Jumat, 19 Desember 2008

Ditilang Polisi , dan Polisi itu temenku

Dari kejauhan, lampu lalu-lintas di perempatan itu masih menyala hijau.Jono segera menekan pedal gas kendaraannya. Ia tak mau terlambat.Apalagi ia tahu perempatan di situ cukup padat, sehingga lampu merahbiasanya menyala cukup lama. Kebetulan jalan di depannya agak lengang.Lampu berganti kuning. Hati Jono berdebar berharap semoga ia bisamelewatinya segera. Tiga meter menjelang garis jalan, lampu merahmenyala.Jono bimbang, haruskah ia berhenti atau terus saja. "Ah, aku tak punya kesempatan untuk menginjak rem mendadak," pikirnya sambilterus melaju.
Prit!Di seberang jalan seorang polisi melambaikan tangan memintanyaberhenti. Jono menepikan kendaraan agak menjauh sambil mengumpat dalamhati. Dari kaca spion ia melihat siapa polisi itu. Wajahnya tak terlalu asing.
Hey, itu khan Bobi, teman mainnya semasa SMA dulu.Hati Jono agak lega.Ia melompat keluar sambil membuka kedua lengannya."Hai, Bob. Senang sekali ketemu kamu lagi!"
"Hai, Jon." Tanpa senyum."Duh, sepertinya saya kena tilang nih? Saya memang agak buru-buru.Istri saya sedang menunggu di rumah..""Oh ya?"Tampaknya Bobi agak ragu. Nah, bagus kalau begitu.
"Bob, hari ini istriku ulang tahun. Ia dan anak-anak sudah menyiapkan segalasesuatunya. Tentu aku tidak boleh terlambat, dong.""Saya mengerti. Tapi, sebenarnya kami sering memperhatikanmu melintasi lampu merah di persimpangan ini.
"Oooo, sepertinya tidak sesuai dengan harapan. Jono harus ganti strategi."Jadi, kamu hendak menilangku? Sungguh, tadi aku tidak melewati lampumerah.. Sewaktu aku lewat lampu kuning masih menyala."Aha, terkadang berdusta sedikit bisa memperlancar keadaan."Ayo dong Jon. Kami melihatnya dengan jelas. Tolong keluarkan SIM-mu."Dengan ketus Jono menyerahkan SIM, lalu masuk ke dalam kendaraan dan menutup kaca jendelanya.
Sementara Bobi menulis sesuatu di bukutilangnya. Beberapa saat kemudian Bobi mengetuk kaca jendela. Jonomemandangi wajah Bobi dengan penuh kecewa.
Dibukanya kaca jendela itu sedikit. Ah, lima centi sudah cukup untuk memasukkan surat tilang. Tanpa berkata-kata Bobi kembali ke posnya..
Jono mengambil surat tilang yang diselipkan Bobi di sela-sela kaca jendela. Tapi, hei apa ini. TernyataSIMnya dikembalikan bersama sebuah nota. Kenapa ia tidak menilangku. Lalu nota ini apa? Semacam guyonan atau apa? Buru-buru Jono membuka dan membaca nota yang berisi tulisan tangan Bobi.
"Halo Jono, Tahukah kamu Jon, aku dulu mempunyai seorang anak perempuan. Sayang, ia sudah meninggal tertabrak pengemudi yang ngebut menerobos lampu merah. Pengemudi itu dihukum penjara selama 3 bulan. Begitu bebas, ia bisa bertemu dan memeluk ketiga anaknya lagi. Sedangkan anak kami satu-satunya sudah tiada. Kami masih terus berusaha dan berharap agar Tuhan berkenan mengkaruniai seorang anak agar dapat kami peluk. Ribuan kali kami mencoba memaafkan pengemudi itu. Betapa sulitnya. Begitu juga kali ini.. Maafkan aku Jon. Doakan agar permohonan kami terkabulkan. Berhati-hatilah. (Salam, Bobi)".
Jono terhenyak. Ia segera keluar dari kendaraan mencari Bobi. Namun,Bobi sudah meninggalkan pos jaganya entah ke mana. Sepanjang jalan pulang ia mengemudi perlahan dengan hati tak menentu sambil berharapkesalahannya dimaafkan... ....Tak selamanya pengertian kita harus sama dengan pengertian orang lain.Bisa jadi suka kita tak lebih dari duka rekan kita. Hidup ini sangatberharga, jalanilah dengan penuh hati-hati.

Drive Safely Guys..

Kamis, 20 November 2008

Jejak Kejayaan Islam di Sicila

REPUBLIKA - Rabu, 04 Juni 2008


Jejak Kejayaan Islam di Sicila



''Kota dengan 300 masjid.'' Begitulah penjelajah Arab terkemuka, Ibnu Hawqal menggambarkan suasana Palermo, ibu kota Sicilia yang berada di wilayah Italia selatan pada tahun 972 M. Dalam catatan perjalanannya, Al-Masalik wal Mamlik, Ibnu Hawqal mengaku tak pernah menemukan sebuah kota dengan jumlah masjid sebanyak itu, sekalipun luasnya dua kali lebih besar dari Palermo.

Pada saat yang sama, pelancong Muslim kondang itu juga menyaksikan kehebatan University of Balerm - sebuah perguruan tinggi Islam terkemuka di kota Palermo, Sicilia. Hampir selama tiga abad lamanya, umat Muslim di era keemasan berhasil mengibarkan bendera kejayaan dengan peradabannya yang terbilang sangat tinggi di wilayah otonomi Sicilia.

Dari wilayah itulah, ilmu pengetahuan yang dikuasai umat Islam ditransfer ke peradaban Barat. Pengaruh Islam begitu besar dalam peradaban masyarakat Sicilia. Selama tiga abad berada dalam kekuasaan Islam, kawasan Sicilia pun berkembang menjadi pusat peradaban dan perniagaan. Sicilia pun sempat menjadi salah satu wilayah primadona di benua Eropa. Islam bersemi di Sicilia sejak 15 Juli 827 M. Ketika itu, pasukan tentara Dinasti Aghlabid di bawah kekuasaan Ziyadat Allah I berhasil menaklukan dari kekuasaan Bizantium. Dinasti Aghlabid merupakan sebuah kekhalifahan Muslim Arab yang menguasai Ifriqiyah meliputi Aljazair, Tunisia dan Tripoli.

Dinasti yang berkuasa dari tahun 800 M hingga 909 M itu berpusat di Tunisia. Diperkuat 10 ribu pasukan infanteri, 700 pasukan berkuda serta 100 armada kapal, pasukan Muslim di bawah komando Asad Ibnu Al-Furat (70 tahun) berhasil mengkandaskan kekuatan Bizantium dalam pertempuran di dekat Mazara. Serangkaian pertempuran demi pertempuran dilalui pasukan Dinasti Aghlabid hingga akhirnya satu per satu kota di Sicilia sepenuhnya berhasil dikuasai umat Islam.

Secara resmi, kota Palermo ditaklukan umat Islam pada tahun 831 M. Sedangkan, Messina dikuasai pasukan Muslim 12 tahun berikutnya. Sejak wilayah Enna berhasil direbut dari Bizantium pada 859 M, provinsi Sicilia sepenuhnya berada dalam genggaman umat Islam. Di bawah kekuasaan umat Islam, Sicilia menjadi provinsi yang multietnis.

Beragam suku dan etnis, seperti orang Sicilia, Arab, Yahudi, Barbar, Persia, Tartar, Negro berbaur dalam toleransi dan keharmonisan. Tak ada pembantaian terhadap penduduk yang beragama Nasrani. Penduduk Sicilia yang beragama Nasrani dilindungi dan dihormati kebebasannya dalam menjalankan aktivitas peribadatan.

Penguasa Muslim hanya membebankan pajak kepada penganut agama Nasrani. Hak milik dan usaha mereka dilindungi penguasa Muslim. Pun demikian terhadap warga Yahudi yang berada di kawasan kota pantai. Penguasa Muslim menghormati hak hidup dan melindungi kebebasan umat beragama lain dalam menjalankan ibadah.

Sejak berada dalam kekuasaan Islam, Sicilia menjelma menjadi salah satu pusat peradaban di Eropa, setelah Kordova. Bangunan masjid yang tersebar di seluruh kawasan Sicilia tak hanya menjadi tempat beribadah semata. Masjid-masjid itu juga berfungsi sebagai sekolah -- tempat bersemainya benih peradaban dan ilmu pengetahuan.

Di bawah kekuasaan Islam, Sicilia memiliki universitas Islam terkemuka. Sekolah-sekolah di wilayah itu dilengkapi dengan asrama siswa dan mahasiswa. Tak heran, bila begitu banyak remaja dan anak muda dari berbagai penjuru Eropa menimba ilmu di sekolah dan universitas Islam di Sicilia.

Penjelajah Muslim, Ibnu Jubair, memberi sebuah kesaksian tentang kemajuan yang berhasil dicapai penguasa Muslim di Sicilia. Dalam buku perjalanannya, Ibnu Jubair, melukiskan kemajuan pesat yang dicapai Palermo, ibu kota Sicilia. ''Palermo adalah sebuah kepulauan metropolis yang mengkombinasikan kekayaan dan kemuliaan. Sebuah kota kuno yang elegan,'' papar Ibnu Jubair.

Bahasa Arab pun menjadi bahasa pengantar masyarakat Sicilia. Ibnu Jubair menyaksikan wanita dan pria Kristen pun sehari-hari berbicara dengan bahasa Arab. Kehadiran Islam di Sicilia seakan menjadi berkah bagi masyarakatnya. Perekonomian Sicilia menggeliat setelah berada dalam kekuasaan umat Islam. Industri tekstil tumbuh pesat di era kejayaan Islam di salah satu wilayah otonomi negeri Spagheti itu.

Industri kerajinan pun tumbuh dan berkembang pada saat itu. Kehadiran Islam di tanah Sicilia juga memberi pengaruh yang besar terhadap bidang pertanian. Para petani dan sarjana Muslim memperkenalkan teknik-teknik baru pertanian serta benih tanaman yang unggul. Akibatnya, roda perekonomian ekonomi lokal bergerak begitu cepat.

Buah jeruk merupakan komoditas agrobisnis terkemuka yang dihasilkan para petani Sicilia. Penguasa Islam juga memperkenalkan dan mengembangkan saluran irigasi di wilayah itu. Teknologi pertanian yang diwariskan umat Islam itu tetap digunakan masyarakat Sicilia, sekalipun umat Islam tak lagi berkuasa di wilayah itu.

Periode kekuasaan Islam di Sicila merupakan tahap awal revolusi perdagangan di abad pertengahan. Pada era itulah masyarakat Sicila merasakan kemakmuran dalam pertumbuhan ekonomi yang begitu pesat. Akhir abad ke-10 M, sejarawan bernama Udovitch menjelaskan betapa Sicilia telah menjelma menjadi pusat perdagangan di dunia Mediterania. Kawasan itu bersama Tunisia menjadi persimpangan rute perdagangan.

Kafilah dari Sijlimasa, selatan Maroko membawa beragam komoditas dari Afrika dan Maroko untuk dijual ke palermo dan Mazara. Sicilia menjadi jembatan perdagangan antara Muslim di Timur dengan Muslim di Barat. Akhir abad ke-10, Sicila menjadi produsen utama kain sutera. Pada era itu, Sicila sudah mulai menggunakan koin emas atau ruba'ya yang benilai seperempat dinar. Mata uang itu sungguh bernilai di kota-kota perdagangan lain seperti Mesir, Suriah dan Palestina.

Sayangnya, kekuasaan umat Islam di Sicilia harus berakhir pada tahun 1061 M. Kekuatan umat Islam yang lemah dimanfaatkan bangsa Normandia. Sejak itu, dominasi Islam pun lenyap dari bumi Sicila. Meski begitu pengaruh dan peradaban yang diwariskannya masih tetap dapat disaksikan hingga sekarang.

Para Penguasa Muslim di Sicilia

Dinasti Aghlabid (827 M - 909 M)
Selama 82 tahun, Sicila berada dalam kekuasaan Dinasti Aghlabid yang berpusat di Tunisia. Ketika dikuasai dinasti Muslim itu, populasi penduduk Sicilia bertambah seiring datangnya imigran Muslim dari Afrika, Asia, Spanyol dan barbar. Semua penduduk Muslim itu terpusat di kepulauan selatan.
Dinasti Aqhlabi menempatkan seorang amir sebagai pejabat gubernur di ibu kota Sicilia, Palermo. Di setiap kota di Sicila dilengkapi dengan sebuah dewan kota bernama gema. Ketika Islam berkuasa banyak penduduk Sicilia yang menganut agama Islam, sebagian lainnya tetap memuk agama Kristen. Pada era dinasti itu, mulai diperkenalkan land reform atau reformasi agraria. Hal itu dilakukan agar tanah tak cuma dikuasai orang-orang kaya saja. Irigiasi juga mulai diperkenalkan, sehingga sektor pertanian berkembang pesat. Pada abad ke-10 M, Sicila menjadi provinsi di Italia yang paling padat dengan jumlah penduduk mencapai 300 ribu jiwa.

* Dinasti Fatimiyah (909 M - 965 M)
Pada tahun 909 M, kekuasaan Dinasti Aghlabid dari Afrika di Sicilia diambil alih Dinasti Fatimiyah. Wilayah itu awalnya menjadi bagian dari provinsi Fatimiyah yang berpusat di Mesir. Empat tahun berkuasa, gubernur Fatimiyah diusir dari Palermo. Kepulauan itu lalu mendeklarasikan kemerdekaannya di bawah kepemimpinan seorang Emir bernama Ahmed ibnu Kohrob. Sicilia kembali dikuasai Dinasti Fatimiyah pada 917 M. Selama 20 tahun lamanya, Sicilia dipimpin seorang gubernur dari Fatimiyah. Pada 937 M, bangsa barbar mengambil alih Sicilia.

Emirat Sicilia (965 M - 1091 M)
Sejak tahun 948 M, Khalifah Fatimiyah, Ismail Al-Mansur mengangkat Hassan Al-Kalbi sebagai emir Sicilia. Secara defakto, Emirat Sicilia terlepas dari pemerintahan Faimiyah di Mesir. Lalu dia digantikan Emir yang baru bernama Abu Al-Qasim (964 M - 982 M). pada masa kedua emir itu berkuasa, Sicilia Muslim bertempur dengan Bizantium. Setelah itu, kekuasaan Islam meredup seiring perebutan kekuasaan di tubuh umat Islam. Pada 1061 M, Sicilia lepas dari tangan umat Islam.

Pintu Gerbang Ilmu Islam ke Barat

Sebagai bekas wilayah kekuasaan Islam, Sicilia merupakan berkah bagi peradaban Barat. Wilayah otonomi di selatan Italia itu telah menjadi gerbang transfer ilmu pengetahuan dari dunia Muslim ke Barat. Michelle Amari merupakan sejarawan yang telah membuktikan bahwa dari Sicilia-lah ilmu pengetahuan yang dikuasai umat Islam di era keemasan ditransfer ke Barat.

Transfer ilmu pengetahuan Islam ke dunia Barat mulai dilakukan oleh Frederick II (1194 M - 1250 M) - penguasa Sicilia. Frederick masih menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar di kerajaan yang dipimpinnya. Ia mengumpulkan sarjana Muslim dan Yahudi untuk menerjemahkan buku-buku berbahasa Arab. Bahkan, dia mengirim Michael Scot ke Cordoba untuk mencari kitab-kitab yang ditulis Ibnu Sina.

