Kamis, 20 November 2008
Jejak Kejayaan Islam di Sicila
Jejak Kejayaan Islam di Sicila
''Kota dengan 300 masjid.'' Begitulah penjelajah Arab terkemuka, Ibnu Hawqal menggambarkan suasana Palermo, ibu kota Sicilia yang berada di wilayah Italia selatan pada tahun 972 M. Dalam catatan perjalanannya, Al-Masalik wal Mamlik, Ibnu Hawqal mengaku tak pernah menemukan sebuah kota dengan jumlah masjid sebanyak itu, sekalipun luasnya dua kali lebih besar dari Palermo.
Pada saat yang sama, pelancong Muslim kondang itu juga menyaksikan kehebatan University of Balerm - sebuah perguruan tinggi Islam terkemuka di kota Palermo, Sicilia. Hampir selama tiga abad lamanya, umat Muslim di era keemasan berhasil mengibarkan bendera kejayaan dengan peradabannya yang terbilang sangat tinggi di wilayah otonomi Sicilia.
Dari wilayah itulah, ilmu pengetahuan yang dikuasai umat Islam ditransfer ke peradaban Barat. Pengaruh Islam begitu besar dalam peradaban masyarakat Sicilia. Selama tiga abad berada dalam kekuasaan Islam, kawasan Sicilia pun berkembang menjadi pusat peradaban dan perniagaan. Sicilia pun sempat menjadi salah satu wilayah primadona di benua Eropa. Islam bersemi di Sicilia sejak 15 Juli 827 M. Ketika itu, pasukan tentara Dinasti Aghlabid di bawah kekuasaan Ziyadat Allah I berhasil menaklukan dari kekuasaan Bizantium. Dinasti Aghlabid merupakan sebuah kekhalifahan Muslim Arab yang menguasai Ifriqiyah meliputi Aljazair, Tunisia dan Tripoli.
Dinasti yang berkuasa dari tahun 800 M hingga 909 M itu berpusat di Tunisia. Diperkuat 10 ribu pasukan infanteri, 700 pasukan berkuda serta 100 armada kapal, pasukan Muslim di bawah komando Asad Ibnu Al-Furat (70 tahun) berhasil mengkandaskan kekuatan Bizantium dalam pertempuran di dekat Mazara. Serangkaian pertempuran demi pertempuran dilalui pasukan Dinasti Aghlabid hingga akhirnya satu per satu kota di Sicilia sepenuhnya berhasil dikuasai umat Islam.
Secara resmi, kota Palermo ditaklukan umat Islam pada tahun 831 M. Sedangkan, Messina dikuasai pasukan Muslim 12 tahun berikutnya. Sejak wilayah Enna berhasil direbut dari Bizantium pada 859 M, provinsi Sicilia sepenuhnya berada dalam genggaman umat Islam. Di bawah kekuasaan umat Islam, Sicilia menjadi provinsi yang multietnis.
Beragam suku dan etnis, seperti orang Sicilia, Arab, Yahudi, Barbar, Persia, Tartar, Negro berbaur dalam toleransi dan keharmonisan. Tak ada pembantaian terhadap penduduk yang beragama Nasrani. Penduduk Sicilia yang beragama Nasrani dilindungi dan dihormati kebebasannya dalam menjalankan aktivitas peribadatan.
Penguasa Muslim hanya membebankan pajak kepada penganut agama Nasrani. Hak milik dan usaha mereka dilindungi penguasa Muslim. Pun demikian terhadap warga Yahudi yang berada di kawasan kota pantai. Penguasa Muslim menghormati hak hidup dan melindungi kebebasan umat beragama lain dalam menjalankan ibadah.
Sejak berada dalam kekuasaan Islam, Sicilia menjelma menjadi salah satu pusat peradaban di Eropa, setelah Kordova. Bangunan masjid yang tersebar di seluruh kawasan Sicilia tak hanya menjadi tempat beribadah semata. Masjid-masjid itu juga berfungsi sebagai sekolah -- tempat bersemainya benih peradaban dan ilmu pengetahuan.
Di bawah kekuasaan Islam, Sicilia memiliki universitas Islam terkemuka. Sekolah-sekolah di wilayah itu dilengkapi dengan asrama siswa dan mahasiswa. Tak heran, bila begitu banyak remaja dan anak muda dari berbagai penjuru Eropa menimba ilmu di sekolah dan universitas Islam di Sicilia.
Penjelajah Muslim, Ibnu Jubair, memberi sebuah kesaksian tentang kemajuan yang berhasil dicapai penguasa Muslim di Sicilia. Dalam buku perjalanannya, Ibnu Jubair, melukiskan kemajuan pesat yang dicapai Palermo, ibu kota Sicilia. ''Palermo adalah sebuah kepulauan metropolis yang mengkombinasikan kekayaan dan kemuliaan. Sebuah kota kuno yang elegan,'' papar Ibnu Jubair.
Bahasa Arab pun menjadi bahasa pengantar masyarakat Sicilia. Ibnu Jubair menyaksikan wanita dan pria Kristen pun sehari-hari berbicara dengan bahasa Arab. Kehadiran Islam di Sicilia seakan menjadi berkah bagi masyarakatnya. Perekonomian Sicilia menggeliat setelah berada dalam kekuasaan umat Islam. Industri tekstil tumbuh pesat di era kejayaan Islam di salah satu wilayah otonomi negeri Spagheti itu.
Industri kerajinan pun tumbuh dan berkembang pada saat itu. Kehadiran Islam di tanah Sicilia juga memberi pengaruh yang besar terhadap bidang pertanian. Para petani dan sarjana Muslim memperkenalkan teknik-teknik baru pertanian serta benih tanaman yang unggul. Akibatnya, roda perekonomian ekonomi lokal bergerak begitu cepat.
Buah jeruk merupakan komoditas agrobisnis terkemuka yang dihasilkan para petani Sicilia. Penguasa Islam juga memperkenalkan dan mengembangkan saluran irigasi di wilayah itu. Teknologi pertanian yang diwariskan umat Islam itu tetap digunakan masyarakat Sicilia, sekalipun umat Islam tak lagi berkuasa di wilayah itu.
Periode kekuasaan Islam di Sicila merupakan tahap awal revolusi perdagangan di abad pertengahan. Pada era itulah masyarakat Sicila merasakan kemakmuran dalam pertumbuhan ekonomi yang begitu pesat. Akhir abad ke-10 M, sejarawan bernama Udovitch menjelaskan betapa Sicilia telah menjelma menjadi pusat perdagangan di dunia Mediterania. Kawasan itu bersama Tunisia menjadi persimpangan rute perdagangan.
Kafilah dari Sijlimasa, selatan Maroko membawa beragam komoditas dari Afrika dan Maroko untuk dijual ke palermo dan Mazara. Sicilia menjadi jembatan perdagangan antara Muslim di Timur dengan Muslim di Barat. Akhir abad ke-10, Sicila menjadi produsen utama kain sutera. Pada era itu, Sicila sudah mulai menggunakan koin emas atau ruba'ya yang benilai seperempat dinar. Mata uang itu sungguh bernilai di kota-kota perdagangan lain seperti Mesir, Suriah dan Palestina.
Sayangnya, kekuasaan umat Islam di Sicilia harus berakhir pada tahun 1061 M. Kekuatan umat Islam yang lemah dimanfaatkan bangsa Normandia. Sejak itu, dominasi Islam pun lenyap dari bumi Sicila. Meski begitu pengaruh dan peradaban yang diwariskannya masih tetap dapat disaksikan hingga sekarang.
Para Penguasa Muslim di Sicilia
Dinasti Aghlabid (827 M - 909 M)
Selama 82 tahun, Sicila berada dalam kekuasaan Dinasti Aghlabid yang berpusat di Tunisia. Ketika dikuasai dinasti Muslim itu, populasi penduduk Sicilia bertambah seiring datangnya imigran Muslim dari Afrika, Asia, Spanyol dan barbar. Semua penduduk Muslim itu terpusat di kepulauan selatan.
Dinasti Aqhlabi menempatkan seorang amir sebagai pejabat gubernur di ibu kota Sicilia, Palermo. Di setiap kota di Sicila dilengkapi dengan sebuah dewan kota bernama gema. Ketika Islam berkuasa banyak penduduk Sicilia yang menganut agama Islam, sebagian lainnya tetap memuk agama Kristen. Pada era dinasti itu, mulai diperkenalkan land reform atau reformasi agraria. Hal itu dilakukan agar tanah tak cuma dikuasai orang-orang kaya saja. Irigiasi juga mulai diperkenalkan, sehingga sektor pertanian berkembang pesat. Pada abad ke-10 M, Sicila menjadi provinsi di Italia yang paling padat dengan jumlah penduduk mencapai 300 ribu jiwa.
* Dinasti Fatimiyah (909 M - 965 M)
Pada tahun 909 M, kekuasaan Dinasti Aghlabid dari Afrika di Sicilia diambil alih Dinasti Fatimiyah. Wilayah itu awalnya menjadi bagian dari provinsi Fatimiyah yang berpusat di Mesir. Empat tahun berkuasa, gubernur Fatimiyah diusir dari Palermo. Kepulauan itu lalu mendeklarasikan kemerdekaannya di bawah kepemimpinan seorang Emir bernama Ahmed ibnu Kohrob. Sicilia kembali dikuasai Dinasti Fatimiyah pada 917 M. Selama 20 tahun lamanya, Sicilia dipimpin seorang gubernur dari Fatimiyah. Pada 937 M, bangsa barbar mengambil alih Sicilia.
