Tampilkan postingan dengan label Kitab Klasik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kitab Klasik. Tampilkan semua postingan

Kamis, 22 Januari 2009

Al-Ghayah wa al-Taqrib :Dasar-dasar Ilmu Fiqih


Al-Ghayah wa al-Taqrib :Dasar-dasar Ilmu Fiqih






Ilmu fiqih merupakan salah satu cabang hukum Islam yang memuat tentang berbagai permasalahan umat dalam kehidupan sehari-hari. Di dalamnya, dibahas tentang masalah, antara lain ubudiyah (ibadah), muamalah (perdagangan dan hubungan antarsesama), jinayah (hukum pidana), dan munakahat (pernikahan).

Kitab-kitab yang membahas masalah tersebut cukup banyak, mulai dari mahzab Maliki, Syafi'i, Hanafi, hingga Hanbali. Dari sekian banyak kitab itu, satu di antaranya adalah al-Ghayah wa al-Taqrib yang ditulis oleh Ahmad bin Husain bin Ahmad al-Isfahani atau yang lebih dikenal dengan nama Abu Syuja' (Bapak Pemberani).

Di pesantren, kitab ini menjadi rujukan para kiai dan santri dalam mempelajari hukum-hukum Islam yang berkaitan dengan kehidupan umat sehari-hari. Menurut Samsul Arifin, seorang sarjana alumnus IAIN Sunan Ampel Surabaya, yang mengangkat salah satu topik bahasan dalam kitab ini, mengatakan, kitab Taqrib merupakan kitab yang sangat padat dalam menjelaskan hukum-hukum fiqih. Di dalamnya diuraikan 16 bab hukum fiqih, mulai dari bab Thaharah (bersuci) sampai ahkam al-i'tqi.

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikmah, Lasem, Rembang, Jawa Tengah, KH Ahmad Zaim Ma'soem, menjelaskan, kitab ini menjadi rujukan para ulama Salaf al-Shalihin (orang-orang saleh zaman dulu). Karena, kitab Taqrib ini sangat lengkap dalam membahas masalah-masalah fiqih.

''Kendati ringkas, kitab ini mengandung makna yang sangat luas. Dan, isinya sangat lengkap dan mudah dipahami setiap orang yang baru belajar tentang fiqih,'' kata Gus Zaim--sapaan akrabnya--kepada Republika.

Selain itu, tambah Gus Zaim, kitab ini juga menjadi rujukan di pesantren-pesantren dalam mempelajari ilmu fiqih. ''Hampir seluruh pesantren tradisional mengenal kitab ini dan syarah-nya. Ia diajarkan sejak berdirinya pesantren hingga saat ini,'' ungkap Ketua Umum Rabithah Ma'ahidil Islamiyah (RMI, Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia) Provinsi Jawa Tengah ini.

Di dalam kitab Taqrib ini, kata Gus Zaim, dibahas tentang dasar-dasar ilmu fiqih, seperti masalah ubudiyah, muamalah, munakahat, dan jinayah.

Dalam bidang ibadah, di antaranya dibahas tentang cara menggunakan air untuk bersuci. Di dalam kitab Taqrib disebutkan, air yang boleh untuk bersuci itu ada tujuh macam air, yaitu air langit, air laut, air sungai, air sumur, air sumber, air salju, dan air embun.

Maksud dari kalimat tersebut adalah ''(Air yang boleh) artinya sah (untuk bersuci itu ada tujuh macam, yakni air langit) artinya yang terjun dari langit, seperti hujan. Kemudian, air laut artinya yang asin, air sungai (yang tawar, yang mengalir), air sumur, air sumber, air salju dan air embun.'' Ketujuh air yang dimaksud tertuang dalam ungkapan berikut: ''Apa yang turun dari langit dan apa yang menyembul dari bumi dalam keadaan bagaimanapun adalah termasuk pokok penciptaan. (Lihat syarah Fath al-Qarib al-Mujib karya Muhammad Ibn Qasim al-Ghazzi, hlm 3).

Kemudian, dalam bab al-Shiyam (bab Puasa), Abu Syuja' menulis tentang syarat-syarat dan kewajiban puasa itu ada empat macam, yaitu Islam, aqil (berakal, tidak gila), baligh (sudah mencapai umur), dan mampu berpuasa.

Dalam bab al-Shiyam ini, Abu Syuja' menulis tentang hal-hal yang harus dilakukan saat berpuasa, hal-hal yang membatalkan puasa, hal-hal yang dianjurkan selama berpuasa, larangan berpuasa, serta sanksi bagi mereka yang melanggar larangan tersebut.