Frederick adalah raja beragama Kristen. Namun, dia begitu terpengaruh oleh ajaran dan kebudayaan Islam. Sehingga, Bapak Sejarawan Sains, George Sarton mengatakan, ''Frederik itu setengah Muslim dengan caranya sendiri.'' Ketika dia berkuasa, University of Naples pada tahun 1224 M - universitas pertama di Eropa menggunakan sistem pendidikan yang dikembangkan pergurun tinggi Islam. Dari Sicilia pula sistem fiskal yang sempat diterapkan penguasa Islam ditransfer ke Inggris. (HRI)

Psikologi Dalam Peradaban Islam

Psikologi Dalam Peradaban Islam

www.republika.co.id
Selasa, 3 Juni 2008

Psikologi sebagai sebuah disiplin ilmu terbilang berusia muda. Ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses mental itu diklaim Barat baru muncul pada tahun 1879 M -- ketika Wilhelm Wundt mendirikan laboratorium pertamanya di Leipzig. Padahal, jauh sebelum itu peradaban manusia dari zaman ke zaman telah menaruh perhatian pada masalah-masalah psikologi.

Peradaban manusia kuno di Mesir, Yunani, Cina, dan India telah memikirkan tentang ilmu yang mempelajari manusia dalam kurun waktu bersamaan. Kebudayaan kuno itu juga telah memikirkan tentang sifat pikiran, jiwa, ruh, dan sebagainya. Masyarakat Mesir Kuno dalam catatan yang tertulis pada papirus bertarik 1550 SM telah mencoba mendeskripsikan tentang otak dan beberapa spekulasi mengenai fungsinya.

Selain itu, filsuf Yunani Kuno, Thales, juga telah mengelaborasi apa yang disebut sebagai psuch atau jiwa. Pemikir lainnya dari peradaban Yunani Kuno seperti Plato, Pythagoras, dan Aristoteles juga turut mendedikasikan diri mereka untuk mempelajari dan mengembangkan dasar-dasar psikologi. Sejak abad ke-6 M, peradaban Cina telah mengembangkan tes kemampuan sebagai bagian dari sistem pendidikan.

Lalu bagaimana peradaban Islam berperan dalam mengembangkan psikologi? Sebenarnya. jauh sebelum Barat mendeklarasikan berdirinya disiplin ilmu psikologi di abad ke-19 M, di era keemasannya para psikolog dan dokter Muslim telah turut mengembangkan psikologi dengan membangun klinik yang kini dikenal sebagai rumah sakit psikiatris.

Di era kekhalifahan, psikologi berkembang beriringan dengan pesatnya pencapaian dalam ilmu kedokteran. Pada masa kejayaannya, para psikolog Muslim telah mengembangkan Psikologi Islam atau Ilm-Al Nafsiat. Psikologi yang berhubungan dengan studi nafs atau jiwa itu mengkaji dan mempelajari manusia melalui qalb (jantung), ruh, aql (intelektual), dan iradah (kehendak).

Kontribusi para psikolog Muslim dalam mengembangkan dan mengkaji psikologi begitu sangat bernilai. Sejarah mencatat, sarjana Muslim terkemuka, Al-Kindi, merupakan psikolog Muslim pertama yang mencoba menerapkan terapi musik. Psikolog Muslim lainnya, Ali ibn Sahl Rabban Al-Tabari, juga diakui dunia sebagai orang pertama yang menerapkan psikoterapi atau 'al-`ilaj al-nafs'.

Psikolog Muslim di era kejayaan, Ahmed ibnu Sahl Al-Balkhi, merupakan sarjana pertama yang memperkenalkan konsep kesehatan spiritual atau al-tibb al-ruhani dan ilmu kesehatan mental. Al-Balkhi diyakini sebagai psikolog medis dan kognitif pertama yang secara jelas membedakan antara neuroses dan psychoses untuk mengklasifikasi gangguan penyakit syaraf.

Melalui kajian yang dilakukannya, Al-Balkhi, juga mencoba untuk menunjukkan secara detail bagaimana terapi rasional dan spiritual kognitif dapat digunakan untuk memperlakukan setiap kategori penyakit. Pencapaian yang berhasil ditorehkan Al-Balkhi pada abad pertengahan itu terbilang begitu gemilang.

Sumbangan yang tak kalah pentingnya terhadap studi psikologi juga diberikan oleh Al-Razi. Rhazes - begitu orang Barat menyebut Al-Razi - telah menorehkan kemajuan yang begitu signifikan dalam psikiatri. Melalui kitab yang ditulisnya yakni El-Mansuri dan Al-Hawi, Al-Razi mengungkapkan definisi symptoms (gejala) dan perawatannya untuk menangani sakit mental dan masalah-masalah yang berhubungan dengan kesehatan mental.

Al-Razi juga tercatat sebagai psikolog pertama yang membuka ruang psikiatri di sebuah rumah sakit di Kota Baghdad. Pada saat yang sama, Barat belum mengenal dan menerapkan hal serupa, sebab waktu itu Eropa berada dalam era kegelapan. Apa yang telah dilakukan Al-Razi di masa kekhalifahan Abbasiyah itu kini diterapkan di setiap rumah sakit.

Pemikir Muslim lainnya di masa keemasan Islam yang turut menyumbangkan pemikirannya untuk mengembangkan psikologi adalah Al-Farabi. Ilmuwan termasyhur ini secara khusus menulis risalah terkait psikologi sosial dan berhubungan dengan studi kesadaran. Dari Andalusia, dokter bedah terkemuka, Al-Zahrawi, alias Abulcasis mempelopori bedah syaraf.

Selain itu, Ibnu Zuhr, alias Avenzoar tercatat sebagai psikolog Muslim pertama yang mencetuskan deskripsi tentang penyakit syaraf secara akurat. Ibnu Zuhr juga telah memberi sumbangan yang berarti bagi neuropharmakology modern. Yang tak kalah penting lagi, Ibnu Rusyd atau Averroes -- ilmuwan Muslim termasyhur - telah mencetuskan adanya penyakit Parkinson's.

Ali ibnu Abbas Al-Majusi, psikolog Muslim lainnya di masa kejayaan turut menyumbangkan pemikirannya bagi studi psikologi. Ia merupakan psikolog yang menghubungkan antara peristiwa-peristiwa psikologis tertentu dengan perubahan psikologis dalam tubuh. Ilmuwan besar Muslim lainnya, Ibnu Sina, alias Avicenna dalam kitabnya yang fenomenal Canon of Medicine juga mengupas masalah neuropsikiatri. Ibnu Sina menjelaskan pendapatnya tentang kesadaran diri atau self-awareness.

Sementara itu, Ibnu Al-Haitham alias Alhazen lewat kitabnya yang terkenal Book of Optics dianggap telah menerapkan psikologi eksperimental, yakni psikologi persepsi visual. Dialah ilmuwan pertama yang mengajukan argumen bahwa penglihatan terjadi di otak, dibandingkan di mata. Al-Haitham mengesakan bahwa pengalaman seseorang memiliki efek pada apa yang dilihat dan bagaimana seseorang melihat.

Menurut Al-Haitham, penglihatan dan persepsi adalah subjektif. Al-Haitham juga adalah ilmuwan pertama yang menggabungkan fisika dengan psikologi sehingga terbentuklah psychophysics. Melalui percobaan yang dilakukannya dalam studi psikologi, Al-Haitham banyak mengupas tentang persepsi visual termasuk sensasi, variasi, dalam sensitivitas, sensasi rabaan, persepsi warna, serta persepsi kegelapan.

Sejarawan psikologi, Francis Bacon menyebut Al-Haitham sebagai ilmuwan yang meletakkan dasar-dasar psychophysics dan psikologi eksperimental. Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukannya, Bacon merasa yakin bahwa Al-Haitham adalah sarjana pertama yang berhasil menggabungkan fisika dengan psikologi, dibandingkan Fechner yang baru menulis Elements of Psychophysics pada tahun 1860 M.

Bacon juga mengakui Al-Haitham sebagai pendiri psikologi eksperimental. Dia mencetuskan teori besar itu pada awal abad ke-11 M. Selain itu, dunia juga mengakui Al-Biruni sebagai salah seorang perintis psikologi eksperimental lewat konsep reaksi waktu yang dicetuskannya. Sayangnya, sumbangan yang besar dari para ilmuwan Muslim terhadap studi psikologi itu seakan tak pernah tenggelam ditelan zaman.

Rumah Sakit Jiwa Pertama di Dunia

Umat Muslim di era keemasan kembali membuktikan bahwa Islam adalah pelopor peradaban. Sepuluh abad sebelum masyarakat Barat memiliki rumah sakit jiwa untuk mengobati orang-orang yang mengalami gangguan kejiwaan, umat Muslim di kota Baghdad pada tahun 705 M sudah mendirikannya. Rumah sakit jiwa atau insane asylums mulai didirikan para dokter dan psikolog Islam pada masa kekhalifahan.

Tak lama setelah itu, di awal abad ke-8 M peradaban Muslim di kota Fes juga telah memiliki rumah sakit jiwa. Rumah sakit jiwa juga sudah berdiri di kota Kairo pada tahun 800 M. Setelah itu pada tahun 1270 M, kota Damaskus dan Aleppo juga mulai memiliki rumah sakit jiwa. Rumah sakit jiwa itu dibangun para dokter dan psikolog sebagai tempat untuk merawat pasien yang mengalami beragam gangguan kejiwaan.

Sementara itu, Inggris - negara terkemuka di Eropa -- baru membuka rumah sakit jiwa pada tahun 1831 M. Rumah sakit jiwa pertama di Inggris itu adalah Middlesex County Asylum yang terletak di Hanwell sebelah barat London. Pemerintah Inggris membuka rumah sakit jiwa setelah mendapat desakan dari Middlesex County Court Judges. Setelah itu Inggris mengeluarkan Madhouse Act 1828 M.

Psikolog Muslim di abad ke-10 M, Ahmed ibnu Sahl Al-Balkhi, (850 M - 934 M) telah mencetuskan gangguan atau penyakit yang berhubungan antara pikiran dan badan. Al-Balkhi berkata, ''Jika jiwa sakit, maka tubuh pun tak akan bisa menikmati hidup dan itu bisa menimbulkan penyakit kejiwaan.'' Al-Balkhi mengakui bahwa badan dan jiwa bisa sehat dan bisa pula sakit alias keseimbangan dan ketidakseimbangan. Dia menulis bahwa ketidakseimbangan dalam tubuh dapat menyebabkan demam, sakit kepala, dan rasa sakit di badan. Sedangkan, papar dia, ketidakseimbangan dalam jiwa dapat mencipatakan kemarahan, kegelisahan, kesedihan, dan gejala-gejala yang berhubungan dengan kejiwaan lainnya.

Dia juga mengungkapkan dua macam penyebab depresi. Pertama, kata Al-Balkhi, depresi disebabkan oleh alasan yang diketahui, seperti mengalami kegagalan atau kehilangan. Ini bisa disembuhkan secara psikologis. Kedua, depresi bisa terjadi oleh alasan-alasan yang tak diketahui, kemukinan disebabkan alasan psikologis. Tipe kedua ini bisa disembuhkan melalui pemeriksaan ilmu kedokteran.

Begitulah para pemikir Muslim di era keemasan memberikan begitu banyak sumbangan bagi pengembangan psikologi.

Pemikir Islam dan Psikologi

- Ibnu Sirin: Ilmuwan Muslim ini memberi sumbangan bagi pengembangan psikologi melalui bukunya berjudul a book on dreams and dream interpretation.
- Al-Kindi alias Alkindus: Dialah pemikir Muslim terkemuka yang mengembangkan bentuk-bentuk terapi musik.
- Ali ibn Sahl Rabban Al-Tabari: Dialah ilmuwan yang mengambangkan al-`ilaj al-nafs atau psikoterapi.
- Al-Farabi alias Alpharabius: Inilah pemikir Islam yang mendiskusikan masalah yang berhubungan dengan psikologi sosial dan studi kesadaran. - Ali ibn Abbas al-Majusi: Dia adalah sarjana Muslim yang menjelaskan tentang neuroanatomy dan neurophysiology.
- Abu al-Qasim Al-Zahrawi (Abulcasis): Inilah bapak ilmu bedah modern yang pertamakali menjelaskan bedah syaraf atau neurosurgery.
- Abu Rayhan al-Biruni: Dialah pemikir Islam yang menjelaskan reaksi waktu.
- Ibn Tufail: Inilah sarjana Muslim yang mengantisipasi argumen tabula rasa.
- Abu Al-Qasim Al-Zahrawi (Abulcasis): Inilah bapak ilmu bedah modern yang pertamakali menjelaskan bedah syaraf atau neurosurgery. (hri)

Kamis, 16 Oktober 2008

Ibnu Al- Nafis: Bapak Fisiologi Sirkulasi


REPUBLIKA - Senin, 02 Juni 2008


Ibnu Al- Nafis: Bapak Fisiologi Sirkulasi


Dunia kedokteran modern mendapuknya sebagai ahli fisiologi terhebat di era keemasan Islam pada abad ke-13 M. Dialah dokter pertama di muka bumi yang mampu merumuskan dasar-dasar sirkulasi lewat temuannya tentang sirkulasi dalam paru-paru, sirkulasi jantung, dan kapiler. Sebuah pencapaian yang prestisius dan luar biasa itu ditorehkan seorang dokter Muslim bernama Ibnu Al-Nafis.

Berkat jasanya yang sangat bernilai itulah, Ibnu Al-Nafis dianugerahi gelar sebagai ‘Bapak Fisiologi Sirkulasi’. Prestasi dan pencapaian gemilang yang ditorehkannya pada abad ke-13 M itu telah mematahkan klaim Barat yang selama beberapa abad menyatakan bahwa Sir William Harvey dari Kent, Inggris yang hidup di abad ke-16 M, sebagai pencetus teori sirkulasi paru-paru.

Jejak prestasi yang ditorehkan Al-Nafsi dalam bidang kedokteran khususnya ilmu fisologi pada era kejayaan Islam itu baru terungkap pada abad ke-20. Dunia kedokteran pun dibuat terperangah dan takjub oleh pencapaian dokter Muslim itu. Adalah fisikawan berkebangsaan Mesir, Muhyo Al- Deen Altawi yang berhasil menguak kiprah Al-Nafsi lewat risalah berjudul Commentary on the Anatomy of Canon of Avicenna yang tersimpan di Perpustakaan Nasional Prussia, Berlin, Jerman.

Kontribusi Al-Nafis dalam dunia kedokteran tak hanya di bidang fisiologi. Ia juga dikenal sebagai dokter yang menyokong kedokteran ekperimental, postmortem otopsi, serta bedah manusia. Sejarah juga mencatat Al-Nafis sebagai dokter pertama yang menjelaskan konsep metabolisme. Tak heran bila dia lalu mengembangkan aliran kedokteran Nafsian tentang sistem anatomi, fisiologi, psikologi, dan pulsologi.

Aliran Nafsian yang diciptakannya itu bertujuan untuk menggantikan doktrindoktrin kedokteran yang dicetuskan pendahulunya yakni Ibnu Sina alias Avicena dan Galen - seorang dokter Yunani. Al- Nafis menilai banyak teori yang dikemukakan kedua dokter termasyhur itu keliru. Antara lain tentang denyut, tulang, otot, panca indera, perut, terusan empedu, dan anatomi tubuh lainnya.