Emirat Sicilia (965 M - 1091 M)
Sejak tahun 948 M, Khalifah Fatimiyah, Ismail Al-Mansur mengangkat Hassan Al-Kalbi sebagai emir Sicilia. Secara defakto, Emirat Sicilia terlepas dari pemerintahan Faimiyah di Mesir. Lalu dia digantikan Emir yang baru bernama Abu Al-Qasim (964 M - 982 M). pada masa kedua emir itu berkuasa, Sicilia Muslim bertempur dengan Bizantium. Setelah itu, kekuasaan Islam meredup seiring perebutan kekuasaan di tubuh umat Islam. Pada 1061 M, Sicilia lepas dari tangan umat Islam.
Pintu Gerbang Ilmu Islam ke Barat
Sebagai bekas wilayah kekuasaan Islam, Sicilia merupakan berkah bagi peradaban Barat. Wilayah otonomi di selatan Italia itu telah menjadi gerbang transfer ilmu pengetahuan dari dunia Muslim ke Barat. Michelle Amari merupakan sejarawan yang telah membuktikan bahwa dari Sicilia-lah ilmu pengetahuan yang dikuasai umat Islam di era keemasan ditransfer ke Barat.
Transfer ilmu pengetahuan Islam ke dunia Barat mulai dilakukan oleh Frederick II (1194 M - 1250 M) - penguasa Sicilia. Frederick masih menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar di kerajaan yang dipimpinnya. Ia mengumpulkan sarjana Muslim dan Yahudi untuk menerjemahkan buku-buku berbahasa Arab. Bahkan, dia mengirim Michael Scot ke Cordoba untuk mencari kitab-kitab yang ditulis Ibnu Sina.
Frederick adalah raja beragama Kristen. Namun, dia begitu terpengaruh oleh ajaran dan kebudayaan Islam. Sehingga, Bapak Sejarawan Sains, George Sarton mengatakan, ''Frederik itu setengah Muslim dengan caranya sendiri.'' Ketika dia berkuasa, University of Naples pada tahun 1224 M - universitas pertama di Eropa menggunakan sistem pendidikan yang dikembangkan pergurun tinggi Islam. Dari Sicilia pula sistem fiskal yang sempat diterapkan penguasa Islam ditransfer ke Inggris. (HRI)
Kamis, 16 Oktober 2008
Khurasan, Tanah Matahari Terbit
Khurasan, Tanah Matahari Terbit
Islam menancapkan benderanya di Khurasan pada era kekhalifahan Umar bin Khattab
Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda; ‘’(Pasukan yang membawa) bendera hitam akan muncul dari Khurasan. Tak ada kekuatan yang mampu menahan laju mereka dan mereka akhirnya akan mencapai Yerusalem, di tempat itulah mereka akan mengibarkan benderanya.’’ (HR:Turmidzi).
Khurasan merupakan wilayah yang terbilang amat penting dalam sejarah peradaban Islam. Jauh sebelum pasukan tentara Islam menguasai wilayah itu, Rasulullah SAW dalam beberapa haditsnya telah menyebut-nyebut nama Khurasan. Letak geografis Khurasan sangat strategis dan banyak diincar para penguasa dari zaman ke zaman.
Pada awalnya,Khurasan Raya merupakan wilayah sangat luas membentang meliputi; kota Nishapur dan Tus (Iran); Herat, Balkh, Kabul dan Ghazni (Afghanistan); Merv dan Sanjan (Turkmenistan), Samarkand dan Bukhara (Uzbekistan); Khujand dan Panjakent (Tajikistan); Balochistan (Pakistan, Afghanistan, Iran).
Kini, nama Khurasan tetap abadi menjadi sebuah nama provinsi di sebelah Timur Republik Islam Iran. Luas provinsi itu mencapai 314 ribu kilometer persegi. Khurasan Iran berbatasan dengan Republik Turkmenistan di sebelah Utara dan di sebelah Timur dengan Afganistan. Dalam bahasa Persia, Khurasan berarti ‘Tanah Matahari Terbit.’
Jejak peradaban manusia di Khurasan telah dimulai sejak beberapa ribu tahun sebelum masehi (SM). Sejarah mencatat, sebelum Aleksander Agung pada 330SM menguasai wilayah itu, Khurasan berada dalam kekuasaan Imperium Achaemenid Persia. Semenjak itu, Khurasan menjelma menjadi primadona yang diperebutkan para penguasa.
Pada abad ke-1 M, wilayah timur Khurasan Raya ditaklukan Dinasti Khusan. Dinasti itu menyebarkan agama dan kebudayaan Budha. Tak heran, bila kemudian di kawasan Afghanistan banyak berdiri kuil. Jika wilayah timur dikuasai Dinasti Khusan, wilayah barat berada dalam genggaman Dinasti Sasanid yang menganut ajaran zoroaster yang menyembah api.
Khurasan memasuki babak baru ketika pasukan tentara Islam berhasil menaklukkan wilayah itu. Islam mulai menancapkan benderanya di Khurasan pada era Kekhalifahan Umar bin Khattab. Di bawah pimpinan komandan perang, Ahnaf bin Qais, pasukan tentara Islam mampu menerobos wilayah itu melalui Isfahan.
Dari Isfahan, pasukan Islam bergerak melalui dua rute yakni Rayy dan Nishapur. Untuk menguasai wilayah Khurasan, pasukan umat Islam disambut dengan perlawanan yang amat sengit dari Kaisar Persia bernama Yazdjurd. Satu demi satu tempat di Khurasan berhasil dikuasai pasukan tentara Islam. Kaisar Yazdjurd yang terdesak dari wilayah Khurasan akhirnya melarikan diri ke Oxus.
Setelah Khurasan berhasil dikuasai, Umar memerintahkan umat Muslim untuk melakukan konsolidasi di wilayah itu. Khalifah tak mengizinkan pasukan tentara Muslim untuk menyeberang ke Oxus. Umar lebih menyarankan tentara Islam melakukan ekspansi ke Transoxiana.
Sepeninggal Umar, pemberontakan terjadi di Khurasan. Wilayah itu menyatakan melepaskan diri dari otoritas Muslim. Kaisar Yazdjurd menjadikan Merv sebagai pusat kekuasaan. Namun, sebelum Yadzjurd berhadapan lagi dengan pasukan tentara Muslim yang akan merebut kembali Khurasan, dia dibunuh oleh pendukungnya yang tak loyal.
Khalifah Utsman bin Affan yang menggantikan Umar tak bisa menerima pemberontakan yang terjadi di Khurasan. Khalifah ketiga itu lalu memerintahkan Abdullah bin Amir Gubernur Jenderal Basra untuk kembali merebut Khurasan. Dengan jumlah pasukan yang besar, umat Islam mampu merebut kembali Khurasan.
Ketika Dinasti Umayyah berkuasa, Khurasan merupakan bagian dari wilayah pemerintahan Islam yang berpusat di Damaskus. Penduduk dan pemuka Khurasan turut serta membantu Dinasti Abbasiyah untuk menggulingkan Umayyah. Salah satu pemimpin Khurasan yang turut mendukung gerakan anti- Umayyah itu adalah Abu Muslim Khorasani antara tahun 747 M hingga 750 M.
Setelah Dinasti Abbasiyah berkuasa, Abu Muslim justru ditangkap dan dihukum oleh Khalifah Al-Mansur. Sejak itu, gerakan kemerdekaan untuk lepas dari kekuasaan Arab mulai menggema di Khurasan. Pemimpin gerakan kemerdekaan Khurasan dari Dinasti Abbasiyah itu adalah Tahir Phosanji pada tahun 821.
Ketika kekuatan Abbasiyah mulai melemah, lalu berdirilah dinasti-dinasti kecil yang menguasai Khurasan. Dinasti yang pertama muncul di Khurasan adalah Dinasti Saffariyah (861 M - 1003 M). Setelah itu, Khurasan silih berganti jatuh dari satu dinasti ke dinasti Iran yang lainnya. Setelah kekuasaan Saffariyah melemah, Khurasan berada dalam genggaman Dinasti Iran lainnya, yakni Samanid.
Setelah itu, Khurasan menjadi wilayah kekuasaan orang Turki di bawah Dinasti Ghaznavids pada akhir abad ke-10 M. Seabad kemudian, Khurasan menjadi wilayah kerajaan Seljuk. Pada abad ke-13 M, bangsa Mongol melakukan invasi dengan menghancurkan bangunan serta membunuhi penduduk di wilayah Khurasan.
Pada abad ke-14 M hingga 15 M, Khurasan menjadi wilayah kekuasaan Dinasti Timurid yang didirikan Timur Lenk. Khurasan berkembang amat pesat pada saat dikuasai Dinasti Ghaznavids, Ghazni dan Timurid. Pada periode itu Khuran menggeliat menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Tak heran, jika pada masa itu lahir dan muncul ilmuwan, sarjana serta penyair Persia terkemuka.
Sederet literatur Persia bernilai tinggi ditulis pada era itu. Nishapur, Herat, Ghazni dan Merv kota-kota penting di Khurasan menjadi pusat berkembangnya kebudayaan. Memasuki abad ke-16 M hingga 18, Khurasan berada dalam kekuasaan Dinasti Moghul. Di setiap periode, Khurasan selalu menjadi tempat yang penting.
