dan pihak-pihak terkait, namun kenyataannya di masyarakat masih ada "ketetapan-ketetapan lain" yang kadang berbeda dengan ketetapan pemerintah tersebut.

"Misalnya NU dengan menggunakan istilah ihbar dan Muhammadiyah dengan menggunakan instruksi. Kedua ketetapan tersebut walaupun sifatnya menggunakan bahasa ihbar dan instruksi, tetapi masyakat awam masih sulit memahaminya. Maka untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat tersebut, dalam era pemerintahan sekarang ini perlu adanya langkah konkret yang objektif persuasif. Di samping juga mengambil langkah-langkah kebijakan penetapan awal-akhir Ramadhan itu harus sesuai dengan aspirasi dan standar penetapan hukum penetapan yang objektif dan ilmiah. Sehingga tidak ada kecenderungan atau keberpihakan pada dasar penetapan yang dipakai oleh siapa yang sedang berkuasa atau dari ormas mana menteri agamanya berasal.

Menurut cendekiawan muslim Nurcholis Madjid, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah merupakan dua sayap burung garuda Pancasila Indonesia yang harus dikompromikan jika ingin menjadikan negara ini besar. Jejak kompromi tersebut, adalah bagaimana "mengkyaikan Muhammadiyah dan mendoktorkan Nahdlatul Ulama" sebagaimana yang ditawarkan oleh Abdurrahman Mas'ud. Jadi dengan tawaran konsep imaknurrukyah ini, diharapkan perbedaan yang selama ini sering terjadi di antara kedua ormas tersebut bisa diselesaikan dengan mencari titik temu yang jelas.

Sebenarnya, dua metode yang selama ini menjadi pegangan dan pedoman yang dilakukan oleh kedua ormas tersebut merupakan dua metode yang saling melengkapi. Metode hisab sebagai prediksi dan perhitungan, walaupun sebelum ini statusnya adalah sebatas hipotesis verifikatif masih perlu menggunakan pembuktian observasi (rukyah) di lapangan.

Demikian juga sebaliknya, kontinuitas rukyah yang dibuktikan dengan hasil hisab harus selalu dilakukan setiap awal dan akhir bulan Qomariyah, sehingga tidak terbatas pada akhir bulan Sya'ban, akhir Ramadhan, dan akhir Dzulqa'dah saja. Dengan cara ini, maka hasil akhir standarisasi ketinggian hilal dapat dihasilkan sebagai hasil kompromi metode hisab dan rukyah secara empiris ilmiah.

Oleh karena itu, menurut penulis buku ini yang juga sebagai Dosen Ilmu Falak di berbagai perguruan tinggi Islam di Jawa Tengah, perbedaan yang ada tidak akan terjadi lagi, jika kedua ormas Islam tersebut secara konsisten memegang prinsip-prinsip tersebut. Apakah mengikuti kemauan pemerintah dengan dasar Hukmul Hakim Hazamun wa Yarfa'ul Khilaf, dengan sikap yang legowo atau tetap pada keputusan sendiri-sendiri.

Namun, walaupun pemerintah dalam menetapkan awal-akhir bulan Qomariyah berdasarkan sidang Isbat lebih banyak dipengaruhi dan cenderung berpihak pada salah satu ormas yang membesarkan sang menteri agama, mestinya pemerintah sebagai Ulul Amri idealnya tetap harus aspiratif selektif dan persuasif dengan dasar ilmiah bukan atas dasar pertimbangan politis.

Wallahu a'lamu bishshawab.

Syahruddin El-Fikri

Penggiat Lembaga Kajian Agama dan Sosial Semarang

Judul buku : Fiqh Hisab Rukyah di Indonesia, Upaya Penyatuan Mazhab Rukyah dengan Mazhab Hisab
Penulis : Ahmad Izzudin
Pengantar : Prof Dr H Ahmad Rofiq, MA
Penerbit : Logung Pustaka Yogyakarta
Cetakan : I, Oktober 2003
Tebal : xx + 182 hlm