Guna meluruskan teori dan doktrin kedok teran yang dianggapnya keliru itu, Al- Nafsi lalu menggambar diagram yang melukiskan bagian-bagian tubuh yang berbeda dalam sistem fisiologi (kefaalan) yang dikembangkannya. Karya Al-Nafis dalam bidang kedokteran dituliskannya dalam kitab Sharh al-Adwiya al-Murakkaba, komentar Al-Nafis terhadap kitab karya Ibnu Sina yang berjudul Canon of Medicine. Ia juga menulis kitab Com mentary on Anatomy in Avicenna’s Canon pada tahun 1242 M.

Selain memberi kontribusi yang begitu besar dalam bidang kedokteran, Al-Nafis yang juga dikenal sebagai ilmuwan serbabisa itu turut berjasa mengembangkan ilmu keislaman. Al-Nafis berhasil menulis sebuah metodelogi hadits yang memperkenalkan sebuh klasifikasi ilmu hadits yang lebih rasional dan logis. Al-Nafis pun dikenal sebagai seorang sastrawan. Ia menulis Theologus Autodidactu salah satu novel filosofis pertama dalam khazanah karya sastra Arab pertama.

Lalu bagaimana sebenarnya jejak hidup sang dokter kondang itu? Sejatinya, Al- Nafis memiliki nama lengkap Ala al-Din Abu al-Hassan Ali ibn Abi-Hazm Al-Qarshi Al-Dimashqi. Selain dikenal sebagai dokter, Al-Nafis juga merupakan pakar anatomi, fisiologi, bedah, ophtamologi, penghafal Alquran, ahli hadits, ahli hukum, novelis, sosiolog, sastrawan, astronomi, ahli bahasa, dan sejawaran.

Al-Nafis terlahir pada tahun 1213 M di Damaskus, Suriah. Ia menempuh pendidikan kedokteran di Rumah Sakit Al- Nuri Damaskus. Ia menguasai beragam ilmu pengetahuan, karena semasa remaja dan muda menimba banyak ilmu. Ketika berusia 23 tahun, Al-Nafis memutuskan hijrah ke Kairo, Mesir. Ia memulai karirnya sebagai seorang dokter di Rumah Sakit Al-Nassri dan Rumah sakit Al- Man souri. Di rumah sakit itulah, dia men jadi dokter kepala.

Setelah enam tahun mengabdikan diri dua rumah sakit di kota Kairo itu, pada 1242 M, Al-Nafis mempublikasikan karyanya yang berjudul The Commentary on Anatomy in Avicenna’s Canon. Dalam kitab itulah, ia berhasil mengungkapkan penemuannya dalam anatomi manusia. Pe ne muannya yang paling penting adalah mengenai sirkulasi paru-paru dan jantung.

Menginjak usia 31 tahun, Al-Nafis kembali menyelesaikan karyanya yang lain yang berjudul The Comprehensive Book on Medicine. Kitab itu sudah dipublikasikan dalam 43 volume pada tahun 1243 M - 1444 M. Selama lebih dari satu dasawarsa berikutnya, Al-Nafis berhasil menyelesaikan karyanya di bidang kedokteran hampir 300 volume. Namun, dia hanya mempublikasikan 80 volume.

Sejarah mencatat The Comprehensive Book on Medicine merupakan ensiklopedia kedokteran terbesar di zamannya. Pencapaian luar biasa yang ditorehkan Al-Nafis ketika itu dihasilkan dalam situasi politik yang tak menentu. Pasalnya, ketika itu umat Islam di Mesir tengah menghadapi ancaman Perang Salib dan invasi bangsa Mongol.

Setelah Hulagu Khan bersama pasukan bar-barnya meluluh-lantakan kota metropolis intelektual dunia, Baghdad pada tahun 1258, setahun kemudian tentara Mongol men caplok Suriah. Untunglah, keberingasan Mongol tak sampai ke Mesir. Pada tahun 1960, kekusaan Mongol dari Suriah berhasil diusir Sultan Mesir, Baibars, setelah memenangkan pertempuaran Ain Jalut. Sejak tahun 1260 M hingga tahun 1277 M, Ibnu Nafis mengabdikan diri menjadi dokter pribadi Sultan Baibars.

Sebagai seorang penghafal Alquran dan ahli hadits, Al-Nafis memiliki latar belakang keagamaan yang begitu kuat. Ia ternya ta seorang Muslim Sunni ortodoks. Alnafis merupakan seorang sarjana di Sekolah Fikih Syafi’i. Dalam bidang filasafat, dokter serba bisa itu juga menulis beberapa karyanya. Selain mengabdikan diri sebagai dokter, Al-Nafis pun mengajarkan Alquran dan Hadists.

Sang ilmuwan besar itu tutup usia pada 17 Desember 1288 atau 11 Dzulqaidah 687 H. Di akhir hayatnya, Al-Nafis menyumbangkan rumah, perpustakaan dan klinik yang dimilikinya kepada Rumah Sakit Masuriyah agar digunakan bagi kepentingan masyarakat.

***
Al-Nafis tentang Sirkulasi Paru-paru dan Jantung



Inilah pencapaian yang berhasil dicapai Ibnu Al-Nafis dalam bidang fisiologi yang mengguncangkan itu. Pada abad ke-13 M, dia telah mengungkapkan penemuan pentingnya. Dalam kitab yang ditulisnya, Al-Nafis berujar, ‘’Da rah dari kamar ka nan jantung harus me nuju bagian kiri jantung, namun tak ada bagian apapun yang menjem batani kedua bilik itu. Sekat tipis pada jantung tidak berlubang.

Al-Nafis pun menambahkan, ‘’Dan bukan seperti apa yang dipikirkan Galen, tak ada poripori tersembunyi di dalam jantung. Darah dari bilik kanan harus melewati vena arteriosa (arteri paru-paru) menuju paru-paru, menyebar, berbaur dengan udara, lalu menuju arteria venosa (vena paru-paru) dan menuju bilik kiri jantung dan bentuk ini merupakan spirit vital.’‘

Selain itu, Al-Nafis secara tegas me nga takan, ‘’Jantung hanya memiliki dua kamar. Dan antara dua bagian itu sungguh tidak saling terbuka. Dan, pembedahan juga membuktikan kebohongan yang mereka ungkapkan. Sekat antara dua bilik jantung lebih tipis dari apapun. Keuntungan yang didapat dengan adanya sekat ini adalah, darah pada bilik kanan dengan mudah menuju paru-paru, bercampur dengan udara di dalam paru-paru, kemudian didorong menuju ar te ria venosa ke bilik kiri dari dua bilik jantung...”

Mengenai anatomi paruparu, Ibnu Al-Nafis menulis:’‘Paru-paru terdiri dari banyak bagian, pertama adalah bronkus, kedua adalah cabangcabang arteria venosa, dan ketiga adalah cabang-cabang vena arteriosa. Keti ganya terhubung oleh jaringan daging yang berongga.’‘


Sastra dalam Peradaban Islam

REPUBLIKA - Kamis, 29 Mei 2008


Sastra dalam Peradaban Islam



Sastra dalam bahasa Inggris dikenal sebagai literature. Menurut Oxford English Dictionary, sastra berasal dari kata ‘littera’ yang artinya tulisan yang bersifat pribadi. Sedangkan dalam bahasa Arab, sastra disebut adab yang berasal dari sebuah kata yang berarti ‘mengajak seseorang untuk makan’ dan menyiratkan kesopanan, budaya, dan pengayaan.

Sastra menempati posisi yang terbilang penting dalam sejarah peradaban Islam. Sejarah sastra Islam dan sastra Islami tak lepas dari perkembangan sastra Arab. Sebab, bahasa Arab merupakan bahasa suci Islam dan Alquran. Bahasa Arab dalam bentuk klasiknya atau bentuk Qurani mampu memenuhi kebutuhan religius, sastra, artistik dan bentuk formal lainnya. Sastra Arab atau Al- Adab Al-Arabi tampil dalam beragam bentuk prosa, fiksi, drama, dan puisi.

Lalu bagaimanakah dunia sastra berkembang dalam peradaban masyarakat Islam? Sejatinya sastra Arab mulai berkembang sejak abad ke-6 M, yakni ketika masyarakat Arab masih berada dalam peradaban jahiliyah. Namun, karya sastra tertulis yang tumbuh era itu jumlahnya masih tak terlalu banyak. Paling tidak, ada dua karya sastra penting yang terkemuka yang ditulis sastrawan Arab di era pra-Islam. Keduanya adalah Mu’allaqat dan Mufaddaliyat.

Orang pertama yang mengenalkan dunia Barat dengan sastra Arab jahili adalah William Jones (1746 M -1794 M), dengan bukunya Poaseos Asiaticae Commen tarii Libri Sex atau penjelasan Mu’allaqaat As-Sab’a yang diterbitkan tahun 1774 M. Sastra Arab jahili memiliki ciri-ciri yang umumnya yang menggambarkan suatu kebanggaan terhadap diri sendiri (suku), keturunan, dan cara hidup.

Sastra Arab memasuki babak baru sejak agama Islam diturunkan di Jazirah Arab yang ajarannya disampaikan melalui Alquran. Kitab suci umat Islam itu telah memberi pengaruh yang amat besar dan signifikan terhadap bahasa Arab. Bahkan, Alquran tak hanya memberi pengaruh terhadap sastra Arab, namun juga terhadap kebudayaan secara keseluruhan.

Bahasa yang digunakan dalam Alquran disebut bahasa Arab klasik. Hingga kini, bahasa Arab klasik masih sangat dikagumi dan dihormati. Alquran merupakan firman Allah SWT yang sangat luar biasa. Terdiri dari 114 surat dan 6666 ayat, Alquran berisi tentang perintah, larangan, kisah, dan cerita perumpamaan itu begitu memberi pengaruh yang besar bagi perkembangan sastra Arab.

Sebagian orang menyebut Alquran sebagai karya sastra terbesar. Namun, sebagian kalangan tak mendudukan Alquran sebagai karya sastra, karena merupakan firman Allah SWT yang tak bisa disamakan dengan karya manusia. Teks penting lainnya dalam agama Islam adalah hadits atau sunnah.

Penelitian serta penelusuran terhadap masa-masa kehidupan Nabi Muhammad SAW telah memicu para sarjana Muslim untuk mempelajari bahasa Arab. Atas dasar pertimbangan itu pula, para intelektual Muslim mengumpulkan kembali puisi-puisi pra-Islam. Hal itu dilakukan untuk mengetahui bagaimana sesungguhnya kehidupan Rasulullah sampai akhirnya menerima wahyu dan menjadi Rasul.

Jejak dan perjalanan hidup Muhammad SAW yang begitu memukau juga telah mendorong para penulis Muslim untuk mengabadikannya dalam sebuah biografi yang dikenal sebagai Al-Sirah Al-Nabawiyyah. Sarjana Muslim yang pertama kali menulis sejarah hidup Nabi Muhammad adalah Wahab bin Munabbih. Namun, Al-Sirah Al-Nabawiyyah yang paling populer ditulis oleh Muhammad bin Ishaq.

Studi bahasa Arab pertama kali sebenarnya telah dilakukan sejak era Kekhalifahan Ali RA. Hal itu dilakukan setelah khalifah melakukan kesalahan saat membaca Alquran. Dia lalu meminta Abu Al-Aswad Al- Du’ali untuk menyusun tata bahasa (gramar) bahasa Arab. Khalil bin Ahmad lalu menulis Kitab al- Ayn - kamus pertama bahasa Arab. Sibawaih merupakan sarjana Muslim yang menulis tata bahasa Arab yang sangat populer yang berjudul al-Kitab.

Sejarah mencatat, sastra sangat berkembang pesat di era keemasan Islam. Di masa kekhalifahan Islam berjaya, sastra mendapat perhatian yang amat besar dari para penguasa Muslim. Tak heran, bila di zaman itu muncul sastrawan Islam yang terkemuka dan berpengaruh. Di era kekuasaan Dinasti Umayyah (661 M - 750 M), gaya hidup orang Arab yang berpindah-pindah mulai berubah menjadi budaya hidup menetap dan bergaya kota.

Pada era itu, masyarakat Muslim sudah gemar membacakan puisi dengan diiringi musik. Pada zaman itu, puisi masih sederhana. Puisi Arab yang kompleks dan panjang disederhanakan menjadi lebih pendek dan dapat disesuaikan dengan musik. Sehingga puisi dan musik pada masa itu seperti dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan.

Sastra makin berkilau dan tumbuh menjadi primadona di era kekuasaan Daulah Abbasiyah - yang berkuasa di Baghdad pada abad ke-8 M. Masa keemasan kebudayaan Islam serta perniagaan terjadi pada saat Khalifah Harun Ar-Rasyid dan puteranya Al-Ma’mun berkuasa. Pada era itu, prosa Arab mulai menempati tempat yang terhormat dan berdampingan dengan puisi. Puisi sekuler dan puisi keagamaan juga tumbuh beriringan.

Para sastrawan di era kejayaan Abbasiyah tak hanya menyumbangkan kontribusi penting bagi perkembangan sastra di zamannya saja. Namun juga turut mempengaruhi perkembangan sastra di Eropa era Renaisans. Salah seorang ahli sastrawan yang melahirkan prosaprosa jenius pada masa itu bernama Abu ‘Uthman ‘Umar bin Bahr al-Jahiz (776 M - 869 M) cucu seorang budak berkulit hitam.

Berkat prosa-prosanya yang gemilang, sastrawan yang mendapatkan pendidikan yang memadai di Basra. Irak itu pun menjadi intelektual terkemuka di zamannya. Karya terkemuka Al-Jahiz adalah Kitab al-Hayawan, atau ‘Buku tentang Binatang’ sebuah antologi anekdot-anekdot binatang - yang menyajikan kisah fiksi dan non-fiksi. Selain itu, karya lainnya yang sangat populer adalah Kitab al-Bukhala, ‘Book of Misers’, sebuah studi yang jenaka namun mencerahkan tentang psikologi manusia.

Pada pertengahan abad ke-10 M, sebuah genre sastra di dunia Arab kembali muncul. Genre sastra baru itu bernama maqamat Sebuah anekdot yang menghibur yang diceritakan oleh seorang pengembara yang menjalani hidupnya dengan kecerdasan. Maqamat ditemukan oleh Badi’ al- Zaman al- Hamadhani (wafat tahun 1008 M). Dari empat ratus maqamat yang diciptakannya, kini yang masih tersisa dan bertahan hanya 42 maqamat.


***

Beragam Bentuk Kesusasteraan Khas Arab



Puisi
Sebagian besar kesusasteraan Arab sebelum abad ke-20 M didominasi oleh puisi. Bahkan bentuk prosa pun pada periode itu kerap diwarnai dengan puisi atau prosa bersajak. Tema puisi Arab berkisar antara sanjungan dan puji-pujian terhadap seseorang sampai ‘menyerang’ orang lain. Selain itu, tema yang kerap kali ditampilkan dalam puisi Arab tentang keagamaan dan mistik hingga puisi yang mengupas tentang seks dan anggur.

Sasta non-fiksi
Di akhir abad ke-9 M, Ibnu Al-Nadim - seorang penjual buku terkemuka di Baghdad - mengoleksi hasil studi sastra Arab. Koleksi karya sastra Arab yang berkembang saat itu dituliskannya dalam sebuah katalog yang berjudul Kitab Al-Fihrist. Salah satu bentuk sastra non-fiksi yang berkembang di era kekhalifahan Abbasiyah berbentuk kompilasi.