Bangunan-bangunan bersejarah yang kini masih berdiri kokoh di Khurasan menjadi saksi kejayaan Khurasan di era kekhalifahan. Selain itu, naskahnaskah penting lainnya yang masih tersimpan dengan baik membuktikan bahwa Khurasan merupakan tempat yang penting bagi pengembangan ajaran Islam.
Baru-baru ini, Khurasan juga menjadi perbincangan. Kabarnya, dari daerah itulah Dajjal akan muncul. Bahkan, kabarnya Dajjal sudah muncul di Khurasan. Benarkah? Wallahualam.
***
Saksi Sejarah Kejayaan Khurasan
Sebagai salah satu wilayah terpenting dalam sejarah peradaban Islam, Khurasan begitu kaya akan peninggalan bersejarah yang amat berharga. Warisan sejarah yang menjadi saksi pasang-surut Islam di setiap periode dinasti yang menguasai wilayah itu hadir dalam berbagai bentuk, baik itu bangunan keagamaan, tempat-tempat yang dikeramatkan serta beragam naskah.
Pemerintah Iran telah menetapkan tak kurang dari 1.179 tempat dan bangunan di Provinsi Khurasan sebagai cagar budaya yang dilindungi. Tempat yang paling bersejarah di Khurasan itu antara lain; tempat suci Imam Reza, Masjid Goharshad, serta kuburan-kuburan tokoh-tokoh Islam yang wafat di Tanah Matahari Terbit itu.
Di provinsi itu, tepatnya di Neyshabour, terdapat makam tiga tokoh besar yakni Farid Al-Din Attar, Umar Khayyam, serta Kamal-ol-molk. Tempat yang paling banyak dikunjungi di wilayah itu adalah Masjid Goharshad serta kompleks tempat suci Imam Reza yang berada di jantung, Mashhad. Di pusat Mashhad juga terdapat makam Nadir Shah Afshar.
Bukti sejarah penting lainnya yang terdapat di Khurasan adalah menara Akhangan yang berlokasi di utara Tus. Masih di kota Tus, juga terdapat kubah Haruniyah. Di tempat itu juga terdapat makam Imam Mohammad Ghazali. Bangunan bersejarah lainnya di Tus adalah bendeng (citadel) Tus.
Selain itu sejumlah naskah penting di era kekhalifahan yang masih tersimpan juga menjadi bukti betapa pentingnya Khurasan. Di antara naskah yang penting itu adalah puisi-puisi karya penyair terkemuka, seperti Jalaluddin Rumi. Naskah penting lainnya yang berasal dari Khurasan adalah Kitab Mizan al- Hikmah, karya Al-Khazini.
Riwayat Islam di Negeri Hindustan
Riwayat Islam di Negeri Hindustan
Menurut satu versi, pertama kali Islam tiba di India pada abad ke-7 M. Adalah Malik Ibnu Dinar dan 20 sahabat Rasulullah SAW yang kali pertama menyebarkan ajaran Islam di negeri itu.
Sejatinya Islam adalah agama minoritas di India. Meski minoritas dari segi jumlah, sejarah telah membuktikan umat Islam India telah memberi kontribusi yang begitu besar bagi negara yang berada di Asia Selatan itu. Di era millenium baru ini, Islam merupakan agama terbesar kedua di tanah Hindustan.
Saat ini, total pemeluk Islam di India mencapai 151 juta jiwa atau 13,4 persen dari total penduduk negara itu. Dengan jumlah Muslim sebanyak itu, India menjadi negara dengan populasi Muslim terbesar ketiga setelah Indonesia dan Pakistan. Lalu bagaimanakah Islam datang di Negeri Hidustan?
Riwayat Islam di Negeri Hindustan terbilang amat panjang. Ada banyak versi tentang masuknya Islam ke India. Meski begitu, datangnya ajaran Islam ke anak benua India itu bisa diklasifikasikan dalam tiga gelombang. Yakni dibawa orang Arab pada 8 M, orang Turki pada 12 M, dan abad ke-16 M oleh orang Afghanistan.
Menurut satu versi, pertama kali Islam tiba di India pada abad ke-7 M. Adalah Malik Ibnu Dinar dan 20 sahabat Rasulullah SAW yang kali pertama menyebarkan ajaran Islam di negeri itu. Saat itu, Malik dan sahabatnya menginjakkan kaki di Kodungallur, Kerala. Kedatangan Islam pun disambut penduduk wilayah itu dengan suka cita.
Konon, dari wilayah itulah Islam lalu menyebar ke seantero India. Malik lalu membangun masjid pertama di daratan India yakni di wilayah Kerala. Masjid pertama yang dibangun umat Islam itu bentuknya mirip dengan candi - tempat ibadah umat Hindu. Bangunan masjid itu diyakini dibangun pada tahun 629 M.
Ada yang meyakini, masjid di Kodungallur, Kerala itu merupakan masjid kedua di dunia yang dipakai shalat jumat, setelah masjid yang dibangun Rasulullah di Madinah. Versi lainnya menyebutkan, Islam sudah masuk ke anak benua India mulai abad pertama Hijriyah, yakni pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab. Selepas Umar wafat, pada 643 orang-orang Arab berhasil menaklukkan wilayah Makran di Baluchitan.
Ekspansi Islam ke wilayah India kembali dilanjutkan pada era kekuasaan Dinasti Umayyah sekitar tahun 664 M. Di bawah komando Al-Muhallab bin Abi Suffrah, umat Islam berhasil menembus wilayah Multan di Selatan Punjab - sekarang wilayah Pakistan. Ekspedisi yang dipimpin Al-Muhallab itu tak bertujuan untuk penaklukan. Pasukan Al-Muhallab hanya mampu menjangkau ibu kota Maili lalu kembali ke Damaskus.
Kekhalifahan Umayyah pada tahun 738 M di bawah komandan perang Muhammad bin Qasim kembali melakukan ekspedisi ke wilayah India. Pasukan Muhammad bin Qasim berhasil menundukkan wilayah Sind - inilah daerah kekuasaan Umayyah yang terletak paling timur. Sejak saat itulah, orangorang Arab tinggal dan menetap di wilayah itu.
Selain itu, ada pula sejarawan yang menyebutkan Islam diseberkan pertama kali di India oleh para pedagang Arab pada abad ke-7 M. Sebab, sebelum ajaran Islam datang para pedagang Arab dan India telah lama berkongsi.
Pendapat ini diungkapkan Sejarawan Elliot dan Dowson dalam bukunya berjudul The History of India. Menurut keduanya, kapal pertama yang yang mengangkut para penjelajah dan pedagang Muslim sudah tiba di pantai India pada tahun 630.
Sedangkan HG Rawlinson dalam bukunya Ancient and Medieval History of India menyatakan bahwa orang Arab Muslim pertama menginjakkan kaki di tanah India pada akhir abad ke-7 M. Beberapa sejarawan lainnya seperti J Sturrock dalam South Kanara and Madras Districts Manuals serta Haridas
India yang Bhattacharya dalam bukunya Cultural Heritage of India Vol IV juga bersepakat dengan kedatangan Islam, bangsa Arab menjadi sebuah kekuatan kebudayaan terkemuka di dunia. Menurut mereka ajaran Islam dibawa ke India oleh para pedagang dan saudagar Arab.
Selain masyarakat di wilayah Keralla, ada pula yang menyebutkan masyarakat India pertama kali yang memeluk Islam berada di wilayah Mappila. Hal itu dapat dimaklumi lantaran wiliayah itu berbekatan dengan Arab. Perlu beberapa abad bagi Islam untuk menyebar di seluruh wilayah India. Ada banyak faktor yang menyebabkan orang India berbondong-bondong menganut ajaran Islam seperti, pernikahanan, integritas ekonomi, ingin terbebas dari struktur kasta, serta tersentuh dengan dakwah yang dilakukan para tokoh sufi.
Ajaran Islam semakin menyebar luas di wilayah India setelah terbentuknya Kesultanan Delhi di wilayah itu. Dinasti Islam pertama di India adalah Dinasti Gaznawi yang dipimpin Mahmud Gaznawi. Sejak tahun 1020, Mahmud telah menguasai beberapa wilayah di India sekaligus menundukkan dan mengislamkan raja-raja di tanah para ‘dewa’ itu.
Setelah kekuasaan Dinasti Gaznawi memudar, lalu berdirilah Kesultanan Delhi - yakni beberapa Kesultanan yang berkuasa dari tahun 1206 M hingga 1526 M. Ada lima dinasti Islam yang berkuasa silih berganti di era Kesultanan Delhi. Kelima dinasti itu adalah; Dinasti Mamluk (1206 M-1290 M); Dinasti Khilji (1290 M - 1320 M); Dinasti Tughlaq (1320 M - 1413 M); Dinasti Sayyid (1414 M - 1451 M) dan Dinasti Lodhi (1451 M - 1526 M).
Dinasti Mamluk didirikan Qutbuddin Aibak pada tahun 1206. Di awal abad ke-13 M, dinasti itu sudah menguasai wilayah utara India dari Khyber Pass hingga Bengal. Setelah Dinasti Mamluk meredup, Dinasti Khilji lalu berkuasa. Raja pertamanya adalah Jalaluddin Firuz Khilji (1290 - 1294). Pada era itu Gujarat dan Malwa dikuasai umat Islam.