Kemudian, dalam bab Haji, Abu Syuja' juga menulis secara lengkap tentang syarat-syarat haji dan umrah, rukun umrah, rukun haji, wajib haji, dan larangan-larangan selama berhaji.

Sedangkan dalam bab Zakat, Abu Syuja' menerangkan tentang kewajiban berzakat, harta yang wajib dizakati, dan orang yang berhak menerima zakat.

Menurut Abu Syuja', ada lima jenis harta yang wajib untuk dikeluarkan zakatnya, yaitu hewan ternak, barang berharga maksudnya adalah emas dan perak, tanaman, biji-bijian, dan barang perdagangan.

Dijelaskan oleh Al-Ghazzi dalam syarah-nya, Fath al-Qarib, hewan ternak yang wajib dizakati itu ada tiga jenis hewan, yaitu unta, sapi atau kerbau, dan kambing (domba). ''Karena itu, tidak ada kewajiban zakat atas kuda dan hewan hasil persilangan antara kambing dan kijang,'' ungkapnya.

Walaupun isinya sangat ringkas, kata Gus Zaim, kitab Taqrib ini cukup jelas dalam menggambarkan masalah-masalah hukum fiqih. ''Karena isinya yang simpel dan ringkas, kitab ini menjadi rujukan para ulama untuk menjelaskan secara komprehensif mengenai ilmu fiqih,'' paparnya. n sya

-----00000-----

Jadi Rujukan Para Ulama Fikih


Pengarang Kitab Taqrib ini bernama lengkap Ahmad bin Husain bin Ahmad al-Isfahani al-Syafi'i. Namun, ia lebih dikenal dengan nama Abu Syuja' yang berarti Bapak Pemberani. Ia dilahirkan di Kota Isfahan, sebuah kota di Persia, Iran, pada 433 H (1042 M) dan wafat pada 593 H (1196 M) di Kota Madinah.

Julukan yang diberikan para ulama dengan nama Abu Syuja', bukannya tanpa alasan. Ia dikenal akan keberaniannya dalam menegakkan kebenaran dan keadilan. Hal ini berkaitan dengan jabatannya sebagai menteri pada Dnasti Bani Seljuk. Selain Abu Syuja', ia juga dijuluki Syihab Al-Dunya wa al-Din (Bintang Dunia dan Agama). Itu karena kecerdasan dan kepandaiannya dalam bidang agama dan menjadi rujukan para ulama Fikih dalam masalah keagamaan.

Dalam kebenaran, Abu Syuja' tak pernah peduli dengan caci maki, hujatan, dan kecaman dari siapa pun. Ia dengan tegas menyampaikan hukum-hukum Allah. Karena keberaniannya itulah, para ulama menjulukinya, Abu Syuja' (Bapak Pemberani).

Sedangkan, julukan Syihab al-Dunya wa al-Din (Bintang Dunia dan Agama), berkat kepakarannya dalam bidang fikih. Abu Syuja' dikenal sebagai salah seorang ulama penganut Mazhab Syafi'i. Di Basrah, ia mendalami mazhab fikih yang dipelopori Imam Syafi'i selama 40 tahun lebih.

Kecerdasan Abu Syuja' diakui banyak ulama. Bahkan, Kitab Taqrib yang dikarangnya, menjadi rujukan para ulama fikih, khususnya dari Mazhab Syafi'i. Sejumlah kitab yang mensyarahi Kitab Taqrib cukup banyak jumlahnya. Di antaranya, Kifayat al-Akhyar fi Syarh Ghayah al-Ikhtishar karya Imam Taqiyuddin bin Muhammad al-Husaini al-Hishni al-Dimasyqi, wafat tahun 892 H. Kemudian ada Al-Iqna' fi Hall Alfazh Abi Syuja' karya al-Khatib as-Sarbini. Selain itu, ada pula Fath al-Qarib al-Mujib fi Syarh at-Taqrib atau al-Qaul al-Mukhtar fi Syarh Ghayat al-Ikhtishar karya Abu Abdillah Muhammad bin Qasim al-Gazzi, wafat tahun 918 H.

Selain keberanian dan kecerdasannya dalam bidang agama, Abu Syuja' juga dikenal sebaga pribadi yang dermawan. Saat menjabat menteri pada Dinasti Bani Seljuk, ia mengangkat 10 orang pembantu yang bertugas membagi-bagikan hadiah dan sedekah. Kesepuluh orang pembantunya itu diserahi tugas membawa uang 120.000 dinar. Uang sebanyak itu dibagi-bagikan kepada para ulama dan orang-orang saleh.