Kompilasi itu memuat rangkuman fakta, gagasan, kisah-kisah seperti pelajaran, syair dengan topik tertentu. Selain itu bisa pula merangkum tentang rumah, taman, wanita, orangorang tuna netra, binatang hingga orang kikir. Tiga kompilasi yang termasyhur ditulis oleh Al-Jahiz. Koleksi yang ditulis Al-Jahiz itu terbilang sangat penting bagi siapa saja, mulai dari orang rendahan hingga pengusaha atau orang terhormat.

Biografi dan geografi
Selain menulis biografi Nabi Muhammad SAW, karya sastra Arab lainnya yang berhubungan dengan biografi ditulis oleh Al-Balahudri lewat Kitab Ansab Al-Ashraf atau Buku Geneologi Orang- Orang Terhormat. Selain itu, karya kesusateraan Arab lainnya dalam bentuk biografi ditulis oleh Ibnu Khallikan dalam bentuk kamus biografi. Lalu disempurnakan lagi oleh Al-Safadi lewat Kitab Al-I’tibar yang mengisahkan Usamah bin Munqidh dan pengalamannya saat bertempur dalam Perang Salib.

Karya sastra lainnya yang berkembang di dunia Arab adalah buku tentang perjalanan. Ibnu Khurdadhbih merupakan orang pertama yang menulis buku perjalanannya sebagai seorang pegawai pos di era kekhalifahan. Buku perjalanan lainnya juga ditulis oleh tokoh-tokoh terkemuka lainnya seperti Ibnu Hawqal, Ibnu Fadlan, Al-Istakhri, Al-Muqaddasi, Al-Idrisi dan yang paling terkenal adalah buku perjalanan Ibnu Batutta yang berjudul Ar-Rihla.

Buku harian
Catatan harian Arab pertama kali ditulis sebelum abad ke-10 M. Penulis diari yang paling terkemuka adalah Ibnu Banna di abad ke-11 M. Buku harian yang ditulisnya itu disusun sangat mirip dengan catatan harian modern.

Sastra fiksi
Di dunia Arab, terdapat perbedaan yang sangat mencolok antara al-fusha (bahasa berkualitas) dengan al-ammiyah (bahasa orang biasa). Tak banyak penulis yang menuliskan ceritanya dalam al- ammiyah atau bahasa biasa. Hal itu bertujuan agar karya sastra bisa lebih mendidik ketimbang menghibur.

Kesusasteraan epik
Karya sastra fiksi yang paling populer di dunia Arab adalah kisah Seribu Satu Malam. Inilah salah satu karya fiksi yang paling besar pengaruhnya tehadap budaya Arab maupun non- Arab. Meski begitu, kisah yang sangat populer itu biasa ditempatkan dalam genre sastra epik Arab.

Maqamat
Maqamat merupakan salah satu genre sastra Arab yang muncul pada pertengahan abad ke-10 M. Maqama merupakan sebuah anekdot yang menghibur yang diceritakan oleh seorang pengembara yang menjalani hidupnya dengan kecerdasan. Maqamat ditemukan oleh Badi’ al-Zaman al- Hamadhani (wafat tahun 1008 M). Dari empat ratus maqamat yang diciptakannya, kini yang masih tersisa dan bertahan hanya 42 maqamat. Sastrawan lainnya yang mengelaborasi genre maqamat adalah Al-Hariri (wafat tahun 1122 M). Dengan menggunakan format yang sama, Al-Hariri menciptakan gaya maqamatnya sendiri.

Syair romantis
Salah satu syair romantis yang paling terkenal dari dunia kesusasteraan Arab adalah Layla dan Majnun. Puisi romantis ini membawa kenangan di era Kekhalifahan Abbasiyah pada abad ke-7 M. Kisah yang diceritakan dalam syair itu, konon telah menginspirasi lahirnya kisah percintaan yang tragis yakni Romeo dan Juliet.

Nasiruddin Al-Tusi : Ilmuwan Serba Bisa dari Persia

REPUBLIKA - Selasa, 27 Mei 2008

Nasiruddin Al-Tusi : Ilmuwan Serba Bisa dari Persia



Ilmuwan serba bisa. Julukan itu rasanya amat pantas disandang Nasiruddin Al-Tusi. Sumbangannya bagi perkembangan ilmu pengetahuan modern sungguh tak ternilai besarnya. Selama hidupnya, ilmuwan Muslim dari Persia itu mendedikasikan diri untuk mengembangkan beragam ilmu seperti, astronomi, biologi, kimia, matematika, filsafat, kedokteran, hingga ilmu agama Islam.

Sarjana Muslim yang kemasyhurannya setara dengan teolog dan filsuf besar sejarah gereja, Thomas Aquinas, itu memiliki nama lengkap Abu Ja'far Muhammad ibn Muhammad ibn Al-Hasan Nasiruddin Al-Tusi. Ia terlahir pada 18 Februari 1201 M di kota Tus yang terletak di dekat Meshed, sebelah timur laut Iran. Sebagai seorang ilmuwan yang amat kondang di zamannya, Nasiruddin memiliki banyak nama antara lain, Muhaqqiq Al-Tusi, Khuwaja Tusi, dan Khuwaja Nasir.

Nasiruddin lahir di awal abad ke-13 M, ketika dunia Islam tengah mengalami masa-masa sulit. Pada era itu, kekuatan militer Mongol yang begitu kuat menginvansi wilayah kekuasaan Islam yang amat luas. Kota-kota Islam dihancurkan dan penduduknya dibantai habis tentara Mongol dengan sangat kejam.

Menurut JJ O'Connor dan EF Robertson, pada masa itu dunia diliputi kecemasan. Hilangnya rasa aman dan ketenangan itu membuat banyak ilmuwan sulit untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Nasiruddin pun tak dapat mengelak dari konflik yang melanda negerinya. Sejak kecil, Nasiruddin digembleng ilmu agama oleh ayahnya yang berprofesi sebagai seorang ahli hukum di Sekolah Imam Keduabelas.

Selain digembleng ilmu agama disekolah itu, Nasiruddin juga mempelajari beragam topik ilmu pengetahuan lainnya dari sang paman. Menurut O'Connor dan Robertson, pengetahuan tambahan yang diperoleh dari pamannya itu begitu berpengaruh pada perkembangan intelektual Nasiruddin. Pengetahuan pertama yang diperolehnya dari sang paman antara lain; logika, fisika, dan metafisika.

Selain itu, Nasiruddin juga mempelajari matematika pada guru lainnya. Ia begitu tertarik pada aljabar dan geometri. Ketika menginjak usia 13 tahun, kondisi keamanan kian tak menentu. Pasukan Mongol dibawah pimpinan Jengis Khan yang berutal dan sadis mulai bergerak cepat dari Cina ke wilayah barat. Sebelum tentara Mongol menghancurkan kota kelahirannya, dia sudah mempelajari dan menguasai beragam ilmu pengetahuan.

Untuk menimba ilmu lebih banyak lagi, Nasiruddin hijrah dari kota kelahirannya ke Nishapur - sebuah kota yang berjarak 75 km di sebelah barat Tus. Di kota itulah, Nasiruddin menyelesaikan pendidikannya filsafat, kedokteran, dan matematika. Dia sungguh beruntung, karena bisa belajar matematika dari Kamaluddin ibn Yunus. Kariernya mulai melejit di Nishapur. Nasiruddin pun mulai dikenal sebagai seorang sarjana yang hebat.

Pada tahun 1220 M, invasi militer Mongol telah mencapai Tus dan kota kelahiran Nasiruddin pun dihancurkan. Ketika situasi keamanan tak menentu, penguasa Ismailiyah Nasiruddin 'Abdurrahim mengajak sang ilmuwan itu untuk bergabung. Tawaran itu tak disia-siakannya. Nasiruddin pun bergabung menjadi salah seorang pejabat di Istana Ismailiyah. Selama mengabdi di istana itu, Nasiruddin mengisi waktunya untuk menulis beragam karya yang penting tentang logika, filsafat, matematika, serta astronomi. Karya pertamanya adalah kitab Akhlag-i Nasiri yang ditulisnya pada 1232 M.

Pasukan Mongol yang dipimpin Hulagu Khan - cucu Jengis Khan - pada tahun 1251 M akhirnya menguasai Istana Alamut dan meluluh-lantakannya. Nyawa Nasiruddin selamat, karena Hulagu ternyata sangat menaruh minat terhadap ilmu pengetahuan. Hulagu yang dikenal bengis dan kejam memperlakukan Nasiruddin dengan penuh hormat. Dia pun diangkat Hulagu menjadi penasihat di bidang ilmu pengetahuan.

Meski telah menjadi penasihat pasukan Mongol, sayangnya Nasiruddin tak mampu menghentikan ulah dan kebiadaban Hulagu Khan yang membumi hanguskan kota metropolis intelektual dunia, Baghdad, pada tahun 1258 M. Terlebih, saat itu Dinasti Abbasiyah berada dalam kekuasaan Khalifah Al-Musta'sim yang lemah. Terbukti, militer Abbasiyah tak mampu membendung gempuran pasukan Mongol.

Meski tak mampu mencegah terjadinya serangan bangsa Mongol, paling tidak Nasiruddin bisa menyelamatkan dirinya dan masih berkesempatan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. "Hulagu sangat bangga karena berhasil menaklukkan Baghdad dan lebih bangga lagi karena ilmuwan terkemuka seperti Al-Tusi bisa bergabung bersamanya,'' papar O'Connor dan Robertson dalam tulisannya tentang sejarah Nasiruddin.

Hulagu juga amat senang, ketika Nasirrudin mengungkapan rencananya untuk membangun Observatorium di Maragha. Saat itu, Hulagu telah menjadikan Malagha yang berada di wilayah Azerbaijan sebagai ibu kota pemerintahannya. Pada tahun 1259 M, Nasiruddin pun mulai membangun observatorium yang megah. Jejak dan bekas bangunan observatorium itu masih ada hingga sekarang.

Observatorium Maragha mulai beroperasi pada tahun 1262 M. Pembangunan dan operasional observatorium itu melibatkan sarjana dari Persia dibantum astronom dari Cina. Teknologi yang digunakan di observatorium itu terbilang canggih pada zamannya. Beberapa peralatan dan teknologi penguak luar angkasa yang digunakan di observatorium itu ternyata merupakan penemuan Nasiruddin, salah satunya adalah 'kuadran azimuth.'

Selain itu, dia juga membangun perpustakaan di observatorium itu. Koleksi bukunya tebilang lengkap, terdiri dari beragam ilmu pengetahuan. Di tempat itu, Nasiruddin tak cuma mengembangkan bidang astronomi saja. Dia pun turut mengembangkan matematika serta filsafat.

Di Observatorium yang dipimpinnya itu, Nasiruddin Al-Tusi berhasil membuat tabel pergerakan planet yang sangat akurat. Kontribusi lainnya yang amat penting bagi perkembangan astronomi adalah kitab Zij-i Ilkhani yang ditulis dalam bahasa Persia dan lalu diterjemahkan dalam bahasa Arab. Kitab itu disusun setelah 12 tahun memimpin obeservatorium Maragha.

Selain itu, Nasiruddin juga berhasil menulis kitab terkemuka lainnya berudul Al-Tadhkira fi'ilm Al-hay'a (Memoar Astronomi). Nasiruddin mampul memodifikasi model semesta episiklus Ptolomeus dengan prinsip-prinsip mekanika untuk menjaga keseragaman rotasi benda-benda langi

Nasiruddin meninggal dunia pada 26 Juni 1274 M di Baghdad. Meski begitu, jasa dan kontribusinya dalam pengembangan ilmu pengetahuan masih tetap dikenang. Namanya, dibadikan mejadi salah satu nama kawah di bulan.


***
Sumbangan Penting Nasiruddin untuk Sains



Astronomi
Ia menulis beragam kitab yang mengupas tentang Astronomi. Nasiruddin juga membangun observatorium yang mampu menghasilkan tabel pergerakan planet secara akurat. Model sistem plenaterium yang dibuatnya diyakini paling maju pada zamannya. Dia juga berhasil menemukan sebuah teknik geometrik yang dikenal di barat dengan a Tusi-couple. Sejarah juga mencatat, Nasiruddin sebagai astronom pertama yang mengungkapkan bukti observasi empiris tentang rotasi Bumi.

Biologi
Nasiruddin juga turut memberi sumbangan dalam pengembangan ilmu hayat atau biologi. Ia menulis secara luas tentang biologi. Nasiruddin menempatkan dirinya sebagai perintis awal dalam evolusi biologi. Dia memulai teorinya tentang evolusi dengan alam semesta yang terdiri dari elemen-eleman yang sama dan mirip. Menurutnya, kontradiksi internal mulai tampak sebagai sebuah hasil, dan beberapa zat mulai berkembang lebih cepat serta berbeda dengan zat lain.

Dia lalu menjelaskan bagaimana elemen-elemen berkembang menjadi mineral kemudian tanaman, kemudian hewan, dan kemudian manusia. Di juga menjelaskan bagaimana variabilitas heriditas merupakan faktor penting dalam evolusi biologi mahluk hidup.

Kimia
Dalam bidang kimia, Nasiruddin mengungkapkan versi awal tentang hukum kekekalan massa:''Zat dalam tubuh tak bisa sepenuhnya menghilang. Zat itu hanya merubah bentuk, kondisi, komposisi, warna, dan bentuk lainnya yang berbeda.''

Matematika
Selain menghasilkan rumus sinus pada segitiga, Nasiruddin juga adalah matematikus pertama yang memisahkan trigonometri sebagai disiplin ilmu yang terpisah dari matematika.

***
Pencapaian Penemu Rumus Sinis Segitiga



Selama mendedikasikan hidupnya dalam pengembangan ilmu pengetahuan, Nasiruddin Al-Tusi telah menulis beragam kitab yang mengupas bermacam ilmu pengetahuan. Di antara kitab yang berhasil ditulisnya itu antara lain; kitab Tajrid-al-'Aqaid (sebuah kajian tentang ilmu kalam); serta Al-Tadhkirah fi'ilm al-hay'ah (sebuah memoar tentang ilmu astronomi).

Kitab tentang astronomi yang ditulis Nasiruddin itu banyak mendapat komentar dari para pakar astronomi. Komentar-komentar itu dibukukan dalam sebuah buku berjudul Sharh al-Tadhkirah (Sebuah Komentar atas Al-Tadhkirah) yang ditulis Abd al-Ali ibn Muhammad ibn al-Husayn al-Birjandi dan Nazzam Nishapuri.

Selain itu, Nasiruddin juga menulis kitab berjudul Akhlaq-i-Nasri yang mengupas tentang etika. Kitab lainnya yang terbilang populer adalah Al-Risalah Al-Asturlabiyah (Risalah Astrolabe). Kitab ini mengupas tentang peralatan yang digunakan dalam astronomi. Di bidang astronomi, Nasiruddin juga menulis risalah yang amat populer, yakni Zij-i ilkhani (tabel ilkhanic). Ia juga menulis Sharh Al-Isharat, sebuah buku yang berisi kritik terhadap hasil kerja Ibnu Sina.