Di awal abad ke-14 M kesultanan memperkenalkan ekonomi moneter di provinsi dan distrik. Saat itu telah terbentuk sebuah jaringan pusat pasar. Perekonomian Kesultanan Delhi pun mulai menguat. Pemasukan keuangan negara saat itu masih berbasis pada pertanian. Kesultanan ini sempat porakporanda akibat ekspansi yang dilakukan Timur Lenk dari Dinasti Timurid pada tahun 1398 M.
Tak cuma itu, Kesultanan Delhi juga pernah dipimpin oleh seorang penguasa wanita bernama Ratu Razia Sultana (1236 M - 1240 M). Ratu Razia dikenal sangat cerdas. Dialah ratu pertama yang dimiliki dunia Islam. Dia memimpin dari Delhi timur hingga ke barat Peshawar dan dari Kashmir utara hingga ke selatan Multan. Para sultan Delhi dalam memimpin masyarakatnya didasarkan pada hukum-hukum yang berdasarkan Alquran. Umat beragama lain dipersilakan untuk menjalankan keyakinannya. Kesultanan Delhi mewariskan kejayaannya melalui arsitektur, musik, literatur, dan agama.
Raja Mogul, Penguasa India
Babur Zahiruddin Mohammad
(1526 M - 1530 M)
Humayun Nasiruddin Mohammad
(1530 M - 1540 M)
Masa peralihan
(1540 M - 1555 M)
Humayun Nasiruddin Mohammad
(1555 M - 1556 M)
Akbar Jalaluddin Mohammad
(1556 M - 1605 M)
Jahangir Nuruddin Mohammad
(1605 M - 1627 M)
Shah Jahan Shihabuddin Mohammad
(1627 M - 1658 M)
Aurangzeb Muhiuddin Mohammad
(1658 M - 1707 M)
****
Berawal dari kekacauan yang terjadi di Kesultanan Delhi, penguasa Dinasti Lodhi terakhir Ibrahim Lodhi mengundang Muhammad Babur - pangeran dari Dinasti Timurid. Namun, pasukan yang dipimpin Babur justru berperang dengan Dinasti Lodhi yang dipimpin Sultan Ibrahim Lodi. Dalam Pertempuran Panipat, Babur berhasil menumbangkan Kesultanan Delhi.
Sejak tahun 1526 M, Kerajaan Mogul pun berdiri dengan mengusai wilayah yang cukup luas meliputi Afghanistan, Balochistan, dan kebanyakan anak benua India hingga tahun 1857 M. Selepas wafatnya Raja Babur, Kerajaan Mogul diteruskan puteranya bernama Humayun. Pada saat itu, sebagian besar wilayah kerajaan ditaklukkan oleh Bahadur Shah, penguasa Gujarat.
Tahta Kerjaaan Mogul pun kemudian berpindah kepangkuan Akbar Khan. Dia memerintah selama 49 tahun. Di masa kepemimpinan Akbar, Kerajaan Mogul mampu menorehkan tinta emas kejayaannya. Kerajaan Modul tumbuh pesat pesat, dan terus berkembang sampai akhir pemerintahan Aurangzeb.
Pada tahun 1605 M - 1627 M, tampuk kekuasaan Mogul diduduki Jahangir — putera Akbar. Setelah itu, tahta kerajaan dikuasai Shah Jahan. Putera Jahangir itu mewarisi tahta dan kerajaan yang luas serta kaya raya di seluruh wilayah India. Pada abad tersebut, Mogul menjadi negara Adikuasa dan tercatat sebagai kerajaan terbesar di dunia.
Di era kepemimpinannya, Raja Shah Jahan, memerintahkan pembangunan Taj Mahal antara 1630 M - 1653 M di Agra, India. Bangunan bersejarah yang indah itu hingga kini masih kokoh berdiri dan merupakan salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Keberhasilan pembangunan Taj mahal merupakan bukti pencapaian umat Islam dalam bidang arsitektur.
Kerajaan Mogul masih mencapai kejayaannya di era kepemimpinan Aurangzeb. Namun, sepeninggal Aurangzeb pada 1707 M, kerajaan ini mulai mengalami kemunduran, meskipun tetap berkuasa selama 150 tahun berikutnya. Kerajaan itu dikalahkan pasukan dari Persia dibawah komando Nadir Shah. Kerajaan ini dibubarkan Kerajaan Inggris di tahun 1857 M.
Selama masa kejayaannya, Kerjaaan Mogul menguasai wilayah yang amat luas meliputi Kabul, Lahore, Multan, Delhi, Agra, Oud, Allahabad, Ajmer, Gujarat, Melwa, Bihar, Bengal, Khandes, Berar, Kasmir, Bajipur, Galkanda, Tahore, dan Trichinopoli. Dalam bidang ekonomi, Mogul telah mengekspor kain ke Eropa. Kerajaan ini juga merupakan produsen rempah-rempah, gula, garam, wol, parfum, dan aneka produk lainnya.
Di bidang pendidikan dan pengetahuan, Mogul juga mencapai prestasi yang gemilang. Bangunan seperti madrasah, masjid perpustakaan tersebar di wilayah kekuasaan Mogul. Pada 1641 M perpustakaan di Agra telah memiliki koleksi buku sebanyak 24 ribu. Ilmu pengetahuan berkembang pesat. Di bidang arsitektur, Kerajaan Mogul telah memiliki bangunan yang megah seperti Benteng Merah, Masjid Jami, Taj Mahal, istana yang megah di Delhi dan Lahore serta makam-makam yang sangat mengagumkan.
Yerusalem Sejarah Kota Suci Ketiga
Yerusalem Sejarah Kota Suci Ketiga
Yerusalem memasuki babak baru ketika tentara Islam di bawah kepemim pinan Khalifah Umarbin Khattab mulaimelakukan ekspansipertama.
Yerusalem. Inilah kota suci ketiga bagi umat Islam, setelah Makkah dan Madinah. Di awal perkembangan agama Islam, Yerusalem menempati posisi yang sangat penting. Selama pe riode Makkah hingga satu tahun pas ca hijrah ke Madinah, kota itu sempat menjadi kiblat pertama bagi umat Islam. Setelah itu, Rasulullah SAW memindahkan arah kiblat ke Masjid Haram, di Makkah.Pertautan Islam dengan Yerusalem juga tercatat dalam lembaran sejarah yang maha penting, yakni peristiwa isra mikraj Nabi Muhammad SAW. Perjalanan yang dilakukan Rasulullah SAW melalui isra mikraj itu sungguh amat istimewa. Sebab, lewat perjalanan itulah Allah SWT memerintahkan kepada umat Islam untuk menunaikan ibadah shalat.
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS: Al Israa:1).
Yerusalem pun bertambah istimewa, lantaran di kota itulah beberapa rasul terdahulu menerima wahyu dari Sang Khalik. Syahdan, kali pertama Yerusalem dibangun Nabi Daud AS setelah menguasai kota itu dari ma syarakat Yebusit. Nabi Daud lalu me ngembangkan dan menjadikan Yerusa lem sebagai ibu kota kerajaannya.
Tahta kerajaan Nabi Daud lalu digantikan Nabi Sulaiman AS. Di kota itu, Nabi Sulaiman membangun sebuah Haekal atau Harem Syarif (tempat yang mulia) yang lengkap dengan singgasananya. Para ahli sejarah Yahudi menyatakan, Nabi Sulaiman membangun sebuah kuil yang bernama Baitallah.
Haekal atau Baitallah itu menjadi tempat beribadah umat Yahudi pertama yang indah dan megah. Di tengah Haekal itulah terdapat sebuah batu hitam bernama Sakhrah Muqaddasah. Berlandaskan batu itulah, Rasulullah SAW melanjutkan mikraj menghadap Sang pencipta untuk menerima perintah menjalankan shalat.
Pasukan Babilonia menguasai Yerusalem setelah merebutnya dari orang Yahudi. Di bawah kendali dan perintah Raja Babilonia, Nebukadnezar bangunan Haekal dihancurkan. Pada masa itu, Yerusalem terlarang bagi orang Yahudi. Ketika kekuasaan diambil alih Kerajaan Parsi, orang Yahudi kembali bisa memasuki kota itu.
Umat Yahudi pun kembali diizinkan membangun kembali Haekal atau Baitallah yang telah luluh lantak. Bangunan Baitallah yang kedua itu dibangun pada masa kepemimpinan Herodus Yang Agung. Setelah itu, Yerusalem jatuh ke tangan Kerajaan Romawi. Pada masa itu, orang Yahudi melakukan pemberontakan. Lagi-lagi, Haekal atau Baitallah itu diratakan dengan tanah oleh tentara Romawi.
Kaisar Romawi memerintahkan supaya Yerusalem dibangun kembali. Di kota itu dibangun kuil bagi orang Romawi. Orang Yahudi kembali tak diizinkan untuk menjalankan ibadahnya. Bagi Kaisar Constantine dari Kerajaan Bizantium, Yerusalem merupakan tempat yang penting. Constantine menjadikan kota itu sebagai pusat keagamaan Kristen dengan membangun Church of the Holy Sepulcher pada tahun 335 M.
Yerusalem memasuki babak baru ketika tentara Islam di bawah kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab mulai melakukan ekspansi pertama. Umar memerintahkan jenderal perang Muslim, Khalid bin Walid dan Abu Ubaidah bin Jarrah untuk menaklukan kepongahan Kerajaan Bizantium. Pada 638 M, Yerusalem dapat ditaklukkan tentara Muslim beserta kota-kota lainnya seperti Mesir, Suriah, Damaskus hingga Maroko.