Dan, di akhir usianya, ia memilih hidup dalam kezuhudan (melepaskan diri dari urusan dunia dan mengabdikan diri semata-mata karena Allah--Red). Seluruh hartanya dilepaskan, lalu ia pergi ke Madinah. Di Kota Nabi ini, kendati pernah menjabat sebagai menteri, Abu Syuja' tak malu melakukan kebiasaan orang-orang kecil. Ia menyapu dan menghamparkan tikar serta menyalakan lampu Masjid Nabawi. Kegiatan ini rutin dilakukannya setiap hari. Tugas ini dilakukannya, setelah salah seorang petugas Masjid Nabawi meninggal dunia. Rutinitasnya ini ia lakukan sampai ajal menjemputnya pada 593 H (1166 M).

*****

Abu Syuja' adalah salah seorang ahli fikih Mazhab Syaf'i yang diberikan umur panjang oleh Allah, yakni 160 tahun menurut kalender hijriyah dan 154 tahun menurut kalender masehi.

Abu Syuja' meninggal dunia di Madinah. Jenazahnya dimakamkan di masjid yang ia bangun sendiri di dekat Bab Jibril, sebuah tempat yang pernah disinggahi Malaikat Jibril. Letak kepalanya berdekatan dengan kamar Makam Nabi SAW dari sebelah timur.

Walaupun usianya sangat panjang, namun fisiknya tetap muda. Konon, tak ada satu pun anggota tubuhnya yang cacat. Ketika ditanyakan apa rahasianya? Abu Syuja' menjawab: ''Aku tak pernah menggunakan satu pun anggota tubuhku untuk berbuat maksiat kepada Allah. Karena di masa mudaku, aku menjaganya dari perbuatan maksiat, maka Allah menjaga anggota tubuhku di usia senja.'' n sya



AQIDAH AL-AWWAM : PELAJARAN TAUHID BAGI PEMULA

AQIDAH AL-AWWAM : PELAJARAN TAUHID BAGI PEMULA

Kitab ini mengajarkan kepada setiap muslim untuk lebih mengenal tentang Rabb-nya, sebagaimana ia mengenal dirinya sendiri.



Di dunia pesantren, khususnya salafiyah, kitab kuning merupakan rujukan bagi sejumlah santri dan kyai untuk menjawab berbagai persoalan kemasyarakatan dalam kehidupan sehari-hari. Hampir tiada hari bagi seorang santri, tanpa bersentuhan dengan kitab kuning. Kitab kuning adalah sebuah buku yang ditulis para ulama Salafiyah (mutaqaddimin; terdahulu), tentang persoalan kehidupan sehari-hari. Umumnya, kitab kuning itu membahas tentang masalah fiqih (shalat, puasa, zakat dan haji), hadits, tasawuf, tata bahasa arab (nahwu, sharaf, balaghah, mantiq), tafsir, aqidah (Tauhid) dan lainnya.

Dinamakan kitab kuning, karena kertasnya berwarna agak merah kekuning-kuningan. Kitab ini ditulis dalam bahasa arab tanpa harakat (baris). Karena itu, di kalangan santri, kitab kuning disebut juga kitab gundul (tanpa harakat).

Dalam bidang aqidah, banyak dibahas tentang keimanan dan hubungan seorang Abid (yang menyembah; hamba) dengan Ma’bud (Yang disembah; Allah), keimanan kepada Rasul-rasul Allah, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Qadla dan Qadar serta Hari Kiamat. Dan salah satu kitab kuning yang membahas tentang aqidah ini adalah ‘Aqidah Al-Awwam karya Sayyid Ahmad Al-Marzuki Al-Maliki, yang ditulis pada tahun 1258 H.

Sesuai dengan namanya ’Aqidah Al-Awwam, yang berarti aqidah untuk orang-orang awam, kitab ini diperuntukkan bagi umat Islam dalam mengenal ke-tauhid-an, khususnya tingkat permulaan (dasar). Karena itu, isi dari kitab ini sangat perlu dan penting untuk diketahui setiap umat Islam. Terlebih bagi mereka yang baru pertama mengenal Islam. ’Aqidah Al-Awwam ini ditulis dalam bentuk syair (nazham). Didalamnya terdapat sekitar 57 bait syair yang berisi pengetahuan yang harus diketahui setiap pribadi muslim.

Nazham ’Aqidah Al-Awwam ini berisi tentang sifat-sifat wajib dan mustahil bagi Allah, sifat wajib dan mustahil bagi Rasul, nama-nama Nabi dan Rasul, nama-nama Malaikat dan tugas-tugasnya. Selain itu, didalamnya juga dibahas tentang pentingnya mengenal nama-nama keluarga dan keturunan Nabi Muhammad SAW dan perjalanan hidup beliau dalam membawa ajaran Islam. Di sebagian masyarakat, materi dari nazam 'Aqidah Al-Awwam ini dikenal dengan sebutan sifat 20.