Selama tinggal di Nishapur, Nasiruddin memiliki reputasi yang cemerlang, sebagai ilmuwan yang beda dari yang lain. Pencapaian mengagumkan yang berhasil ditorehkan Nasiruddin dalam bidang matematika adalah pembuatan rumus sinus untuk segitiga, yakni; a/sin A = b/sin B = c/sin C.

Ethiopia Negeri Penyelamat Para Sahabat

REPUBLIKA - Senin, 26 Mei 2008


Ethiopia Negeri Penyelamat Para Sahabat


Makkah, bulan Rajab tahun ketujuh Sebelum Hijrah (SH)/615 M. Di tengah kegelapan malam yang mencekam, 11 pria dan empat wanita sahabat Rasulullah SAW mengendapendap meninggalkan Makkah. Dua perahu yang terapung di Pelabuhan Shuaibah siap mengantarkan mereka menuju ke sebuah negeri untuk menghindari kemurkaan dan kebiadaban kafir quraisy.

Negeri yang mereka tuju itu bernama Abessinia dan kini dikenal sebagai Ethiopia - sebuah kerajaan di daratan Benua Afrika. Para sahabat itu hijrah ke Abessinia atas saran Rasulullah SAW.

Inilah proses hijrah pertama yang dilakukan kaum Muslimin, sebelum peristiwa hijrah ke Madinah. Di antara sahabat yang hijrah ke Ethiopia itu antara lain; Usman bin Affan beserta isterinya Ruqayyah yang juga puteri Rasulullah SAW serta sahabat dekat lainnya.

Perjalanan para sahabat ke negeri Ethiopia itu dipimpin Usman bin Maz’un. Setelah mengarungi ganasnya gelombang Laut Merah, lima belas sahabat Rasulullah itu akhirnya terdampar di Ethiopia yang kala itu dipimpin seorang raja bernama Najasyi orang Arab menyebutnya Ashama ibnu Abjar.

Mereka disambut dengan penuh keramahan dan persahabatan. Inilah kali pertama ajaran Islam tiba di Afrika. Raja Ethopia lalu menempatkan mereka di Negash yang terletak di sebelah utara Provinsi Tigray. Wilayah itu lalu menjadi pusat penyebaran Islam di Ethiopia yang masuk dalam bagian Afrika Timur. Setelah tiga bulan menetap di Ethiopia dan mendapat perlindungan, para sahabat mencoba kembali pulang ke kampung halamannya, Makkah. Namun, situasi keamanan Makkah ternyata belum aman.

Rasulullah SAW lalu memerintahkan umat Muslim untuk kembali ke Ethiopia untuk yang kedua kalinya. Jumlah sahabat yang hijrah pada gelombang kedua itu terdiri dari 80 sahabat. Rasulullah pun berpesan kepada para sahabat untuk menghormati dan menjaga Ethiopia. Orang kafir Quraisy lalu mengirimkan utusannya, Amr bin Ash dan Imarah bin Walid menghadap Raja Ethiopia. Keduanya meminta agar Raja Najasyi mengusir umat Islam dari tanah Ethiopia.

Permintaan orang kafir Quraisy itu ditolak raja Ethopia dan para sahabat tetap tinggal di negeri itu hingga Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Tak semua sahabat kembali berkumpul dengan Rasulullah SAW, sebagian di antara mereka memutuskan untuk menetap di Ethiopia. Mereka lalu menyebarkan agama Islam di wilayah Timur ‘benua Hitam’ itu.

Perlahan namun pasti agama Islam pun mulai berkembang di Ethiopia. Pada mulanya, Islam berkembang di wilayah pesisir selatan Afrika, khususnya dari Somalia. Setelah itu banyak penduduk Ethiopia yang memutuskan untuk memeluk agama Islam. Berkembang pesatnya agama Islam di Ethiopia tak berjalan mulus dan mendapatkan perlawanan dari Umat Nasrani yang berada di wilayah utara Ethiopia seperti Amhara, Tigray, serta Oromo.

Meskipun orang-orang Oromo seharihari mempraktikan tradisi Waaqa yang dipengaruhi budaya Islam, kenyataannya mereka tak suka Islam berkembang di Ethiopia. Sejarawan Ulrich Braukamper berkomentar, ‘’Ekspansi yang dilakukan orang non-Muslim Oromo yang dilakukan selama berabad-abad di wilayah selatan Ethiopia bertujuan untuk menghapuskan Islam dari kawasan itu.’’

Namun, upaya itu tak pernah berhasil. Hingga kini Islam tetap eksis dan menjadi agama terbesar kedua di Ethiopia, setelah Nasrani. Berdasarkan sensus pada tahun 1994, jumlah penduduk Muslim di Ethiopia mencapai 32,8 persen dari total populasi di negera itu. Mayoritas umat Islam di negeri itu kebanyakan berada di Somalia, Afar, serta Oromo. Selain itu, umat Islam juga tersebar di Amhara, Tigray, dan Gurage.

Umat Islam mencapai kejayaannya di negeri yang mayoritas penduduknya beragama Nasrani itu, saat mampu mendirikan kesultanan Muslim. Beberapa kesultanan Muslim yang pernah berkuasa di Ethiopia itu antara lain; Kesultanan Adal di timur Ethiopia; Kesultanan Aussa di timur laut Ethiopia; Kesultanan Harar di timur Ethiopia; Kesultanan Ifat di timur Ethiopia; serta Kesultanan Shewa di Ethiopia tengah.

Setelah meredupnya kejayaan kesultanan Muslim di Ethiopia, posisi umat Islam kian terhimpit. Kondisi mengenaskan itu mulai terjadi ketika di penghujung 1890-an, Raja Yohanes IV mengeluarkan kebijakan untuk mengkristenkan Ethiopia. Akibat kebijakan yang diwarnai kekejian itu, banyak umat Muslim yang akhirnya memiliki keyakinan ganda. Siang hari mereka berpurapura mengaku Kristen, namun pada malam hari mereka menjadi Islam dan melakukan ibadah.

Prinsip ini dalam Islam dikenal dengan nama Taqiah atau menyembunyikan keyakinan diri demi keselamatan diri. Strategi kaum Muslim Ethiopia yang menutupi keyakinan yang sebenarnya itu ditulis secara menarik oleh Najib Kailani dalam novelnya yang berjudul Bayang-Bayang Hitam. Sebagian Muslim yang tak mau taqiah (menyembunyikan keyakinan), akhirnya memilih hijrah ke tempat lain.

Mereka mulai membanjiri wilayah perbatasan menuju Hijaz. Namun, ada juga yang tak mau taqiah tapi tetap menetap di Ethiopia. Mereka yang memilih sikap untuk menunjukkan jati diri keislamannya itu lalu disebut penguasa sebagai pemberontak. Mereka adalah umat Islam yang tak mau kompromi dengan urusan tauhid dan iman.

Para ulama dan umat Islam pun bangkit menolak perlakukan Raja Yohanes IV. Ulama pertama yang angkat senjata melawan kebijakan penghapusan Islam dari Ethiopia itu adalah Ali Adam. Ulama yang disegani itu memulai perjuangannya di Shawa. Bersama pengikutnya, dia dihadang tentara bentukan Raja Yohanes IV di Wahelo, kawasan sebelah barat laut danau Hayk. Di tempat ini Shaikh Ali Adam dan pengikutnya syahid.

Setelah Syaikh Ali Adam, muncul Thalha. Dia memimpin perlawanan terhadap pemaksaan pemurtadan. Dia juga yang menentang perintah membangun gereja yang ditujukan kepada umat Islam. Pemberontakan mengakibatkan gereja yang dibangun umat Islam hancur berantakan. Kelompoknya juga berhasil mengalahkan pasukan kerajaan Yohanes yang dipimpin Ras Mikael.

Hingga kini umat Islam Ethiopia tengah berjuang untuk menuntut hak hidupnya sebagai umat beragama. Akankah toleransi dan saling hormat yang seperti yang diperlihatkan Rasulullah SAW dengan Raja Ethiopia, Najasyi, akan kembali hadir di negeri itu?


***

Kekhalifahan Islam di Ethiopia



Kesultanan AdalKesultanan Adal berdiri pada abad tahun 1420 M. Kesultanan Muslim itu berpusat di sebelah barat laut Somalia. pada masa kejayaannya, Kesultanan Adal sempat menguasai sebagian besar wilayah Ethiopia serta Somalia.

Di bawah kepemimpinan Sultan Ahmad bin Ibrahim Al-Ghazi, Kesultanan Adal pada tahun 1527 M berhasil menaklukan Ethopia dari kekuasaan Dinasti Solomonic. Sejarawan IM Lewis mengungkapkan, kekuatan pasukan kesultanan ini didukung oleh pasukan tentara yang berasal dari etnis Somalia.

Kesultanan Adal mampu bertahan hingga tahun 1560 M. Sebelum 1288, Adal merupakan sebuah provinsi Muslim yang berada dalam genggaman Dinasti Solomonic Kristen. Namun, kekuasaan dinasti Nasarani itu memudar setelah umat Islam di wilayah itu melakukan pemberontakan dan kemudian mendirikan kesultanan sendiri.

Kesultanan Shoa Menurut Ensiklopedi Brittanica, keberadaan Kerajaan Shoa, sudah lama disebutsebut dalam catatan-catatan sejarah kuno. Wilayah kekuasaan kerajaan itu terbentang antara dataran tinggi yang dihuni umat Kristiani dan pelabuhan-pelabuhan yang mayoritas didiami warga Muslim di kawasan laut Merah, antara abad ke-10 M dan ke-16 M.

Kerajaan Islam Shoa diperkirakan didirikan pada 896 M dan Walalah menjadi ibu kotanya. Kerajaan ini sempat bergabung dengan kesultanan Ifat pada akhir abad ke-13 M. Pada tahun 1528 M, Kerajaan Shoa diduduki oleh negara Muslim Adal dari timur dan kota kuno itu dihancurkan. Tahun 1856 M, wilayah Shoa dicaplok kekaisaran Ethiopia, namun berhasil direbut kembali oleh Manilek II. Tahun 1886 M, ia memilih kota yang sekarang dikenal dengan nama Addis Ababa sebagai ibukota kerajaannya. Ketika Menilek II menjadi kaisar untuk seluruh daratan Ethiopia pada 1889 M, Addis Ababa menjadi ibu kota Ethiopia.

Kesultanan Aussa
Kerajaan Aussa atau Awsa adalah sebuah kesultanan Islam di timur Ethiopia. Kesultanan yang biasa disebuat Afar itu berada di wilayah perbatasan Eritra dan Djibouti. Ini adalah pemerintahan monarki terkemuka di Afar. Kerajaan ini meredup pada tahun 1672 M.

Kesultanan Harar
Kerajaan Harar atau Harer berada di sebelah timur Ethiopia tepatnya di sebuah bukit yang jaraknya sekitar 500 km dari Addis Ababa. Sejak berdiri sebagai sebuah kesultanan, Harar menjadi kawasan perdagangan utama yang terhubung dengan jalur pedagangan Ethiopia serta Semenanjung Arab dan dunia luar lainnya.

Harar sangat terkenal dengan kopinya. Salah satu penguasa yang terkenal dari kesultanan itu adalah Ahmad bin Ibrihim al- Ghazi. Pada abad ke-16, M, Al-Ghazi melakukan perluasan kekuasaannya dan menjadi ancaman bagi imperium Kristen Ethiopia. Penggantinya adalah Emir Nur ibnu Mujadid. Pada masa kekuasaannya dibangun tembok setinggi empat meter yang mengelilingi Harar. Abad ke-16 merupakan puncak kejayaan kesultanan ini.

Kesultanan Ifat
Ifat merupakan kesultanan Muslim yang berada di sebelah timur Shewa. Sejarawan Al-Umari mencatat kesultanan ini berada di dekat pantai Laut Merah. Jumlah tentaranya mencapai 15 ribu pasukan kuda dan 20 ribu tentara infanteri. Saat kejayaannya, Kesultanan Ifat menguasai jalur perdagangan yang strategis. Inilah yang membuat Ifat sempat menjadi pusat perdagangan di Ethiopia.

Az-Zahrawi, Dokter Islam Ternama


Az-Zahrawi, Dokter Islam Ternama

(Republika)


Dalam dunia kedokteran, nama Albucasis alias Al Zahrawi tidak pernah luntur. Apalagi bila merunut pada penemuan penyakit hemofilia. Penyakit ini sebenarnya telah ada sejak lama sekali, dan belum memiliki nama. Talmud, yaitu sekumpulan tulisan para rabi Yahudi, 2 abad setelah Masehi menyatakan bahwa seorang bayi laki-laki tidak harus dikhitan jika dua kakak laki-lakinya mengalami kematian akibat dikhitan.

Titik terang ditemukan setelah Al Zahrawi pada abad ke-12 menulis dalam bukunya mengenai sebuah keluarga yang setiap anak laki-lakinya meninggal setelah terjadi perdarahan akibat luka kecil. Ia menduga hal tersebut tidak terjadi secara kebetulan. Kata hemofilia pertama kali muncul pada sebuah tulisan yang ditulis oleh Hopff di Universitas Zurich, tahun 1828. Dan menurut ensiklopedia Britanica, istilah hemofilia (haemophilia) pertama kali diperkenalkan oleh seorang dokter berkebangsaan Jerman, Johann Lukas Schonlein (1793 - 1864), pada tahun 1928. Lukas menelusur aneka catatan kedokteran, termasuk tulisan Al Zahrawi atau Albucasis itu.

Albucasis lahir sebagai Abu al-Qasim Khalaf bin Abbas Al-Zahrawi di Al Zahra'a, 6 mil utara Cordoba di Andalusia (sekarang Spanyol), tahun 936. Dia mengawali karirnya sebagai dokter bedah dan pengajar di beberapa sekolah kedokteran. Namanya mulai menjadi perbincangan di dunia kedokteran setelah dia meluncurkan buku yang kemudian menjadi buku paling populer di dunia kedokteran, At-Tasrif liman 'Ajiza 'an at-Ta'lif (Metode Pengobatan).

Dalam buku itu, ia banyak menguraikan tentang hal-hal baru dalam operasi medis. Apa yang ditulisnya merupakan cetak biru dari apa yang dilakukannya selama 50 tahun melang melintang dalam dunia pengobatan. Bahkan, bukunya dianggap sebagai ikhtisar ensiklopedi kedokteran. Al Zahrawi juga menciptakan sejumlah alat bantu operasi. Ada tiga kelompok alat yang diciptakannya, yaitu instrumen untuk mengoperasi bagian dalam telinga, instrumen untuk inspeksi internal saluran kencing, dan instrumen untuk membuang sel asing dalam kerongkongan.

Di atas semua itu, ia terkenal sebagai pakar operasi yang piawai mengaplikasikan aneka teknik paling tidak untuk 50 jenis operasi yang berbeda. Dia jugalah yang pertama menguraikan secara detil operasi klasik terhadap kanker payudara, lithotrities untuk 'menggempur' batu ginjal, dan teknik membuang kista di kelenjar tiroid. Dia juga termasuk salah satu penggagas operasi plastik, atau setidaknya, dialah yang memancangkan prosedur bedah plastik pertama kali.

Dalam bukunya, Al-Tasrif, Al-Zahrawi mendiskusikan tentang penyiapan aneka obat-obatan yang diperlukan untuk penyembuhan pasca operasi, yang dalam dunia pengobatan modern dikenal sebagai ophthalmologi atau sejenisnya. Dalam penyiapan obat-obatan itu, ia mengenalkan tehnik sublimasi. Al Zahrawi juga ahli dalam bidang kedoteran gigi. Bukunya memuat beberapa piranti penting dalam perawatan gigi. Misalnya thereof, alat yang sangat vital dalam operasi gigi.