Secara pribadi, Umar bin Khattab datang langsung ke Yerusalem untuk menerima penyerahan kota itu kepada kekhalifahan Islam. Awalnya, Umar ditawari untuk bersembahyang di dalam Church of the Holy Sepulcher, namun Umar menolak dan meminta supaya dibawa ke Masjidil Aqsa Al Haram Al Sharif.
Umar mendapati tempat itu dalam kondisi kotor. Ia lalu memerintahkan agar tempat itu dibersihkan. Khalifah pun membangun sebuah masjid kayu di tempat yang sekarang merupakan kompleks bangunan Masjid Al-Aqsa. Setelah itu, pemerintahan Umar membangun Kubah Sakhrah atau yang kemudian dikenal sebagai Kubah Umar.
Di bawah kepemimpinan Umar, kebebasan menjalankan ibadah dihormati. Toleransi antarumat beragama begitu harmonis. Setiap pemeluk agama bisa menjalankan ibadahnya sesuai agama dan keyakinannya secara tenang dan aman. Tak heran, jika kepala rahib Yerusalem amat berterima kasih kepada tentara Islam yang telah membebaskan mereka dari penindasan Bizantium.
Kota perang
Di bawah kekuasaan Islam, Yerusalem tumbuh begitu pesat. Selain di era Khulafa Ar-Rasyidin, pada masa pemerintahan kerajaan Ummaiyyah (650-750) dan kerajaan Abbasiyyah (750-969), kota Yerusalem berkembang. Banyak orang berpendapat bahwa Yerusalem pada ketika itu merupakan tanah yang paling subur di Palestina.
Sayangnya kerukunan umat beragama di kota tiga agama, Islam, Kristen, dan Yahudi itu akhirnya retak. Saat Al- Hakim Amr Allah, seorang khalifah kerajaan Fatimiyyah berkuasa, Gereja Jirat Suci dihancurkan. Konon, kebijakan khalifah inilah yang menjadi salah satu pemantik terjadinya Perang Salib. Yerusalem akhirnya ditaklukkan tentara Perang Salib pada tahun 1099 M dari kekuasaan Khalifah Al-Musta’li.
Umat Islam, Yahudi, dan bahkan Kristen pun dibantai tentara Perang Salib. Tentara Perang Salib ternyata tak bisa membedakan orang Kristen yang tinggal di Yerusalem. Di Yerusalem pun lalu munculah kerajaan Kristen pertama dan Godfrey menjadi raja perdananya. Umat Islam kembali berhasil merebut kembali Yerusalem pada tahun 1187 M di bawah komando pahlawan perang Islam, Salahuddin Al-Ayubi.
Kedamaian kembali tercipta di tanah Yerusalem. Tak ada pembantaian dan semua umat beragama bebas menjalankan keyakinannya. Namun pada tahun 1243, Yerusalem jatuh kembali ke tangan tentara Salib. Pada tahun 1517, Yerusalem kembali dikuasai Kerajaan Turki Utsmaniyyah. Yerusalem akhirnya terlepas dari genggaman kekuasaan umat Islam setelah Turki kalah dalam Perang Dunia I.
***
Kubah Batu, Saksi Kejayaan Islam
Masjid berkubah pertama itu berada di tengah kompleks Al-Haram asy-Syarif yang terletak di sebelah timur di dalam Kota Lama Yerusalem (Baitul Maq dis). Masjid itu ber kubah keemas an. Sedangkan Masjid Al-Aqsa yang berkubah biru berada pada sisi tenggara Al-Haram asy- Syarif menghadap arah kiblat (kota Makkah).
Adalah Khalifah Abdul Malik bin Marwan yang memprakarsai pembangunan Kubah Batu pada tahun 66 H/685 M dan selesai tahun 72 H/691 M. Pembangunan masjid itu sepenuhnya dikerjakan dua orang arsitek Muslim yakni Raja’ bin Hayat dari Bitsan dan Yazid bin Salam dari Yerusalem. Keduanya dari Palestina.
Bangunan Kubah Batu terdiri dari tiga tingkatan. Tingkatan pertama dan kedua tingginya mencapai 35,3 meter. Secara keseluruhan, tinggi masjid itu mencapai 39,3 meter. Keadaan ruang di dalamnya terdiri tiga koridor yang sejajar melingkari batu (sakhrah). Koridor bagian dalam merupakan lantai thawaf yang langsung mengelilingi batu seperti tempat thawaf di Masjidil Haram.
Bentuk kubahnya banyak di pe ngaruhi arsitektur Bizantium. Seja rawan Al-Maqdisi menuturkan bah wa biaya pembangunan masjid itu mencapai 100 ribu koin emas dinar. Di dalam masjid itu terdapat batu atau sakhrah berukuran 56 x 42 kaki. Di bawah sakhrah terdapat gua segi empat yang luasnya 4,5 meter x 4,5 meter dan tingginya 1,5 meter.
Di batu tersebut Nabi Mu - hammad melakukan mikraj dan sebagai saksi peristiwa tersebut maka dibangunlah Kubah Sakhrah di atasnya. Menurut literatur Islam, nilai kesucian sakhrah sama dengan Hajar Aswad (batu hitam). Di dalamnya dipenuhi ukiran-ukiran model Bizantium. Selain itu juga terdapat mihrab-mihrab besar yang jumlahnya mencapai 13 buah.
***
Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Yerusalem
Sebelum Perang Salib me le tus, Yerusalem berada da lam masa kejayaan. Kota itu menjelma menjadi pusat perdagangan dan ilmu pengeta hu an. Tak heran, bila di Yerusalem tersebar begitu banyak madrasah yang melahirkan sederet ilmuwan Muslim terkemuka. Sayang, ke makmuran dan kemajuan itu sirna begitu saja, setelah tentara Perang Salib menghancurkan dan membunuhi penduduk kota suci itu.
Seorang pelancong Muslim, Nas - ruddin Khusraw pada tahun 1047 M sempat bertandang ke Ye rusalem. Ia mencatat, Yerusalem telah mencapai kemajuan beberapa dekade sebelum berkecamuk nya Perang Salib. Menurut Nas ruddin, pada era itu Yerusalem be gitu makmur. Harga barang-barang begitu murah. Kotanya juga begitu indah berhiaskan pasar nan cantik dan gedung-gedung yang tinggi.
Menurut Nasruddin, Yerusalem su dah memiliki sederet seniman dan setiap hasil karyanya me mi liki pasar tersendiri. Jumlah penduduk kota itu pun terbilang be gitu besar. Satu hal yang mem buat Nasruddin ter kagum- kagum, di kota itu ternyata sudah berdiri rumah sakit (RS) yang besar. RS yang dikelola de ngan dana wakaf, menggratiskan biaya pengobatan pasien dan membayar dokter dengan gaji yang besar.
Nasruddin juga menuturkan, di kota itu juga berdiri asrama-asra ma bagi para Sufi tinggal dan ber ibadah. Pada era keemasan Islam di Yerusalem, masjid tak hanya ber - fungsi sebagai tempat ber- ibadah, namun juga tempat mengembang - kan ilmu pengetahun dan kebudayaan Islam. Di sekitar Masjid Al- Aqsa berdiri sejumlah madrasah tempat para pelajar menuntut ilmu.
Beberapa madrasah yang ber diri di Yerusalem itu antara lain, Madrasah Farisiya yang dibangun Emir Fares-ud-din Albky. Selain itu ada pula Madrasah Nahriye, Nassiriya, Qataniya, Fakriya, Ba la diya dan Tankeziya. Sejumlah wa nita asal Turki berada di bela kang pembangunan madrasah-madrasah yang berada di sekitar Al-Aqsa.
Menjamurnya madrasah di se kitar Al-Aqsa menandakan aktivitas perkembangan ilmu pengetahuan begitu menggeliat di Ye rusalem pada masa kejayaan Is lam. Pada abad ke-11 M, di bawah kekuasaan Dinasti Seljuk be ra gam aktivitas kebudayaan ber kembang di Yerusalem. Sejumlah sarjana dari Barat dan Timur ber tandangdan menetap di kota ini. Mereka ikut ambil bagian untuk memperkaya kehidupan kebudayaan.
Beberapa ilmuwan yang ikut mengembangkan aktivitas kebudayaan dan ilmu pengetahuan itu antara lain; Sha’afiite Nasir bin Ibrahim Al-Maqdisi (1096) yag mengajar di madrasah Nassriyya; Ata al-Maqdisi (Abu’l Fadl); serta Al-Rumali. Abu’l Farradj Abd Al- Waheed juga ber mukim di Yerusalem untuk menyebar kan Madzhab Hanbali di Yerusalem. Dia menulis Kitab al- Djawaher yakni tafsir Alquran.
Selain itu, be berapa ulamalainnya yang ting gal di Yerusalem seperti Abu Fath Nasr, pengarang sejumlah kar ya. Abu’l Maaly Al- Mucharraf merupakan ilmuwan besar Ye rusalem yang menulis kitab Fadail al-Bayt Al-muqaddas wa Asakh ra. Kitab itu mengupas tentang kota beserta sejarahnya. Ulama se kaligus ilmuwan Muslim tersohor, Al-Ghazali (lahir 1058) juga bermukim di kota ini.
Kufah Pusat Gerakan Ilmiah Islam
Kufah Pusat Gerakan Ilmiah Islam
Bendera Islam mulai berkibar di Kufah ketika pasukan tentara Muslim yang dipimpin panglima Sa'ad bin Abi Waqqas berhasil mengalahkan kerajaan Romawi dan Bizantium dalam Perang Yarmuk pada 630 M.