Begitu pentingnya kitab ini, Syekh Nawawi Al-Syafi’i, kemudian memberikan syarah (keterangan dan penjelasan) tentang ’Aqidah Al-Awwam ini dalam kitabnya Nur Al-Zholam (penerang atau cahaya dalam kegelapan), mengenai kandungan dari nazham tersebut. Syarah Nur al-Zholam ini ditulis Syekh Nawawi sekitar tahun 1277 H.

Nazham dari ’Aqidah al-Awwam ini dimulai dari kalimat : Abda’u bismi Allah wa Al-Rahman wa bi al-Rahimi da’im al-Ihsani (saya memulai dengan nama Allah yang Pengasih dan yang senantiasa memberikan kasih sayang tanpa pernah putus asa). Kemudian diakhiri dengan kalimat wa Shuhuf al-Khalil wa al-Kalimi fi ha Kalam al-Hakam al-Alimi (Dan shuhuf/nabi Khalil (Ibrahim) dan Al-Kalim (Musa)).

Kitab ini terdiri dari beberapa bab (pasal). Bab pertama membahas tentang Sifat-sifat yang wajib dimiliki Allah, sifat jaiz (boleh) dan mustahil bagi Allah. Jumlahnya ada 41 sifat yang terdiri atas 20 sifat wajib, 20 sifat mustahil dan satu sifat jaiz bagi Allah.

Karena itu, menurut pengarang kitab ini, wajib hukumnya bagi orang mukallaf (orang yang terbebani hukum syariat) untuk mengetahui sifat-sifat Allah tersebut. Ke-20 sifat wajib bagi Allah adalah : wujud (ada; (QS Thaha:14, Al- Rum:8, Al-Hadid:3), qodim (terdahulu), baqa' (kekal; QS Ar Rohman: 26–27 dan Al-Qashas : 4), Mukhalafatuhu li al-Hawaditsi (berbeda dengan makhluk ciptaan-Nya; (QS As Syuro;11, Al-Ikhlas:4), Qiyamuhu bi Nafsihi (berdiri sendiri; QS Thoha:111, Al-Faathir:15 dan Al-Ankabut:6), Wahdaniyah (Maha Esa; QS Al-Ikhlash:1-4, Az Zumar:4), Qudrah (Maha Berkuasa; QS An-Nur:45, Al-Faathir:44), Iradah (Maha Berkehendak; QS An-Nahl;40, Al-Qashash:68), 'Ilmu (Maha Mengetahui; QS.Ali Imran:26, Asy-Syuura:94–50, Al-Mujadalah:7), Hayyu (Maha Hidup; QS Al-Furqon:58, Al-Mu'min:65, Thaha:111), Sama' (Maha Mendengar; (QS.Al-Mujadalah:1, Thaha:43-46)), Bashar (Maha Melihat; (QS Al-Mujadalah:1, Thaha : 43-46), Kalam (Maha Berbicara; QS. An Nisa:164, Al-A’raaf:143). Kemudian Qodirun (Berkuasa), Muridun (Berkendak), 'Aliman (Mengetahui, Berilmu), Hayyan (Hidup), Sami'an (Mendengar), Bashiran (Melihat), Mutakalliman (Berbicara).

Ke-20 sifat tersebut terbagi lagi menjadi 4 bagian, yaitu Nafsiyah (jiwa, sifat wujud), salbiyah (meniadakan: Qidam, Baqa’, Mukholafatuhu Lilhawaditsi, Qiyamuhu binafsihi dan Wahdaniyah), Ma'any (karena sifat ini menetapkan pada Allah makna Wujudnya yang menetap pada Zat-nya yang sesuai dengan kesempurnaannya. Sifat Ma’ani ini ada tujuh yaitu sifat berkuasa, berkehendak, berilmu, hidup, mendengar, melihat dan berbicara. Sedangkan yang terakhir adalah sifat Ma'nawiyah, yang bernisbat pada sifat ma’ani yang merupakan cabang dari sifat ma’nawiyah. Disebut ma’nawiyah karena sifat itu menetap pada sifat ma’ani, yaitu bahwa Allah Maha berkuasa, berkehendak, berilmu, hidup, mendengar, melihat, dan berbicara.