Di buku yang sama, ia juga mendiskusikan beberapa kelainan pada gigi dan problem deformasi gigi serta bagaimana cara untuk mengoreksinya. Ia juga memciptakan sebuah teknik untuk menyiapkan gigi artifisial dan cara memasangnya. Al-Tasrif dialihbahasakan ke dalam bahasa Latin pada abad pertengahan oleh Gherard of Cremona. Sejumlah editor lain di Eropa mengikutinya, dengan menerjemahkannya ke dalam bahasa mereka. Buku dengan sejumlah diagram dan ilustrasi alat bedah yang digunakan Al Zahrawi ini kemudian masuk ke kampus-kampus dan menjadi buku wajib mahasiswa kedokteran.

Al Zahrawi disebut oleh Pietro Argallata (meninggal tahun 1423) sebagai "Pimpinan segala operasi bedah tanpa keraguan". Jacques Delechamps (1513-1588), ahli bedah Prancis lainnya, menyebut Al Zahrawi sebagai pemikir jempolan abad pertengahan hingga Renaissance. Ia merujuk komentarnya pada kitab At Tasrif karya Al Zahrawi yang banyak dirujuk dokter-dokter pada masa itu.

Al Zahrawi menjadi pakar kedokteran populer di zamannya. Bahkan hingga lima abad setelah kematiannya, bukunya tetap menjadi buku wajib bagi para dokter di berbagai belahan dunia. Prinsip-prinsip ilmu pengetahuan kedokterannya, menurut Dr Cambell, pakar sejarah pengobatan Arab, dimasukkan dalam kurikulum fakultas kedokteran di seluruh belahan Eropa. Dia juga dikenal sebagai fisikawan andal kebanggaan Raja Al-Hakam II dari Spanyol. Setelah malang melintang di dunia kedokteran dengan sejumlah temuan baru, Al Zahrawi berpulang pada tahun 1013. Namanya tercatat dengan tinta emas dalam dunia kedokteran modern hingga kini. ( tri/islamonline )

Mudik


Melepas Keberangkatan Mudik Lebaran 2008 oleh Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo (Tengah).

Geliat Dunia Farmasi di Era Keemasan

REPUBLIKA - Kamis, 22 Mei 2008


Geliat Dunia Farmasi di Era Keemasan



''Setiap penyakit pasti ada obatnya.'' Sabda Rasulullah SAW yang begitu populer di kalangan umat Islam itu tampaknya telah memicu para ilmuwan dan sarjana di era kekhalifahan untuk berlomba meracik dan menciptakan beragam obat-obatan. Pencapaian umat Islam yang begitu gemilang dalam bidang kedokteran dan kesehatan di masa keemasan tak lepas dari keberhasilan di bidang farmakologi dan farmasi.

Di masa itu para dokter dan ahli kimia Muslim sudah berhasil melakukan penelitian ilmiah mengenai komposisi, dosis, penggunaan, dan efek dari obat-obat sederhana serta campuran. Menurut Howard R Turner dalam bukunya Science in Medievel Islam, umat Islam mulai menguasai farmakologi dan farmasi setelah melakukan gerakan penerjemahan secara besar-besaran di era Kekhalifahan Abbasiyah.

Salah satu karya penting yang diterjemahkan adalah De Materia Medica karya Dioscorides. Selain itu para sarjana dan ilmuwan Muslim juga melakukan transfer pengetahuan tentang obat-obatan dari berbagai naskah yang berasal dari Suriah, Persia, India, serta Timur Jauh.

Karya-karya terdahulu itu telah membuat para ilmuwan Islam terinspirasi untuk melahirkan berbagai inovasi dalam bidang farmakologi. ''Kaum Muslimin telah menyumbang banyak hal dalam bidang farmasi dan pengaruhnya sangat luar biasa terhadap Barat,'' papar Turner.

Betapa tidak, para sarjana Muslim di zaman kejayaan telah memperkenalkan adas manis, kayu manis, cengkeh, kamper, sulfur, serta merkuri sebagai unsur atau bahan racikan obat-obatan. Menurut Turner umat Islam-lah yang mendirikan warung pengobatan pertama. Para ahli farmakologi Islam juga termasuk yang pertama dalam mengembangkan dan menyempurnakan pembuatan sirup dan julep.

Pada awalnya, farmasi dan farmakologi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ilmu kedokteran. Dunia farmasi profesional secara resmi terpisah dari ilmu kedokteran di era kekuasaan Kekhalifahan Abbasiyah. Terpisahnya farmasi dari kedokteran pada abad ke-8 M, membuat farmakolog menjadi profesi yang independen dan farmakologi sebagai ilmu yang berdiri sendiri.

Dalam praktiknya, farmakologi danfarmasi melibatkan banyak praktisi seperti herbalis, kolektor, penjual tumbuhan, rempah-rempah untuk obat-obatan, penjual dan pembuat sirup, kosmetik, air aromatik, serta apoteker yang berpengalaman. Merekalah yang kemudian turut mengembangkan farmasi di era kejayaan Islam.

Setelah dinyatakan terpisah dari ilmu kedokteran, beragam penelitian dan pengembangan dalam bidang farmasi atau saydanah (bahasa Arab) kian gencar dilakukan. Pada abad itu, para sarjana dan ilmuwan Muslim secara khusus memberi perhatian untuk melakukan investigasi atau pencarian terhadap beragam produk alam yang bisa digunakan sebagai obat-obatan di seluruh pelosok dunia Islam.

Di zaman itu, toko-toko obat bermunculan bak jamur di musim hujan. Toko obat yang banyak jumlahnya tak cuma hadir di kota Baghdad - kota metropolis dunia di era kejayaan Abbasiyah - namun juga di kota-kota Islam lainnya. Para ahli farmasi ketika itu sudah mulai mendirikan apotek sendiri. Mereka menggunakan keahlian yang dimilikinya untuk meracik, menyimpan, serta menjaga aneka obat-obatan.

Pemerintah Muslim pun turun mendukung pembangunan di bidang farmasi. Rumah sakit milik pemerintah yang ketika itu memberikan perawatan kesehatan secara cuma-cuma bagi rakyatnya juga mendirikan laboratorium untuk meracik dan memproduksi aneka obat-obatan dalam skala besar.

Keamanan obat-obatan yang dijual di apotek swasta dan pemerintah diawasi secara ketat. Secara periodik, pemerintah melalui pejabat dari Al-Muhtasib - semacam badan pengawas obat-obatan - mengawasi dan memeriksa seluruh toko obat dan apotek. Para pengawas dari Al-Muhtasib secara teliti mengukur akurasi berat dan ukuran kemurnian dari obat yang digunakan.

Pengawasan yang amat ketat itu dilakukan untuk mencegah penggunaan bahan-bahan yang berbahaya dalam obat dan sirup. Semua itu dilakukan semata-mata untuk melindungi masyarakat dari bahaya obat-obatan yang tak sesuai dengan aturan. Pengawasan obat-obatan yang dilakukan secara ketat dan teliti yang telah diterapkan di era kekhalifahan Islam mestinya menjadi contoh bagi negara-negara Muslim, khususnya Indonesia.

Seperti halnya di bidang kedokteran, dunia farmasi profesional Islam telah lebih unggul lebih dulu dibandingkan Barat. Ilmu farmasi baru berkembang di Eropa mulai abad ke-12 M atau empat abad setelah Islam menguasainya. Karena itulah, Barat banyak meniru dan mengadopsi ilmu farmasi yang berkembang terlebih dahulu di dunia Islam.

Umat Islam mendominasi bidang farmasi hingga abad ke-17 M. Setelah era keemasan perlahan memudar, ilmu meracik dan membuat obat-obatan kemudian dikuasai oleh Barat. Negara-negara Eropa yang menguasai farmasi dari aneka risalah Arab dan Persia tentang obat dan senyawa obat yang ditulis para sarjana dan ilmuwan Islam. Tak heran, bila kini industri farmasi dunia berada dalam genggaman Barat.

Pengaruh kaum Muslimin dalam bidang farmasi di dunia Barat begitu besar. "Hal itu tecermin dalam kembalinya minat terhadap pengobatan natural yang begitu populer dalan pendidikan kesehatan saat ini," papar Turner. Mungkinkah umat Islam kembali menguasai dan mendominasi bidang farmasi seperti di era keemasan?

Kontribusi Ilmuwan Islam di Bidang Farmakologi

* Ibnu Al-Baitar
Lewat risalahnya yang berjudul Al-Jami fi Al-Tibb (Kumpulan Makanan dan Obat-obatan yang Sederhana), Ibnu Al-Baitar turut memberi kontribusi dalam farmakologi dan farmasi. Dalam kitabnya itu, Al-Baitar mengupas beragam tumbuhan berkhasiat obat yang berhasil dikumpulkannya di sepanjang pantai Mediterania antara Spanyol dan Suriah. Tak kurang dari seribu tanaman obat dipaparkannya dalam kitab itu. Seribu lebih tanaman obat yang ditemukannya pada abad ke-13 M itu berbeda dengan tanaman yang telah ditemukan ratusan ilmuwan sebelumnya. Tak heran bila kemudian Al-Jami fi Al-Tibb menjadi teks berbahasa Arab terbaik yang berkaitan dengan botani pengobatan. Capaian yang berhasil ditorehkan Al-Baitar sungguh mampu melampaui prestasi Dioscorides. Kitabnya masih tetap digunakan sampai masa Renaisans di Eropa.

* Abu Ar-Rayhan Al-Biruni (973 M - 1051 M)
Al-Biruni mengenyam pendidikan di Khwarizm. Beragam ilmu pengetahuan dikuasainya seperti astronomi, matematika, filsafat dan ilmu alam. Ia memulai melakukan eksperimen ilmiah sejak remaja. Ilmuwan Muslim yang hidup di zaman keemasan Dinasti Samaniyaah dan Ghaznawiyyah itu turut memberi kontribusi yang sangat penting dalam farmakologi dan farmasi. Melalui kitab As-Sydanah fit-Tibb, Al-Biruni mengupas secara lugas dan jelas mengenai seluk-beluk ilmu farmasi. Kitab penting bagi perkembangan farmakologi dan farmasi itu diselesaikannya pada tahun 1050 M - setahun sebelum Al-Biruni tutup usia. Dalam kitab itu, Al-Biruni tak hanya mengupas dasar-dasar farmasi, namun juga meneguhkan peran farmasi serta tugas dan fungsi yang diemban seorang farmakolog.

* Abu Ja'far Al-Ghafiqi (wafat 1165 M)
Ilmuwan Muslim yang satu ini juga turut memberi kontribusi dalam pengembangan farmakologi dan farmasi. Sumbangan Al-Ghafiqi untuk memajukan ilmu tentang komposisi, dosis, meracik dan menyimpan obat-obatan dituliskannya dalam kitab Al-Jami' Al-Adwiyyah Al-Mufradah. Risalah itu memaparkan tentang pendekatan dalam metodelogi, eksperimen, serta observasi dalam farmakologi dan farmasi.

* Al-Razi
Sarjana Muslim yang dikenal di Barat dengan nama Razes itu juga ikut andil dalam membesarkan bidang farmakologi dan farmasi. Ilmuwan Muslim serba bisa itu telah memperkenalkan penggunaaan bahan kimia dalam pembuatan obat-obatan.

* Sabur Ibnu Sahl (wafat 869 M)
Ibnu Sahal adalah dokter pertama yang mempelopori pharmacopoeia. Kontribusinya dalam bidang farmakologi dan farmasi juga terbilang mata besar. Dia menjelaskan beragam jenis obat-obatan. Sumbangannya untuk pengembangan farmakologi dan farmasi dituangkannya dalam kitab Al-Aqrabadhin.
* Ibnu Sina
Dalam kitabnya yang fenomenal, Canon of Medicine, Ibnu Sina juga mengupas tentang farmakologi dan farmasi. Ia menjelaskan lebih kurang dari 700 cara pembuatan obat dengan kegunaannya. Ibnu Sina menguraikan tentang obat-obatan yang sederhana.

* Al-Zahrawi
Bapak ilmu bedah modern ini juga ikut andil dalam membesarkan farmakologi serta farmasi. Dia adalah perintis pembuatan obat dengan cara sublimasi dan distilasi.

* Yuhanna Ibnu Masawayh (777 M - 857 M)
Orang Barat menyebutnya Mesue. Ibnu Masawayh merupakan anak seorang apoteker. Kontribusinya juga terbilang penting dalam pengembangan farmasi dan farmakologi. Dalam kitab yang ditulisnya, Ibnu Masawayh membuat daftar sekitar 30 macam aromatik.
Salah satu karya Ibnu Masawayh yang terkenal adalah kitab Al-Mushajjar Al-Kabir. Kitab ini merupakan semacam ensiklopedia yang berisi daftar penyakit berikut pengobatannya melalui obat-obatan serta diet.

* Abu Hasan 'Ali bin Sahl Rabban at- Tabari
At-Tabari lahir pada tahun 808 M. Pada usia 30 tahun, dia dipanggil oleh Khalifah Al-Mu'tasim ke Samarra untuk menjadi dokter istana. Salah satu sumbangan At-Tabari dalam bidang farmakologi adalah dengan menulis sejumlah kitab. Salah satunya yang terkenal adalah Paradise of Wisdom. Dalam kitab ini dibahas mengenai pengobatan menggunakan binatang dan organ-organ burung. Dia juga memperkenalkan sejumlah obat serta cara pembuatannya.

SAMUDERA PASAI; Khilafah Islam Nusantara

REPUBLIKA - Rabu, 21 Mei 2008

SAMUDERA PASAI
Khilafah Islam Nusantara



Sebuah negeri yang hijau dengan kota pelabuhannya yang besar dan indah.'' Begitulah petualang Muslim asal Maroko, Ibnu Batutta, menggambarkan kekagumannya terhadap keindahan dan kemajuan Kerajaan Samudera Pasai yang sempat disinggahinya selama 15 hari pada tahun 1345 M.

Dalam catatan perjalanan berjudul Tuhfat Al-Nazha, Ibnu Batutta menuturkan, pada masa itu Samudera Pasai telah menjelma sebagai pusat studi Islam di Asia Tenggara. Jauh sebelum 'Sang Pengembara Muslim' itu menginjakkan kakinya di kerajaan Muslim pertama di Nusantara itu, seorang penjelajah asal Venicia, Italia bernama Marco Polo pada tahun 1292 M.

Marco Polo bertandang ke Samudera Pasai saat menjadi pemimpin rombongan yang membawa ratu dari Cina ke Persia. Bersama 2.000 pengikutnya, Marco Polo singgah dan menetap selama lima bulan di bumi 'Serambi Makkah' itu. Dalam kisah perjalanan berjudul Travel of Marco Polo, pelancong dari Eropa itu juga mengagumi kemajuan yang dicapai kerajaan yang terletak di Aceh itu.

Sejarah mencatat, Kerajaan Samudera Pasai berdiri lebih awal dibanding Dinasti Usmani di Turki yang sempat menjadi adikuasa dunia. Jika Ottoman mulai menancapkan kekuasaannya pada tahun 1385 M, maka Samudera Pasai sudah mengibarkan bendera kekuasaannya di wilayah Asia Tenggara pada tahun 1297 M. Raja pertama Samudera Darussalam bernama Merah Silu.