Sejak abad ke-7 M, kota Kufah merupakan salah satu kota terpenting dalam sejarah peradaban Islam. Inilah kota bersejarah di Irak yang dibangun pada masa ekspansi pertama Islam ke luar Semenanjung Arab. Kufah pun tercatat sebagai salah satu dari empat kota terpenting bagi penganut aliran Syiah, selain Samarra, Karbala, dan Najaf.
Kufah sempat memegang peranan penting pada masa pemerintahan Khulafa ar-Rasyidin. Khalifah Ali bin Abi Thalib sempat memindahkan ibu kota pemerintahan Islam dari Madinah ke kota ini. Selain itu, Kufah pun sempat menjadi pusat gerakan ilmiah Islam yang telah melahirkan sejumlah ulama dan ilmuwan Muslim terkemuka.
Kota yang terletak 10 km di timur laut kota Najaf itu tergolong kota tua. Awalnya, wilayah itu didiami bangsa Mesopotamia. Ketika Kerajaan Sassanid berkuasa Kufah merupakan bagian dari Provinsi Suristan. Kufah ditaklukan umat Islam pada tahun 637 di era kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab.
Bendera Islam mulai berkibar di Kufah ketika pasukan tentara Muslim yang dipimpin panglimanya Sa'd bin Abi Waqqas berhasil mengalahkan kerajaan Romawi dan Bizantium dalam Perang Yarmuk pada 636 M. Setahun kemudian, Irak jatuh ke tangan tentara Muslim. Kota pertama yang dibangun tentara Muslim adalah Kufah dan Basra.
Awalnya, Kufah hanyalah kota yang menjadi barak-barak militer Islam. Kota itu menjadi pilihan lantaran bangsa Arab lebih suka tinggal di padang pasir terbuka. Sebab, mereka sangat suka menggembala ternak. Wilayah yang berada di tepi barat Sungai Eufrat itu pun menjadi pilihan sebagai tempat bermukim.
Atas persetujuan Khalifah Umar bin Khattab, Sa'd pun memindahkan pusat kekuasaan Islam di Persia ke Kufah pada awal 638 M. Di kota itu, Sa'd yang termasuk salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang pertama masuk Islam akhirnya membangun kota Kufah. Gedung pemerintahan dan masjid dibangun dengan gaya arsitektur Persia.
Setelah Kufah tumbuh dan berkembang, para sahabat Rasul banyak hijrah dan bermukim di kota itu. Beberapa sahabat Rasulullah yang bermukim di Kufah itu antara lain; Ibnu Abu Waqqas, Abu Musa, Ali bin Abi Thalib, Abdullah ibnu Mas'ud, Salman, Ammar ibnu Yasir, serta Huzayfa ibnu Yaman. Dalam perjalanannya Kufah menjadi pusat perkembangan ilmu pengetahuan dan ilmu agama Islam.
Pada era itu, Kufah juga menjadi pusat penafsiran Alquran. Adalah Abdullah bin Mas'ud yang mengajarkan tafsir serta hadits kepada masyarakat di Kufah. Pada abad ke-9 M, di kota itu Yahya Ibnu Abd Al-Hamid Al-Himmani mengumpulkan hadits ke dalam sebuah musnad. Saat Kekhalifahan Umayyah berkuasa, Kufah bersaing dengan kota Damaskus yang menjadi pusat pemerintahan dinasti itu.
Setelah Dinasti Umayyah digulingkan Abbasiyah, Kufah tak menjadi pusat pemerintahan. Penguasa Abbasiyah lebih memilih membangun kota Baghdad. Alasannya, Kufah merupakan pusat kekuatan Syiah yang juga merupakan lawan politik Abbasiyah. Meski terpinggirkan secara politik, perkembangan aktivitas peradaban terus berkembang di kota itu.
Bahkan, sejarah mencatat Kufah merupakan kota yang terkenal sebagai pusat politik, peradaban dan pusat lahirnya doktrin Syiah. Kufah juga menjadi pusat gerakan ilmiah yang besar. Sederet ulama terlahir di Kufah antara lain; Syuraih bin Amir, Asy-Sya'bi, An-Nakhai, dan Sa'id bin Jubair. Gerakan ilmiah itu terus berkembang dan melahirkan Abu Hanifah bin Nu'man Al-Kufi atau Imam Hanafi.
Di kota itu berdiri sekolah Sunni yang terkemuka di Kufah yang didirikan Abu Hanifah. Selain itu, Imam Syiah seperti Muhammad Al-Baqir dan anaknya Jafar Al-Sadiq juga ikut memberi pengaruh di Kufah dengan hukum-hukum yang dibuatnya di Madinah.
Dalam khazanah peradaban Islam, Kufah juga terkenal dengan tulisan Arab indah yang disebut khatt kufi. Salah seorang sarjana Muslim yang mengembangkan tulisan indah kufi itu adalah Al-Qalqashandi. Khatt Kufi merupakan turunan dari empat tulisan Arab sebelum Islam yakni Al-Hiri, Al-Anbari, Al-Makki dan Al-Madani. Penamaan 'kufic' pertama kali diungkapkan Ibnu Al-Nadim dalam Kitab Al-Fihrist.
Pada dekade pertama Islam, Kufah begitu terkenal dengan dalam literasi dan politik. Pada masa kejayaannya, kota yang terletak 170 km di selatan Bagdad itu bahkan pernah menjadi pusat administrasi pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib pada tahun 656 M. Ali memindahkan ibu kota di Madinah ke Kufah lantara alasan politik.
Sejak itulah, kota itu menjadi basis kekuatan pendukung Ali dan keluarganya. Dukungan terhadap Ali itu kemudian melahirkan Syiah. Pergolakan politik pada masa pemerintahan Ali telah membuat Kufah menjadi semacam pusat militer. Kota itu menjadi saksi terjadinya Perang Jamal atau Perang Unta (656 M) antara Ali bin Abi Thalib dengan Siti Aisyah.
Kubu Aisyah menuntut agar pemerintahan yang dipimpin Ali segera mengadili pembunuh Khalifah Usman bin Affan. Setelah itu, Kufah juga menjadi saksi pergolakan politik antara Khalifah Ali dengan Mu'awiyah bin Abu Sufyan yang kemudian memantik perang Siffin (657 M).
Di kota ini pula Khalifah Ali bin Abi Thalib tutup usia akibat ditikam oleh Ibnu Muljam dengan pedang. Jasad Ali bin Abi Thalib di makamkan di Najaf. Bagi penganut Syiah, makam itu begitu berarti. Kawasan pemakaman Ali amat luas dan diyakini merupakan perkuburan yang terluas di dunia.
Di masa Dinasti Umayyah, Kufah kerap menjadi sumber pemberontakan pengikut Syiah. Pada 680 M, putera Ali yang juga cucu Rasulullah SAW, Husein meninggal di Karbala. Menjelang keruntuhan Dinasti Umayyah, Kufah merupakan motor penggerak dakwah Dinasti Abbasiyah. Di Masjid Kufah , Khalifah pertama Abbasiyah dilantik pada 749 M.
Kini, Kufah berada dalam situasi yang tak menentu menyusul invasi dan penjajahan tentara AS di Irak. Kufah telah menjadi saksi sejarah perkembangan Islam.
Ilmuwan dan Ulama dari Kufah
Abu Musa Jabir bin Hayyan
Orang barat mengenalnya sebagai Geber. Abu Musa Jabir bin Hayyan terlahir di Kufah pada 750 M. Kontribusi terbesar Jabir adalah dalam bidang kimia. Keahliannya itu didapatnya dari seorang guru bernama Barmaki Vizier pada era pemerintahan Harun Ar-Rasyid di Baghdad. Ia mengembangkan teknik eksperimentasi sistematis di dalam penelitian kimia, sehingga setiap eksperimen dapat direproduksi kembali.
Jabir menekankan bahwa kuantitas zat berhubungan dengan reaksi kimia yang terjadi, sehingga dapat dianggap Jabir telah merintis ditemukannya hukum perbandingan tetap. Kontribusi lainnya yang penting antara lain dalam penyempurnaan proses kristalisasi, distilasi, kalsinasi, sublimasi, dan penguapan serta pengembangan instrumen untuk melakukan proses-proses tersebut.
Semasa hidupnya, Jabir telah menuliskan kitab-kitab penting bagi pengembangan ilmu kimia. Beberapa judul kitab yang ditulisnya antara lain; Kitab Al-Kimya, Kitab Al-Sab'een, Kitab Al Rahmah, Al Tajmi, Al Zilaq al Sharqi, Book of The Kingdom, Book of Eastern Mercury, dan Book of Balance.
Al-Kindi
Dia adalah salah satu dari 12 pemikir terbesar di Islam. Para sejarawan menobatkannya sebagai manusia terbaik pada zamannya. Ia menguasai beragam ilmu pengetahuan. Dunia pun mendapuknya sebagai filosof Arab yang paling tangguh.
Ilmuwan kelahiran Kufah, 185 H/801 M itu bernama lengkap Abu Yusuf Ya'qub bin Ishak bin Sabah bin Imran bin Ismail bin Muhammad bin Al-Asy'ats bin Qais Al-Kindi. Ia berasal dari sebuah keluarga pejabat. Keluarganya berasal dari suku Kindah -- salah satu suku Arab yang besar di Yaman -- sebelum Islam datang. Nenek moyangnya kemudian hijrah ke Kufah.