Sementara itu, lawan dari sifat wajib adalah mustahil. Ke-20 sifat mustahil bagi Allah itu adalah 'Adam (tidak ada); Hudust (baru); Fana (rusak); Mumatsilah lilhawaditsi (sama dengan makhluknya); A'damu Qiyamuhu binafsihi (tidak berdiri sendiri); Ta'dud (berbilang); A'juzn (dlaif; lemah); Karahah (terpaksa); Jahlun (bodoh); Mautun (mati); Shomamun (tuli); 'Umyun (buta); Bukmun (bisu); Kaunuhu A'jizan (Dzat yang lemah); Kaunuhu Kaarihan (Dzat yang terpaksa); Kaunuhu Jaahilan (Dzat yang bodoh); Kaunuhu Mayyitan (Dzat yang mati); Kaunuhu Ashomma (Dzat yang tuli); Kaunuhu A'maa (Dzat yang buta); Kaunuhu Abkamu (Dzat yang bisu).

Sedangkan sifat Jaiz (boleh) bagi Allah Ta’ala adalah sesuatu yang akan diciptakan tergantung pada Allah, apakah akan diciptakan atau tidak. Pengarang Nadhom (Al-Marzuky) berkata : Dengan karunia dan keadilanNya, Allah memiliki sifat boleh (wenang) yaitu boleh mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya. Keterangan ini berdasarkan firman Allah: “Dan Tuhanmu menetapkan apa yang Dia kehendakidan memilihnya, tidak ada pilihan bagi mereka” (QS Al-Qashash:68 dan Al-Baqarah:284).

Pasal kedua kitab ini membahas tentang sifat-sifat yang dimiliki oleh Nabi dan Rasul serta jumlah Nabi dan Rasul. Adapun sifat itu adalah sifat wajib, mustahil dan boleh (jaiz). Sifat wajib itu adalah Fathonah (cerdas) lawannya adalah baladah (bodoh), Siddiq (jujur) lawannya Kidzib (bohong), Tabligh (menyampaikan risalah atau wahyu) lawannya adalah Kitman (menyembunyikan atau menyimpan) dan Amanah (dapat dipercaya) lawannya Khianat (tidak dapat dipercaya).

Dan sifat Jaiz pada haknya para Nabi dan Rasul adalah adanya sifat-sifat (yang bisa terjadi) pada manusia yanag tidak menyebabkan terjadinya pengurangan pada martabat (kedudukan) mereka (Nabi dan Rasul) yang tinggi.

Dari keterangan ini, maka lengkaplah aqidah yang perlu diketahui setiap orang Islam tentang sifat-sifat Allah dan Rasul-rasulnya yang berjumlah 50 sifat, yaitu sifat Wajib bagi Allah (20), mutahil (20), Wajib bagi Rasul (4), sifat mustahil bagik rasul (4) dan sifat Jaiz bagi Allah dan Rasul (masing-masing 1 sifat).


Nabi dan Rasul

Sementara itu, mengenai jumlah Nabi dan Rasul, Alquran tidak pernah menyebutkannya. Hanya saja, yang wajib diketahui berjumlah 25 orang. Mereka adalah Nabi Adam, Idris, Nuh, Hud, Sholeh, Ibrahim, Luth, Ismail, Ishaq, Ya'qub, Yusuf, Ayyub, Syuaib, Harun, Musa, Ilyasa', Dzulkifli, Dawud, Sulaiman, Ilyas, Yunus, Zakaria, Yahya, Isa dan Toha (Muhammad SAW). Para nabi dan rasul ini didalam Alquran disebutkan sebanyak 18 Rasul dalam surah Al-An'am, dan tujuh Rasul lainnya pada berbagai ayat pada surah-surah lainnya.

Para ulama berselisih pendapat mengenai jumlah Nabi dan Rasul. Ada yang menyebutkan jumlah Nabi mencapai 124 ribu orang sedangkan jumlah Rasul sebanyak 313 orang, sebagaiman yang di riwayatkan oleh Ibnu Mardawiyah dari Abu Dzar ra. Lihat Ibnu Katsir i/585 ).

Sementara itu, Syaikh Al-Bajuri berpendapat jumlah Nabi dan rasul itu tidak terbatas. ''Pendapat yang shahih (benar) mengenai para Nabi dan Rasul adalah tidak membatasi jumlah dengan hitungan tertentu. Karena hal itu bisa menetapkan kenabian pada seorang yang realitasnya bukan Nabi atau sebaliknya menabikan kenabian pada seorang padahal realitasnya dia benar-benar Nabi.''

Keterangan Bajuri ini, kata pengarang Kitab ini bersumber pada Al-Quran surah An-Nisa ayat 164. ''Dan (Kami telah mengutus) Rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu dan para Rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu.''

Sementara itu, mengenai Malaikat Allah jumlahnya sangat banyak. Hanya saja, menurut Al-Marzuqy, mereka yang wajib diketahui berjumlah 10 orang, yakni Jibril (menyampaikan wahyu), Mikail (menurunkan hujan), Isrofil (meniup terompet), Izrail (pencabut nyawa), Munkar dan Nakir (bertanya kepada manusia yang telah meninggal di alam kubur), Rakib dan Atid (pencatat amal baik dan buruk manusia), Ridwan (penjaga Surga) dan Malik (penjaga neraka).