Hikayat Raja-raja Pasai menceritakan asal-muasal penamaan kerajaan yang berada di pantai utara Sumatera. Syahdan, suatu hari Merah Silu melihat seekor semut raksasa yang berukuran sebesar kucing. Merah yang kala itu belum memeluk Islam menangkap dan memakan semut itu. Dia lalu menamakan tempat itu Samandra.

Tak semua orang percaya kisah yang berbau legenda itu. Sebagian orang meyakini kata Samudera berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti 'laut'. Sedangkan kata Pasai diyakini berasal dari Parsi, Parsee atau Pase. Saat itu, banyak pedagang dan saudagar Muslim dari Persia-India alias Gujarat singgah ke Nusantara.

Merah Silu kemudian memutuskan untuk masuk Islam dan berganti nama menjadi Malik Al-Saleh. Dia mulai menduduki tahta Sultan Samudera Pasai pada tahun 1297 M. Berdirinya Kerajaan Samudera Pasai bersamaan dengan melemahnya dominasi Kerajaan Sriwijaya. Konon, Malik Al-Saleh bukanlah pendiri Kerajaan Samudera Pasai.

Ada yang menyebutkan kesultanan itu didirikan Nazimuddin Al-Kamil, seorang laksamana laut asal Mesir. Sekitar tahun 1283 M, Pasai dapat ditaklukan Nazimuddin. Ia lalu mengangkat Merah Silu menjadi Raja Pasai pertama dengan gelar Sultan Malik Al-Saleh. Di bawah kepemimpinan Malik Al-Saleh, Samudera Pasai mulai berkembang. Tahta Malik Al-Saleh yang berkuasa selama 29 tahun akhirnya diganti Sultan Muhammad Malik Al-Zahir (1297 M - 1326 M).

Pada era kepemimpinan Al-Zahir, Samudera Pasai mencapai puncak kejayaannya. Ibnu Batutta yang berkunjung di era kepemimpinan Al-Zahir mencatat berbagai kemajuan yang telah dicapai Samudera Pasai.

Menurut Battuta, Samudera Pasai begitu subur. Aktivitas perdagangan dan bisnis di kerajaan itu sudah begitu berkembang pesat. Hal itu dibuktikan dengan sudah digunakannya mata uang emas. Batutta juga tak bisa menutupi rasa kagumnya begitu berkeliling kota pusat kerajaan itu. Ia begitu takjub melihat sebuah kota besar yang sangat indah dengan dikelilingi dinding dan menara kayu.

Di masa keemasannya, Samudera Pasai pun menjelma menjadi pusat perdagangan internasional. Kerajaan pelabuhan Islam itu begitu ramai dikunjungi para pedagangan dan saudagar dari berbagai benua seperti, Asia, Afrika, Cina dan Eropa. Kejayaan Samudera Pasai yang berada di daerah Samudera Geudong, Aceh Utara, diawali dengan penyatuan sejumlah kerajaan kecil di daerah Peurelak, seperti Rimba Jreum dan Seumerlang.

Di abad ke-13 M hingga awal abad ke-16 M, Pasai merupakan wilayah penghasil rempah-rempah terkemuka di dunia, dengan lada sebagai salah satu komoditas andalannya. Setiap tahunnya, Pasai mampu mengekspor lada sekitar 8.000 hingga 10 ribu bahara. Tak cuma itu, Pasai pun merupakan produsen komoditas lainnya seperti sutra, kapur barus serta emas.

Sebagai alat tukar perdagangan, Samudera Pasai sudah memiliki mata uang emas, yakni dirham. Selain menjalin kongsi dengan negara-negara dari luar Nusantara, hubungan dagang dengan pedagang-pedagang dari Pulau Jawa pun begitu baik. Bahkan, para saudagar Jawa mendapat perlakuka yang istimewa. Mereka tak dipungut pajak. Biasanya para saudagar dari Jawa menukar beras dengan lada.

Sebagai kerajaan Islam pertama di Nusantara, Samudera Pasai juga memiliki kontribusi yang besar dalam pengembangan dan penyebaran Islam di Tanah Air. Samudera Pasai banyak mengirimkan para ulama serta mubaligh untuk menyebarkan agama Allah SWT ke Pulau Jawa. Selain itu, banyak juga ulama Jawa yang menimba ilmu agama di Pasai. Salah satunya adalah Syekh Yusuf seorang sufi dan ulama penyebar Islam di Afrika Selatan.

Wali Songo merupakan bukti eratnya hubungan antara Samudera Pasai dengan perkembangan Islam di Pulau Jawa. Konon, Sunan Kalijaga merupakan menantu Maulana Ishak, Sultan Pasai. Selain itu, Sunan Gunung Jati yang menyebarkan Islam di wilayah Cirebon serta Banten ternyata putera daerah Pasai.

Kesultanan Samudera Pasai begitu teguh dalam menerapkan agama Islam. Tak heran, bila kehidupan masyarakatnya juga begitu kental dengan nuansa agama serta kebudayaan Islam. Inilah yang membuat Aceh kemudian dikenal sebagai Serambi Makkah. Pemerintahnya bersifat teokrasi berdasarkan ajaran Islam. Sebagai sebuah kerajaan yang berpengaruh, Pasai juga menjalin persahabatan dengan penguasa negara lain seperti Campa, India, Tiongkok, Majapahit, dan Malaka.

Pada tahun 1350 M, Kerajaan Majapahit menggempur Samudera Pasai dan mendudukinya. Samudera Pasai pun mulai mengalami kemunduran. Sekitar tahun 1524 M, wilayah Pasai berhasil diambil kerajaan Aceh. Sejak saat itulah, riwayat kejayaan Samudera Pasai berakhir.

Saksi Sejarah Kejayaan Pasai

Sebagai kerajaan Islam pertama yang pernah berjaya di bumi Nusantara, Samudera Pasai meninggalkan berbagai peninggalan penting. Berikut adalah saksi sejarah kejayaan Samudera Pasai.

* Deureuham atau Dirham
Dirham merupakan alat pembayaran dari emas tertua di Asia Tenggara. Mata uang ini digunakan Samuedera Pasai sebai alat pembayaran pada masa Sultan Muhammad Malik al-Zahir. Pada satu sisi dirham atau mata uang emas itu tertulis; Muhammad Malik Al-Zahir. Sedangkan di sisi lainnya tercetak nama Al-Sultan Al-Adil. Diameter Dirham itu sekitar 10 mm dengan berat 0,60 gram dengan kadar emas 18 karat.

* Cakra Donya
Cakra Donya adalah hadiah yang diberikan Kaisar Cina kepada Sultan Samudera Pasai. Hadiah berupa bel itu terbuat dari besi dan diproduksi pada tahun 1409 M. Bel itu dipindahkan ke Banda Aceh sejak Portugis dikalahkan oleh Sultan Ali Mughayat Syah.

* Makam Sultan Malik Al-Saleh .
Makam Malik Al-Saleh terletak di Desa Beuringin, Kecamatan Samudera, sekitar 17 km sebelah timur Lhokseumawe. Nisan makam sang sultan ditulisi huruf Arab.

* Makam Sultan Muhammad Malik Al- Zahir
Malik Al-Zahir adalah putera Malik Al- Saleh, Dia memimpin Samudera Pasai sejak 1287 hingga 1326 M. Pada nisan makamnya yang terletak bersebelahan dengan makam Malik Al-Saleh, tertulis kalimat; Ini adalah makam yang dimuliakan Sultan Malik Al-Zahir, cahaya dunia dan agama. Al-Zahir meninggal pada 12 Zulhijjah 726 H atau 9 November 1326.

Sultan Malik al-Saleh (1267 M - 1297 M)
Sultan Muhammad Malikul Zahir (1297 M - 1326 M)
Sultan Ahmad Laidkudzahi (1326 M - 1383 M)
Sultan Zainal Abidin Malik al-Zahir (1383 M - 1405 M)
Sultan Shalahuddin (1405 M - 1412 M).

Para Penguasa Pasai

* Malik Al-Saleh
Menurut Marco Polo, Malik Al-Saleh adalah seorang raja yang kuat dan kaya. Ia merupakan sultan pertama Kerajaan Samudera Pasai. Awalnya, sang Sultan bernama Merah Silu. Setelah masuk Islam, ia diberi sebuah nama yang biasa digunakan Dinasti Ayyubiyah di Mesir.

Konon, dia diangkat menjadi sultan di Kerajaan Samudera Pasai oleh seorang Laksamana Laut dari Mesir bernama, Nazimuddin Al-Kamil. Malik Al-Saleh menikah dengan puteri raja Perlak. Hikayat Raja-raja Pasai menceritakan bagaima Merah Silu memutuskan untuk memeluk agama Islam.

Menurut legenda masyarakat itu, suatu hari Malik Al-Saleh bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW. Setelah itulah, ia lalu memutuskan untuk masuk Islam. Ketika berkuasa, Malik Al-Saleh menerima kunjungan Marco Polo. Menurut Marco Polo, Malik Al-Saleh menghormati Kubalai Khan -- penguasa Mongol di Cina.

Konon, seorang putera Malik Al- Saleh ada yang memutuskan untuk hijrah menyeberangi lautan menuju Beruas (Gangga Negara). Di wilayah itu, sang pangeran mendirikan kesultanan. Bukti-bukti arkeologis menunjukkan makam Malik Al-Saleh berada di desa Beuringin, Kecamatan Samudera, sekitar 17 km sebelah timur Lhokseumawe.

* Sultan Malik Al-Zahir
''Sultan Mahmud Malik Al-Zahir adalah seorang pemimpin yang sangat mengedepankan hukum Islam. Pribadinya sangat rendah hati. Ia berangkat ke masjid untuk shalat Jumat dengan berjalan kaki. Selesai shalat, sultan dan rombongan biasa berkeliling kota untuk melihat keadaan rakyatnya,'' begitu Ibnu Battuta menggambakan sosok Al-Zahir.

Di bawah kekuasaannya, Samudera Pasai mencapai Kejayaannya. Menurut Ibnu Batutta, Al-Zahir merupakan penguasa yang memiliki ghirah belajar yang tinggi untuk menuntut ilmu-ilmu Islam kepada ulama. Dia juga mencatat, pusat studi Islam yang dibangun di lingkungan kerajaan menjadi tempat diskusi antara ulama dan elite kerajaan.

Bagi Ibnu Batutta, Al-zahir adalah salah satu dari tujuh raja yang memiliki kelebihan luar biasa. Ketujuh raja yang luar biasa itu antara lain; raja Iraq yang dinilainya berbudi bahasa; raja Hindustani yang disebutnya sangat ramah; raja Yaman yang dianggapnya berakhlak mulia; raja Turki dikaguminya karena gagah perkasa;

Raja Romawi yang sangat pemaaf; Raja Melayu Malik Al-Zahir yang dinilainya berilmu pengetahuan luas dan mendalam, serta raja Turkistan.

Sebagai raja, Al-zahir juga merupakan sosok yang sangat saleh, pemurah, rendah hati, dan mempunyai perhatian kepada fakir miskin. Meskipun ia telah menaklukkan banyak kerajaan, Malikul Dhahir tidak pernah bersikap jumawa. Kerendahan hatinya itu ditunjukkan sang raja saat menyambut rombongan Ibnu Battuta.

Para tamunya dipersilakan duduk di atas hamparan kain, sedangkan ia langsung duduk di tanah tanpa beralas apa-apa. Untuk mengenangnya, di makamnya terpatri kata-kata penghormatan: yang mulia Malik Al-Zahir, cahaya dunia sinar agama.

Arsitektur Dinasti Seljuk

REPUBLIKA - Kamis, 15 Mei 2008


Arsitektur Dinasti Seljuk


Dinasti Seljuk. Inilah kekaisaran Islam pertama Turki yang memerintah dunia Islam. Kekuasaan yang digenggamnya begitu luas meliputi Asia Tengah dan Timur Tengah -- terbentang dari Anatolia hingga ke Punjab di belahan selatan Asia. Kekaisaran Seljuk Agung yang mulai menancapkan kekuasaan pada abad ke-11 M hingga 14 M itu didirikan suku Oghuz Turki yang memeluk Islam mulai abad ke-10 M.

Sejatinya, Kekaisaran Seljuk dirintis oleh Seljuk Beg. Namun, Kerajaan Seljuk yang berdiri pada 1037 M itu baru terwujud pada era kepemimpinan Tugrul Beg yang berkuasa hingga 1063 M. Sejarah mencatat Dinasti Seljuk sebagai kerajaan yang mampu menghidupkan kembali kekhalifahan Islam yang ketika itu nyaris tenggelam.

Dalam waktu yang singkat, wilayah kekuasaan Kerajaan Seljuk pun kian bertambah luas. Dinasti Seljuk mencapai puncak kejayaannya ketika menguasai negeri-negeri di kawasan Timur-Tengah seperti Irak, Persia, Suriah serta Kirman. Sebagai negara yang sangat kuat, Dinasti Seljuk amat disegani.

Pada tahun 1055 M, Kerajaan Seljuk sudah mampu menembus kekuasaan Dinasti Abbasiyah, Dinasti Fatimiah. Dua dasawarsa berikutnya, ketangguhan militer Seljuk mampu memukul mundur Bizantium yang bercokol di Palestina -- kota suci ketiga bagi umat Islam -- dalam pertemuran Minzikert 1071 M.

Pemerintahan Dinasti Seljuk yang berpusat di Anatolia itu amat toleran. Kehadirannya seakan menjadi penerang bagi rakyatnya. Meski berasal dari salah satu suku di Turki, para penguasa Seljuk sangat menghargai perbedaan ras, agama, dan jender. Tak heran, bila bangunan tempat ibadah umat Nasrani dan Yahudi berdiri berdampingan dengan masjid.

Di bawah bendera Seljuk, umat Islam dapat hidup dalam kedamaian, keadilan serta kemakmuran. Pada era dinasti ini aktivitas keagamaan berkembang dengan pesat. Hal itu ditandai munculnya kegiatan sufisme.
Tak cuma itu, ilmu pengetahuan pun turut berkembang. Sederet ilmuwan dan ulama muncul dari Dinasti Seljuk seperti, Al-Ghazali (1038 M - 1111 M) serta Umar Al-Khayam -- seorang penyair terkemuka.

Kekaisaran Seljuk juga sangat mendukung dan mendorong perkembangan kebudayaan, salah satunya seni bina bangun atau arsitektur. Tak heran, bila pada era kekuasaan Dinasti Seljuk banyak berdiri karya-karya arsitektur yang mengagumkan. Dinasti ini mampu menghidupkan kembali pencapaian Kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah dalam bidang bina bangunan.

variasi dan kualitas ornamen-ornemen serta bentuk dan teknik arstitektur peninggalan Dinasti Seljuk mampu menjadi inspirasi bagi para arsitek Muslim dan para ahli batu di seluruh dunia. Keunggulan dan kehebatan arsitektur warisan Dinasti Seljuk dapat disaksikan dari bangunan-bangunan peninggalan bersejarah di Iran, Anatolia serta wilayah Asia Minor Muslim.

Para arsitek dunia mencatat ada dua karya seni arsitektur yang paling unik warisan Dinasti Seljuk, yakni caravanserai (tempat singgah bagi para pendatang) serta madrasah. Caravanserai banyak berdiri di wilayah kekuasaan Seljuk lantaran dinasti itu amat mendorong perdagangan dan bisnis. Sedangkan gedung madrasah yang menyebar di daerah kekuasaan Kerajaan Seljuk mencerminkan geliat aktivitas pembelajaran.