Ayahnya bernama Ibnu As-Sabah. Sang ayah pernah menduduki jabatan Gubernur Kufah pada era kepemimpinan Al-Mahdi (775 M - 785 M) dan Harun Arrasyid (786 M - 809 M). Kakeknya, Asy'ats bin Qais, dikenal sebagah salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW. Bila ditelusuri nasabnya, Al-Kindi merupakan keturunan Ya'rib bin Qathan, raja di wilayah Qindah.
Pendidikan dasar ditempuh Al-Kindi di tanah kelahirannya. Kemudian, dia melanjutkan dan menamatkan pendidikan di Baghdad. Sejak belia, dia sudah dikenal berotak encer. Tiga bahasa penting dikuasainya, yakni Yunani, Suryani, dan Arab. Sebuah kelebihan yang jarang dimiliki orang pada era itu.
Al-Kindi hidup di era kejayaan Islam Baghdad di bawah kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Tak kurang dari lima periode khalifah dilaluinya yakni, Al-Amin (809 M - 813 M), Al-Ma'mun (813 M - 833 M), Al-Mu'tasim, Al-Wasiq (842 M - 847 M) dan Mutawakil (847 M - 861 M). Kepandaian dan kemampuannya dalam menguasai berbagai ilmu, termasuk kedokteran, membuatnya diangkat menjadi guru dan tabib kerajaan.
Imam Hanafi
Imam Hanafi dilahirkan pada tahun 80 Hijrah bertepatan tahun 699 Masehi di kota Kufah. Nama lengkapnya dalah Nu'man bin Tsabit bin Zautha bin Maha. Kemudian, dia termasyhur dengan gelar Imam Hanafi. Imam Abu Hanafi adalah seorang imam mazhab yang besar dalam dunia Islam. Dalam empat mazhab yang terkenal tersebut hanya Imam Hanafi yang bukan orang Arab. Beliau keturunan Persia atau disebut juga dengan bangsa Ajam. Pendirian beliau sama dengan pendirian imam yang lain, yakni menegakkan Alquran dan sunnah Nabi SAW.
Ketika Imam Hanafi terlahir, pemerintahan Islam berada di tangan Abdul Malik bin Marwan, dari keturunan Bani Umayyah kelima. Kepandaian Imam Hanafi tidak diragukan. Ia menguasai ilmu fiqih, ilmu tauhid, ilmu kalam, dan juga ilmu hadits. Selain itu, ia juga ahli dalam bidang ilmu kesusasteraan dan hikmah.
Peristiwa Penting di Kufah
* Tahun 638 M: Kota Kufah didirikan Sa'd bin Abi Waqqas pada era kepemimpinan Umar bin Khattab. Kufah menjadi pusat pemerintahan Provinsi Irak.
* Tahun 655 M: Masyakat Muslim Kufah mendukung Ali bin Abi Thalib dalam perseteruan dengan Khalifah Utsman bin Affan.
* Tahun 656 M: Ali diangkat menjadi Khalifah. Dia memindahkan pusat pemerintahan dunia Islam dari Madinah ke Kufah.
* Tahun 661 M: Ali meninggal dunia karena dibunuh. Pemerintahan Umayyah berdiri dengan ibu kota di Damaskus. Namun, masyarakat Muslim Kufah tetap mendukung Ali.
* Tahun 749 M: Dinasti Abbasiyah mengambil alih Kufah dari Dinasti Umayyah. Namun, Abbasiyah menjadikan Baghdad sebagai pusat pemerintahan.
Samarkand Permata Dari Timur
Samarkand Permata Dari Timur
Naskah Arab kuno menjulukinya ‘Permata dari Timur’. Orang-orang Eropa menyebutnya ‘Tanah Para Saintis’. Kota nan megah dan indah itu sama tuanya dengan Romawi, Athena, dan Babilonia. Tanah legenda yang tahun ini berusia 2.757 tahun itu bernama Samarkand - kota terbesar kedua di Uzbekistan.
Keindahan Samarkand yang begitu populer sempat membuat Kaisar Aleksander Agung terpikat. Tatkala menginjakkan kakinya untuk pertama kali di tanah Samarkand, Aleksander pun berseru, ‘’Aku telah lama mendengar keindahan kota ini, namun tak pernah mengira kota ini ternyata benar-benar cantik dan megah.’’ Selain kesohor dengan keindahannya, Samarkand pun dikenal sebagai kota yang strategis.
Kota legenda itu berada di tengah ‘Bayangan Asia’ yang menghubungkan Jalur Sutera antara Cina dan Barat. Di era kejayaan Islam, Samarkand menjadi pusat studi para ilmuwan. Itulah mengapa, orang-orang Eropa mendaulatnya sebagai ‘Tanah Para Saintis’. Samarkand merupakan salah satu kota tertua di dunia. Awalnya, kota itu bernama Maracanda. Pada 329 SM, kota itu ditaklukkan Aleksander Agung. Dua abad kemudian, Samarkand menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Himyar (115 SM - 33 M). Saat itu, kota itu menjadi tempat bertemunya tiga kebudayaan yakni Barat, Cina, dan Arab.Di abad ke-6 M, Samarkand jauh ke dalam kekuasaan Kerajaan Turki.
Samarkand memasuki babak baru ketika Islam menaklukkan wilayah itu pada abad ke-8 M. Dinasti Umayyah yang saat itu dipimpin Khalifah Abdul Malik (685 M - 705 M) menugaskan Qutaibah bin Muslim sebagai gubernur di wilayah Khurasan. Ketika itu, Samarkand dipimpin Tarkhum yang telah melepaskan diri dari kekuasaan dinasti Cina. Qutaibah dan Tarkhum pun menjalin kesepakatan damai. Namun, pengganti Tarkhum memaksa pasukan Muslim pimpinan Qutaibah untuk menaklukkannya. Pemerintahan Umayyah pun lalu menempatkan pasukannya di wilayah itu. Perlahan namun pasti ajaran Islam mulai diterima penduduk Samarkand. Bahkan wilayah itu bersama dengan Bukhara sempat menjadi pusat Islamisasi penting di Asia Tengah. Setelah Dinasti Umayyah digulingkan Abbasiyah, pasukan Islam dan Cina terlibat pertempuran yang dikenal sebagai Perang Talas pada 751 M. Umat Islam pada masa keemasan itu mulai mentransfer ilmu dan cara pembuatan kertas dari dua tahanan perang asal Cina.
Tak salah, bila Samarkand dijuluki sebagai kota tonggak revolusi budaya dunia. Sebab, di kota itulah pertama kali industri kertas pertama muncul. Industri kertas pun akhirnya menyebar ke seluruh dunia Islam hingga Eropa.
Khalifah Al-Ma’mun dari Dinasti Abbasiyah memberikan jabatan gubernur kepada putra-putra Asad bin Saman untuk memerintah Transoksania dari Samarkand. Keluarga Saman pada 875 M memproklamirkan berdirinya Dinasti Samanid dan menguasai Samarkand. Setelah itu, Samarkand pun secara bergantian dikuasai dinasti-dinasti Islam. Pada 999 M, kota itu di bawah kekuasaan Dinasti Qarakhanid. Setelah itu, Samarkand dikuasai Dinasti Seljuk (1073 M), Dinasti Qarakhitai (1141 M) dan Dinasti Khawarizmian (1210 M). Saat dikuasai dinasti-dinasti itu, Samarkand belum mencapai masa kejayaannya.
Pada abad ke-10 M, populasi penduduk di kota itu lebih dari setengah juta jiwa. Samarkand mencapai masa keemasannya di era Islam, ketika Dinasti Timurid (1370 M - 1506 M) berkuasa. Dinasti itu menundukkan Samarkand dari tangan Shah Sultan Muhammad - penguasa Dinasti Khawarizmia. Di bawah kepemimpinan Timur Lenk, dua penjelajah terkemuka Marco Polo dan Ibnu Batutta sudah melihat geliat kemajuan yang dicapai Samarkand.
‘’Samarkand merupakan salah satu kota terbesar dan paling cantik dan indah di dunia,’’ ungkap Ibnu Batutta berdecak kagum. Saat Timur Lenk berkuasa, Samarkand menjelma menjadi kota yang berkembang pesat. Hampir separuh dari aktivitas perdagangan di Asia berputar di kota Samarkand.Pada masa itu, di pasar Samarkand sudah bisa ditemukan beragam produk seperti kulit, linen, rempah-rempah, sutera, batu mulia, melon, apel, dan beragam barang lainnya.
Di era itu, Samarkand sudah memiliki monumen-monumen arsitektur yang megah. Kota itupun sudah memiliki banyak seniman dan sarjana. Pengganti Timur Lenk, Syahrukh memindahkan ibu kota Timurid dari Samarkand ke Heart. Meski begitu, hingga masa pemerintahan Ulugh Beg, masyarakat Samarkand hidup dalam kemakmuran. Pada masa kekuasaan Ulugh Beg, Samarkand menjadi pusat studi ilmu pengetahuan. Dia adalah raja yang gandrung dengan ilmu, khususnya astronomi. Salah satu bukti sejarah yang menunjuk kan Samarkand menjadi pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan adalah didirikannya Observatorium Ulugh Beg. Selain itu, di kota itu juga banyak berdiri madrasah atau perguruan tinggi. Selama satu abad Dinasti Timurid berkuasa, Samarkand mencapai puncak kejayaannya. Sekitar tahun 1500 M, kekuasaan Dinasti Timurid mulai rapuh. Kota itu ahirnya jatuh ke tangan bangsa Uzbek di bawah pimpinan Ozbeg Khan Shaibani.