"Mereka tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."(QS. At Tahrim : 6). Dan diantara mereka terdapat malaikat yang bertugas sebagai juru tulis (Al-Katabah), penjaga (Al-Hafadlotu), penjaga Arsy, pembaca tasbih (AI-Musabbihun), memintakan ampunan orang-orang mukmin (Al-Mustaghfirur li Al-Mu'minin), senantiasa sujud (As-saajidun), mengatur barisan (Ash-shoofun), yang mengatur peredaran siang dan malam hari, pemberi rahmat, malaikat yang berjalan mencari majelis dzikir dan lain sebagainya.

Dalam syarah Nur Al-Zholam disebutkan, kitab 'Aqidah Al-Awwam sangat penting untuk dipelajari dan diketahui oleh setiap orang mukallaf. Dengan mengenal sifat-sifat Allah, dia akan mengenal dirinya sendiri, begitu juga sebaliknya. ''Man 'Arafa nafsah, faqad 'arafa Rabbah,'' (Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka dia akan mengenal Tuhan-Nya). Dengan mengenal Tuhan-Nya, maka dia akan senantiasa untuk taat dalam menjalankan perintah Allah, dan menjauhi segala larangan-Nya. Wa Allahu A'lamu.

n sya

------------000------


PUJANGGA MESIR YANG JADI MUFTI DI MAKKAH


Al-Marzuqy atau yang lebih dikenal dengan nama Abu Al-Fauzy adalah seorang pujangga yang hidup di tahun 1281 H/1864 M. sehari-harinya, Al-Marzuqy adalah seorang tenaga pengajar (al-Mudarris) dan juga Mufti di Makkah.

Nama lengkap adalah Syekh Ahmad bin Muhammad bin Sayid Ramadhan Mansyur bin Sayid Muhammad al-Marzuqi Al-Hasani. Lahir di Mesir pada tahun 1205 H. Karena kecerdasan dan penguasaannya di bidang keilmuan, Marzuqy diangkat sebagai Mufti madzhab Maliki di Makkah menggantikan saudaranya ketika saudaranya Sayid Muhammad wafat (1261 H). Di masjid Makkah al-Mukaramah, Marzuqi mengajar Al-Qur’an, Tafsir dan ilmu-ilmu Syariah. Diantara guru-gurunya adalah Syekh al-Kabir Sayid Ibrahim al-‘Ubaidi yang pada masanya adalah sosok yang konsentrasi di bidang Qiraaah al-Asyrah (Qiraah 10). Dan diantara murid-muridnya adalah Syekh Ahmad Dahman (1260-1345 H), Sayid Ahmad Zaini Dahlan (1232-1304 H), Syekh Thahir al-Takruni, dan lainnya.

Al-Marzuqy dikenal sebagai penulis kitab ‘Aqidah Al-Awwam’ yang berisi sebanyak 57 bait syair. Ia begitu lincah dalam menuliskan qolam-nya (pena), terutama menyangkut puji-pujian kepada Allah dan Rasulullah SAW. Dan salah satu karyanya yang terkenal adalah ‘Aqidah Al-Awwam, yaitu Aqidah untuk orang-orang awam. Begitu pentingnya pelajaran yang bisa diambil dari 'Aqidah Al-Awwam ini, Syekh Nawawi Al-Syafi’i juga turut memberikan syarah ‘Aqidah Al-Awwam’ ini dengan nama Nur Al-Dholam (Cahaya dalam Kegelapan).


Sebuah Syair dari Rasulullah

Ada kisah menarik dibalik penulisan nazam ‘Aqidah Al-Awwam ini. Dalam syarah Nur Dholam disebutkan, pada suatu malam yang sudah larut, tepatnya pada tanggal 6 Rajab 1258 H, Marzuqy bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW yang disampingnya berjejer para sahabat-sahabat Nabi SAW. Marzuqy menceritakan, dalam mimpi itu, Rasulullah SAW menyuruhnya untuk membacakan Manzhumah at-Tawhid (yaitu syair Aqidah al-Awwam).

‘’Bacalah, Manzhumah At-Tawhid yang akan menjamin surga dan tercapai maksud baiknya bagi yang menghafalnya.’’

Marzuqy pun bertanya : Nazam apa gerangan Ya Rasulullah?’’ Nabi kemudian membacakan nazam tersebut. ‘’Abda’u Bismillahi warrahmani hingga kalimat wa Shuhuf al-Khalil wa al-Kalimi fiha Kalam al-Hakam al-Alimi. Marzuqy pun lantas menirukannya.