Kontribusi Dinasti Seljuk dalam bidang arsitektur begitu besar. Sejarah mencatat beberapa kontribusi Dinasti Seljuk dalam bidang arsitektur antara lain; pertama, memperkenalkan konsep baru empat iwan masjid. Kedua, mengembangkan dan memperbanyak madrasah untuk sarana pendidikan. Ketiga, memperkenalkan caravanserai. Keempat, mengembangkan dan mengelaborasi arsitektur makam.

Kelima, keberhasilan membangun kubah berbentuk kerucut. Keenam, mempromosikan penggunaan motif-motif muqarnas. Ketujuh, memperkenalkan elemen pertama seni baroque yang menyebar ke seluruh Eropa di abad ke-16 M. Kehebatan dan keunikan gaya ersitektur Seljuk telah diakui dunia, termasuk arsitektur modern. Para arsitek Barat pun banyak belajar dari arsitektur Seljuk.


***
Arsitektur Menakjubkan dari Dinasti Seljuk



* Caravanserai Seljuk (Khan)
Penguasa Dinasti Seljuk begitu banyak membangun caravanserai atau tempat singgah bagi para pendatang atau pelancong. caravanserai dibangun untuk menopang aktivitas perdagangan dan bisnis. Para pelancong dan pedagang dari berbagai negeri akan dijamu di caravanserai selama tiga hari secara cuma-cuma alias gratis.
Di caravanserai itulah, para pendatang akan dijamu dengan makanan serta hiburan. Secara fisik, bangunan caravanserai terdiri dari halaman, gedungnya dipercantik dengan lengkungan iwan. Dalam caravanserai terdapat kamar menginap, depo, kamar pengawal serta tersedia juga kandang untuk alat transportasi seperti kuda.

Caravanserai dikelola oleh sebuah lembaga donor. Organisasi itu pertama kali didirikan di Rabat-i-Malik. Caravanserai di wilayah Iran itu menjadi cikal bakal berdirinya tempat singgah khas Dinasti Seljuk. Caravanserai pertama itu dibangun pada tahun 1078 M oleh Sultan Nasr di antara rute Bukhara-Samarkand. Struktur bangunan caravanserai Seljuk meniru istana padang Dinasti Abbasiyah. Bentuknya segi empat dan ditopang dengan dinding yang kuat.

* Madrasah Seljuk
Menurut Van Berchem, para arsitektur di era Dinasti Seljuk mulai mengembangkan bentuk, fungsi dan karakter masjid. Bangunan masjid diperluas menjadi madrasah. Bangunan madrasah pertama muncul di Khurasan pada awal abad ke-10 M sebagai sebuah adaptasi dari rumah para guru untuk menerima murid.

Pada pertengahan abad ke-11 M, bangunan madrasah diadopsi oleh penguasa Seljuk Emir Nizam Al-Mulk menjadi bangunan publik. Sang emir terispirasi oleh penguasa Ghasnavid dari Persia. Di Persia, madrasah dijadikan tempat pembelajaran teknologi. Madrasah tertua yang dibangun Nizam Al-Mulk terdapat di Baghdad pada tahun 1067 M.

Fakta menunjukkan, madrasah yang dibangun antara tahun 1080 M hingga 1092 M di Kharghird, Khurasan sudah menggunakan empat iwan. Secara fisik, bangunan madrasah Seljuk terdiri dari halaman gedung yang dikelilingi tembok dan dilengkapi empat iwan. Selain itu juga ada asrama dan ruang belajar.

Salah satu madrasah terbaik yang bisa dijadikan contoh berada di Anatolia. Bangunan madrasah itu menerapkan karakter khas Iran termasuk penggunaan iwan dan menara ganda yang membingkai pintu gerbang.

* Menara Seljuk
Bentuk menara masjid-masjid di Iran yang dibanguan Dinasti Seljuk secara subtansial berbeda dengan menara di Afrika Utara. Bentuk menara masjid Seljuk mengadopsi menara silinder seagai ganti menara berbentuk segi empat.

* Makam Seljuk
Pada era kejayaan Dinasti Seljuk pembangunan makam mulai dikembangkan. Model bangunan makam Seljuk merupakan pengembangan dari tugu yang dibangun untuk menghormati penguasa Umayyah pada abad ke-8 M. Namun, bangunan makam yang dikembangkan para arsitek Seljuk mengambil dimensi baru.

Bangunan makam yang megah dibangun pada era Seljuk tak haya ditujukan untuk menghormati para penguasa yang sudah meninggal. Namun, para ulama dan sarjana atau ilmuwan terkemuka pun mendapatkan tempat yang sama. Tak heran, bila makam penguasa dan ilmwuwan terkemuka di era Seljuk hingga kini masih berdiri kokoh.

Bangunan makam Seljuk menampilkan beragam bentuk termasuk oktagonal (persegi delapan), berbentuk silinder dan bentuk-bentuk segi empat ditutupi dengan kubah (terutama di Iran). Selan itu ada pula yang atapnya berbentuk kerucut (terutama di Anatolia). Bangunan makam biasanya dibangun di sekitar tempat tinggal tokoh atau bisa pula letaknya dekat masjid atau madrasah.

* Masjid Seljuk
Inovasi para arsitektur Dinasti Seljuk yang lainnya tampak pada bangunan masjidnya. Masjid Seljuk sering disebut Masjid Kiosque. Bangunan masjid ini biasanya lebih kecil yang terdiri dari sebuah kubah, berdiri melengkung dengan tiga sisi yang terbuka. Itulah ciri khas masjid Kiosk.

Model masjid khas Seljuk ini seringkali dihubungkan dengan kompleks bangunan yang luas seperti caravanserai dan madrasah.

Arsitektur Dinasti Seljuk

REPUBLIKA - Kamis, 15 Mei 2008


Arsitektur Dinasti Seljuk



Dinasti Seljuk. Inilah kekaisaran Islam pertama Turki yang memerintah dunia Islam. Kekuasaan yang digenggamnya begitu luas meliputi Asia Tengah dan Timur Tengah -- terbentang dari Anatolia hingga ke Punjab di belahan selatan Asia. Kekaisaran Seljuk Agung yang mulai menancapkan kekuasaan pada abad ke-11 M hingga 14 M itu didirikan suku Oghuz Turki yang memeluk Islam mulai abad ke-10 M.

Sejatinya, Kekaisaran Seljuk dirintis oleh Seljuk Beg. Namun, Kerajaan Seljuk yang berdiri pada 1037 M itu baru terwujud pada era kepemimpinan Tugrul Beg yang berkuasa hingga 1063 M. Sejarah mencatat Dinasti Seljuk sebagai kerajaan yang mampu menghidupkan kembali kekhalifahan Islam yang ketika itu nyaris tenggelam.

Dalam waktu yang singkat, wilayah kekuasaan Kerajaan Seljuk pun kian bertambah luas. Dinasti Seljuk mencapai puncak kejayaannya ketika menguasai negeri-negeri di kawasan Timur-Tengah seperti Irak, Persia, Suriah serta Kirman. Sebagai negara yang sangat kuat, Dinasti Seljuk amat disegani.

Pada tahun 1055 M, Kerajaan Seljuk sudah mampu menembus kekuasaan Dinasti Abbasiyah, Dinasti Fatimiah. Dua dasawarsa berikutnya, ketangguhan militer Seljuk mampu memukul mundur Bizantium yang bercokol di Palestina -- kota suci ketiga bagi umat Islam -- dalam pertemuran Minzikert 1071 M.

Pemerintahan Dinasti Seljuk yang berpusat di Anatolia itu amat toleran. Kehadirannya seakan menjadi penerang bagi rakyatnya. Meski berasal dari salah satu suku di Turki, para penguasa Seljuk sangat menghargai perbedaan ras, agama, dan jender. Tak heran, bila bangunan tempat ibadah umat Nasrani dan Yahudi berdiri berdampingan dengan masjid.

Di bawah bendera Seljuk, umat Islam dapat hidup dalam kedamaian, keadilan serta kemakmuran. Pada era dinasti ini aktivitas keagamaan berkembang dengan pesat. Hal itu ditandai munculnya kegiatan sufisme.
Tak cuma itu, ilmu pengetahuan pun turut berkembang. Sederet ilmuwan dan ulama muncul dari Dinasti Seljuk seperti, Al-Ghazali (1038 M - 1111 M) serta Umar Al-Khayam -- seorang penyair terkemuka.

Kekaisaran Seljuk juga sangat mendukung dan mendorong perkembangan kebudayaan, salah satunya seni bina bangun atau arsitektur. Tak heran, bila pada era kekuasaan Dinasti Seljuk banyak berdiri karya-karya arsitektur yang mengagumkan. Dinasti ini mampu menghidupkan kembali pencapaian Kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah dalam bidang bina bangunan.

variasi dan kualitas ornamen-ornemen serta bentuk dan teknik arstitektur peninggalan Dinasti Seljuk mampu menjadi inspirasi bagi para arsitek Muslim dan para ahli batu di seluruh dunia. Keunggulan dan kehebatan arsitektur warisan Dinasti Seljuk dapat disaksikan dari bangunan-bangunan peninggalan bersejarah di Iran, Anatolia serta wilayah Asia Minor Muslim.

Para arsitek dunia mencatat ada dua karya seni arsitektur yang paling unik warisan Dinasti Seljuk, yakni caravanserai (tempat singgah bagi para pendatang) serta madrasah. Caravanserai banyak berdiri di wilayah kekuasaan Seljuk lantaran dinasti itu amat mendorong perdagangan dan bisnis. Sedangkan gedung madrasah yang menyebar di daerah kekuasaan Kerajaan Seljuk mencerminkan geliat aktivitas pembelajaran.

Kontribusi Dinasti Seljuk dalam bidang arsitektur begitu besar. Sejarah mencatat beberapa kontribusi Dinasti Seljuk dalam bidang arsitektur antara lain; pertama, memperkenalkan konsep baru empat iwan masjid. Kedua, mengembangkan dan memperbanyak madrasah untuk sarana pendidikan. Ketiga, memperkenalkan caravanserai. Keempat, mengembangkan dan mengelaborasi arsitektur makam.

Kelima, keberhasilan membangun kubah berbentuk kerucut. Keenam, mempromosikan penggunaan motif-motif muqarnas. Ketujuh, memperkenalkan elemen pertama seni baroque yang menyebar ke seluruh Eropa di abad ke-16 M. Kehebatan dan keunikan gaya ersitektur Seljuk telah diakui dunia, termasuk arsitektur modern. Para arsitek Barat pun banyak belajar dari arsitektur Seljuk.


***

Arsitektur Menakjubkan dari Dinasti Seljuk



* Caravanserai Seljuk (Khan)
Penguasa Dinasti Seljuk begitu banyak membangun caravanserai atau tempat singgah bagi para pendatang atau pelancong. caravanserai dibangun untuk menopang aktivitas perdagangan dan bisnis. Para pelancong dan pedagang dari berbagai negeri akan dijamu di caravanserai selama tiga hari secara cuma-cuma alias gratis.
Di caravanserai itulah, para pendatang akan dijamu dengan makanan serta hiburan. Secara fisik, bangunan caravanserai terdiri dari halaman, gedungnya dipercantik dengan lengkungan iwan. Dalam caravanserai terdapat kamar menginap, depo, kamar pengawal serta tersedia juga kandang untuk alat transportasi seperti kuda.

Caravanserai dikelola oleh sebuah lembaga donor. Organisasi itu pertama kali didirikan di Rabat-i-Malik. Caravanserai di wilayah Iran itu menjadi cikal bakal berdirinya tempat singgah khas Dinasti Seljuk. Caravanserai pertama itu dibangun pada tahun 1078 M oleh Sultan Nasr di antara rute Bukhara-Samarkand. Struktur bangunan caravanserai Seljuk meniru istana padang Dinasti Abbasiyah. Bentuknya segi empat dan ditopang dengan dinding yang kuat.

* Madrasah Seljuk
Menurut Van Berchem, para arsitektur di era Dinasti Seljuk mulai mengembangkan bentuk, fungsi dan karakter masjid. Bangunan masjid diperluas menjadi madrasah. Bangunan madrasah pertama muncul di Khurasan pada awal abad ke-10 M sebagai sebuah adaptasi dari rumah para guru untuk menerima murid.

Pada pertengahan abad ke-11 M, bangunan madrasah diadopsi oleh penguasa Seljuk Emir Nizam Al-Mulk menjadi bangunan publik. Sang emir terispirasi oleh penguasa Ghasnavid dari Persia. Di Persia, madrasah dijadikan tempat pembelajaran teknologi. Madrasah tertua yang dibangun Nizam Al-Mulk terdapat di Baghdad pada tahun 1067 M.

Fakta menunjukkan, madrasah yang dibangun antara tahun 1080 M hingga 1092 M di Kharghird, Khurasan sudah menggunakan empat iwan. Secara fisik, bangunan madrasah Seljuk terdiri dari halaman gedung yang dikelilingi tembok dan dilengkapi empat iwan. Selain itu juga ada asrama dan ruang belajar.

Salah satu madrasah terbaik yang bisa dijadikan contoh berada di Anatolia. Bangunan madrasah itu menerapkan karakter khas Iran termasuk penggunaan iwan dan menara ganda yang membingkai pintu gerbang.

* Menara Seljuk
Bentuk menara masjid-masjid di Iran yang dibanguan Dinasti Seljuk secara subtansial berbeda dengan menara di Afrika Utara. Bentuk menara masjid Seljuk mengadopsi menara silinder seagai ganti menara berbentuk segi empat.

* Makam Seljuk
Pada era kejayaan Dinasti Seljuk pembangunan makam mulai dikembangkan. Model bangunan makam Seljuk merupakan pengembangan dari tugu yang dibangun untuk menghormati penguasa Umayyah pada abad ke-8 M. Namun, bangunan makam yang dikembangkan para arsitek Seljuk mengambil dimensi baru.

Bangunan makam yang megah dibangun pada era Seljuk tak haya ditujukan untuk menghormati para penguasa yang sudah meninggal. Namun, para ulama dan sarjana atau ilmuwan terkemuka pun mendapatkan tempat yang sama. Tak heran, bila makam penguasa dan ilmwuwan terkemuka di era Seljuk hingga kini masih berdiri kokoh.

Bangunan makam Seljuk menampilkan beragam bentuk termasuk oktagonal (persegi delapan), berbentuk silinder dan bentuk-bentuk segi empat ditutupi dengan kubah (terutama di Iran). Selan itu ada pula yang atapnya berbentuk kerucut (terutama di Anatolia). Bangunan makam biasanya dibangun di sekitar tempat tinggal tokoh atau bisa pula letaknya dekat masjid atau madrasah.

* Masjid Seljuk
Inovasi para arsitektur Dinasti Seljuk yang lainnya tampak pada bangunan masjidnya. Masjid Seljuk sering disebut Masjid Kiosque. Bangunan masjid ini biasanya lebih kecil yang terdiri dari sebuah kubah, berdiri melengkung dengan tiga sisi yang terbuka. Itulah ciri khas masjid Kiosk.

Model masjid khas Seljuk ini seringkali dihubungkan dengan kompleks bangunan yang luas seperti caravanserai dan madrasah.