Setelah itu, Samarkand berada di bawah Keemiran Bukhara. Pada 1868 M, Samarkand ditaklukan Rusia dan menjadi bagian dari Uni Soviet hingga 1991. Sejak Adidaya Uni Soviet pecah, Samarkand pun menjadi bagian dari negara Uzbekistan. Secara geografis, Samarkand merupakan salah satu kota tua dan utama di wilayah Transoksania, yakni daerah antara Sungai Amudarya (Oxus) dan Syrdarya di Asia Tengah. Kini Samarkand menjadi salah satu provinsi di Uzbekistan. Kota itu berada di ketinggian 702 meter. Pada 2005 populasi penduduknya mencapai 412 ribu jiwa.
***
Penguasa Dinasti Timurid di Samarkand Timur Lenk Sultan Khalil Syahrukh Mirza Ulugh Beg Abdul Latif Abdullah Mirza Abu Said Ahmad Mahmud bin Abu Said Saksi Sejarah Kejayaan Samarkand Organisasi Kebudayaan dan Pendidikan PBB (UNESCO) telah menetapkan Samarkand sebagai kota tua yang masuk dalam daftar warisan dunia. Kota itu dianggap sebagai persimpangan kebudayaan. ‘’Ketika kita berbicara Samarkand, kita membayangkan sebuah kota cantik dan besar yang memikat setiap jiwa. Begitu Anda melihat kota ini sekali, maka akan bermimpi untuk Sejumlah bangunan tua hingga kini masih kokoh berdiri menjadi saksi kejayaan Islam di masa lalu.Samarkand memiliki sederet monumen bersejarah.
(1370 M - 1405 M)
Pendiri Dinasti Timurid ini terlahir di kota Kish, sebelah selatan Samarkand, Provinsi Transoksania pada 1336. Dia adalah anak gubernur di wilayah yang terletak di antara Sungai Amudarya dan Sungai Sydarya di Asia Tengah. Timur masih merupakan keturunan dari Jengiz Khan. Masa kecilnya dihabiskan dengan menggembala kambing. Ia dijuluki Lenk (Leme) yang berarti ‘pincang’ pada nama belakangnya. Sejatinya, dia memang pincang, karena salah satu kakinya cacat akibat terluka saat mencuri kambing, waktu masih kecil. Ia pun tumbuh menjadi seorang pemuda yang berbakat dan menguasai bidang militer. Pada 10 April 1370, Timur memproklamirkan diri sebagai pemimpin dan penguasa tunggal atas daerah kekuasaan Dinasti
Chaghatayi. Dia pun membentuk Dinasti Timurid yang berpusat di Samarkand. Timur dikenal sebagai tokoh yang memiliki perhatian besar dalam penyebaran ajaran Islam. Itulah mengapa dia didukung para ulama.
(1405 M - 1409 M)
Khalil merupakan pengganti Timur Lenk. Dia adalah anak Miran Shah sekaligus cucunya Timur. Saat Timur berkuasa, Khalil ikut bersama Timur menundukkan wilayah hingga ke India. Pada 1402 M, Timur memberinya daerah kekuasaan di Ferghana. Setelah Timur tutup usia, Khalil pun didaulat untuk meneruskan kekuasaan Timurid. Selama berkuasa, dia mampu memperluas kekuasaan Timurid.
(1409 M - 1447 M)
Dia adalah anak bungsu Timur Lenk. Sejatinya, dialah putera mahkota yang menggantikan tahta sang ayah. Namun, menjelang kematiannya, Timur membagi wilayah Dinasti Timurid kepada anak-anaknya. Akibatnya terjadi ketidak-jelasan dan Dinasti Timurid nyaris pecah. Syahrukhlah yang kemudian menyelamatkan Timurid dari tubir kehancuran. Syahrukh mulai mengendalikan kekuasaannya pada 1409 M. Di bawah kepemimpinannya, Samarkand tumbuh menjadi wilayah berkembang pesat. Kerajaannya mampu mengendarikan rute perdagangan utama antara Timur dan Barat termasuk diantaranya Jalur Sutera. Masyarakat Samarkand pun hidup dalam kecukupan. Dia memindahkan ibu kota Timurid dari Samarkand ke Herat.
(1447 M - 1449 M)
Nama lengkapnya Muhammad Taragai Ulugh Beg (1393 M - 1449 M). Dia adalah penguasa Samarkand seorang pejabat yang menaruh perhatian terhadap astronomi. Ketertarikannya dalam astronomi bemula, ketika dia mengunjungi Observatorium Maragha yang dibangun ahli astronomi Muslim terkemuka, Nasir al-Din al-Tusi. Ketika dia berkuasa, astronomi berkembang begitu pesat. Dia membangun Observatorium Ulugh Beg pada 1420 M.
(1449 M - 1450 M)
Abdul Latif adalah putera Ulugh Beg. Ia melakukan pemberontakan yang akhirnya membuat sang ayah terbunuh. Selepas terbunuhnya Ulugh Beg, Abdul Latif pun menduduki tampuk kekuasaan. Namun, dia hanya berkuasa selama enam bulan, karena mati terbunuh.
(1450 M - 1451 M)
Dia adalah cucu dari Syahrukh. Abdullah Mirza menggantikan posisi Abdul Latif. Ia pun hanya memimpin Dinasti Timurid sekitar satu tahun. Tahtanya direbut Abu Said.
(1451 M - 1469 M)
Abu Said sebenarnya bukanlah keturunan Timurid. Ia tumbuh langsung di bawah asuhan Ulugh Beg. Dia pun menguasai ilmu pengetahuan dan militer. Pengaruhnya begitu kuat di militer. Di bawah kepemimpinannya pemerintahan Timurid relatif stabil. Masyarakat Samarkand juga kembali mencapai kemakmuran.
(1469 M - 1494 M)
Sepeninggal Abu Saud, wilayah kekuasaan Timurid dibagi dua, yakni Samarkand dan Khurasan. Ahmad, putera Abu Said memerintah Samarkand. Di bahwa kepemimpinanya, Samarkand terbilang damai. Dia banyak mendirikan bangunan yang indah. Ulama dan seniman dari berbagai penjuru berdatangan ke pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan itu.
(1449 M - 1450 M)
Inilah akhir kekuasaan Dinasti Timurid di Samarkand. Kota itu akhirnya jatuh ke tangan bangsa Uzbek.
***
melihatnya lagi,’’ tutur Presiden Uzbekistan,Islam Karimov. Kini, Samarkand menjadi salah satu kota tujuan wisata. Pesona bangunan-bangunan tua yang bertengger megah di kota itu mampu memikat para pelancong untuk datang dan kembali lagi, ke salah satu kota penting dalam sejarah Islam di Asia Tengah itu.
Kubah Pirus Samarkand merupakan simbol arsitektur Samarkand yang paling luar biasa. Tempat penting lainnya di kota tua yang paling banyak menarik perhatian adalah Registan Square - sebuah pusat kota tradisional.
Di tempat itu terdapat tiga bangunan yang menjadi peninggalan Ulugh Beg yakni, Madrasah Ulugh Beg, Sherdor, dan Tilla Qari. Madrasah itu adalah perguruan tinggi zaman dulu. Tempat bersejarah lainnya adalah Mausoleum of Tamerlane. Inilah yang membuat Samarkand disanjung lewat puisi dan dirindui para pelancong.
Selasa, 29 April 2008
Negeri Pertama yang Akui Kemerdekaan AS
Maroko, Negeri Pertama yang Akui Kemerdekaan AS
(www.republika.co.id)
Sekitar tahun 1786, Sultan Muhammad III - Sultan Maroko - telah menjalin kerja sama pemimpin Amerika Serikat (AS) yakni Jhon Adams (Presiden AS kedua) dan Thomas Jefferson (Presiden AS ketiga). Saat itu, Maroko tengah menghadapi agresi dari Spanyol dan Kerajaan Usmani Turki yang mulai mendekati wilayah Barat.
Kesultanan Maroko mampu mempertahankan posisinya, meski wilayah kekuasaannya semakin menyempit. Maroko pada era itu masih tercatat sebagai negeri yang relatif kaya-raya. Pada 1684 M, Prancis berhasil menaklukan dan menguasai Tangier - salah satu kota di Maroko. Di kota itulah Ibnu Battuta lahir dan mengawali ekspedisinya.
Maroko ternyata merupakan negara pertama di dunia yang mengakui kemerdekaan AS pada 1777 M. Di awal Revolusi Amerika, kapal yang ditumpangi saudagar dari Amerika diserang perompak barbar ketika tengah berlayar di Samudera Atlantik. Ketika itu, utusan Amerika meminta bantuan kepada penguasa Eropa, namun ditolak.
Pada 20 Desember 1777, Sultan Maroko Muhammad III menyatakan, kapal saudagar dari Amerika itu berada di bawah perlindungan kesultanan. Atas jaminan itu, para saudagar dari Amerika itu lolos dan selamat dari serangan para perompak Barbar. Persahabatan bersejarah antara Maroko dan AS itu hingga kini masih tetap terjalin.
Konsulat AS di kota Tangier, Maroko, tercatat sebagai milik pertama Pemerintah AS di luar negeri. Kini bangunan konsulat AS pertama di dunia itu telah berubah menjadi Museum Kedutaan Amerika di Tangier. hri
( )