Dan ketika terbangun dari tidurnya, Marzuqy mencoba Mengingat dan membaca nazam tersebut. Dan atas kehendak Allah, nazam itu mampu dihafal Marzuqy dengan baik. Ia pun kemudian mencatat nazam tersebut hingga bisa dinikmati oleh umat Islam di seluruh dunia hingga kini.

Karya Marzuqy ini, menjadi catatan penting dalam hidupnya. Sebab, beberapa bulan setalah peristiwa itu, Ia kemudian bermimpi berjumpa kembali dengan Rasulullah SAW. Tepatnya malam Jumat menjelang subuh, tanggal 28 Dzulqa’dah. Pada pertemuannya kali ini, Rasulullah SAW memintanya kembali untuk membacakan nazam Aqidah Al-Awwam tersebut. ‘’Bacalah apa yang telah kau hafal,’’ kata Rasul.

Marzuqy kemudian membacakannya dari awal hingga akhir. Dan setiap kali Marzuqy selesai membaca satu bait nazam tersebut, para sahabat Nabi selalu mengitari (berputar mengelilingi) Marzuqy dan meng-amini-nya. Setelah selesai, Rasulullah SAW pun berdoa untuknya.

Semula, nazam Aqidah Al-Awwam ini berjumlah 26 bait, sebagaimana yang didapatkannya dalam mimpi. Kemudian, ia menambahkannya lagi sebanyak 31 bait, sehingga menjadi 57 bait. Nazam tambahan tersebut dimulai dari Wa Kullu ma Ata bihi Al-Rasul. Menurut beberapa riwayat, penambahan yang dilakukan Marzuqy dalam nazam Manzhumah At-Tawhid tersebut dikarenakan rasa cinta dan rindunya kepada Rasulullah SAW.

Beberapa karya Marzuqy antara lain 'Aqidah al-Awwam, Tahsil nail al-maram li Bayan Manzumah Aqidatul Awam (1326 H), Bulugh al-Maram li Bayan Alfadz Maulid Sayid al-Anam Fi Syarh Maulid Ahmad Al-Bukhari (1282 H), Bayan Al-Ashli fi Lafdz bi Afdzal, Tashil al-Adhan Ala Matan Taqwim al-Lisan fi Al-Nahwi li al-Khawarizmi al-Baqali, Al-Fawaid al-Marzuqiyah al-Zurmiyah, Mandzumah fi Qawaid al-Sharfi wa al-Nahwi dan Matan Nazam fi Ilm al-Falak. Wa Allahu A’lam.

n sya

YUSUF AL-QARDHAWI : ULAMA PROGRESIF YANG KONTROVERSIAL

YUSUF AL-QARDHAWI : ULAMA PROGRESIF YANG KONTROVERSIAL




Qardhawi seringkali mengkritik kebijakan pemerintah setempat dan para ulama lainnya yang dianggap membuat dikotomi ajaran Islam.



Di berbagai negara di dunia, nama Dr Yusuf Qardhawi (ada yang menulisnya dengan Yusuf Qaradhawi), sangat populer. Qardhawi dikenal sebagai ulama yang berani dan kritis. Pandangannya sangat luas dan tajam. Karena itu, banyak pihak yang merasa 'gerah' dengan berbagai pemikirannya yang seringkali dianggap menyudutkan pihak tertentu, termasuk pemerintah Mesir. Akibat pandangan-pandangannya itu pula, tak jarang pria kelahiran Shafth Turaab, Mesir pada 9 September 1926 ini harus mendekam dibalik jeruji besi. Namun demikian, ia tak pernah berhenti menyuarakan dan menyampaikan pandangannya, dalam membuka cakrawala umat.

Hingga saat ini, ratusan buku telah ia tulis dan sudah diterjemahkan kedalam berbagai bahasa di dunia. Buku-buku Qardhawi, membahas berbagai hal terkait kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Mulai dari urusan rumah tangga hingga negara dan demokrasi.

Sejak kecil, Qardhawi sudah dikenal sebagai anak yang pandai dan kritis. Pada usia 10 tahun, ia sudah hafal Alquran. Ia menyelesaikan pendidikannya di Ma'had Thantha dan Ma'had Tsanawi. Setelah itu, Qardhawi terus melanjutkan ke Universitas al-Azhar, Fakultas Ushuluddin, dan lulus tahun 1952. namun, gelar doktoralnya baru diperoleh pada tahun 1972 dengan disertasi berjudul "Zakat dan Dampaknya Dalam Penanggulangan Kemiskinan." Disertasinya telah disempurnakan dan dibukukan dengan judul Fiqh Zakat. Sebuah buku yang sangat konprehensif membahas persoalan zakat dengan nuansa modern.

Keterlambatannya meraih gelar doktoral itu bukannya tanpa alasan. Sikap kritislah yang membuatnya baru bisa meraih gelar doktor pada tahun 1972. Untuk menghindari kekejaman rezim yang berkuasa di Mesir, Qardhawi harus meninggalkan tanah kelahirannya menuju Qatar pada tahun 1961. Disana, ia sempat mendirikan Fakultas Syariah di Universitas Qatar. Pada saat yang sama, ia juga mendirikan Pusat Kajian Sejarah dan Sunnah Nabi. Ia mendapat kewarganegaraan Qatar dan menjadikan Doha sebagai tempat tinggalnya.

Namun, sebelum itu, ia sudah merasakan kerasnya kehidupan penjara. Saat berusia 23 tahun, Qardhawi muda harus mendekam dipenjara akibat keterlibatannya dalam pergerakan Ikhwanul Muslimn saat Mesir masih dijabat Raja Faruk tahun 1949. Setelah bebas dari penjara, ia lagi-lagi menyuarakan kebebasan. Karena khutbah-khutbahnya yang keras, dan mengecam keridakadilan yang dilakukan rezim berkuasa, Ia harus berurusan dengan pihak berwajib. Bahkan, ia sempat dilarang untuk memberikan khutbah di sebuah Masjid di daerah Zamalik. Alasannya, khutbah-khutbahnya dinilai menciptakan opini umum tentang ketidakadilan rezim saat itu.

Akibatnya, tahun 1956 (April) ia kembali ditangkap saat terjadi Revolusi di Mesir. Setelah beberapa bulan, pada Oktober 1956, Qardhawi kembali mendekam di penjara militer selama dua tahun. Setelah berkali-kali mendekam dibalik jeruji besi, Qardhawi akhirnya meninggalkan Mesir tahun 1961 menuju Qatar. Di Qatar ini, Qardhawi lebih leluasa mengungkapkan pemikiran-pemikirannya.

Sikap moderat Qardhawi terlihat dalam mendidik putra-putrinya. Dari tujuh orang anaknya (empat putri dan tiga putra), hanya satu orang yang mengambil pendidikan agama. Selebihnya ada yang mengambil fisika, kimia, elektro dan lainnya. Ia membebaskan anak-anaknya menuntut ilmu apa saja yang sesuai dengan minat dan bakat serta kecenderunga masing-masing. Salah seorang putrinya memperoleh gelar doktor fisika dalam bidang nuklir dari Inggris. Putri keduanya memperoleh gelar doktor dalam bidang kimia juga dari Inggris, sedangkan yang ketiga masih menempuh S3. Adapun yang keempat telah menyelesaikan pendidikan S1-nya di Universitas Texas Amerika.

Anak laki-laki yang pertama menempuh S3 dalam bidang teknik elektro di Amerika, yang kedua belajar di Universitas Darul Ulum Mesir. Sedangkan yang bungsu telah menyelesaikan kuliahnya pada fakultas teknik jurusan listrik.

Dilihat dari beragam pendidikan anak-anaknya, masyarakat bisa membaca sikap dan pandangan Qardhawi terhadap pendidikan modern. Menurut Qardhawi, semua ilmu (bisa islami dan tidak islami), tergantung kepada orang yang memandang dan mempergunakannya. Dan ia menolak pembagian ilmu secara dikotomis. Pemisahan ilmu secara dikotomis itu, menurut Qardhawi, telah menghambat kemajuan umat Islam.

Karena sikapnya ini pula, banyak pihak yang mengecam Qardhawi bahkan dianggap menyimpang. Bahkan, sebagian diantara para pemikir mencap dirinya sebagai orang yang mendukung pendidikan barat yang bisa merusak akhlak generasi muda. Namun demikian, ia menanggapi semua tuduhan yang ditujukan kepada dirinya dengan sikap lapang dada.

Salah seorang yang menuduhnya menyimpang adalah Abu Afifah. Dalam sebuah artikelnya; ''Siapakah Yusuf Al-Qardhawi, Abu Afifah menyebutkan Qardhawi sebagai seorang ahlul bid'ah. ''Sesungguhnya bencana yang tengah menimpa umat dewasa ini adalah menjamurnya kelompok-kelompok orang yang berani memanipulasi (memalsukan) “selendang ilmu” dengan mengubah bentuk syari’at Islam dengan istilah “tajdidi” (pembaharuan), mempermudah sarana-sarana kerusakan dengan istilah “fiqih taysiir” (fiqih penyederahanaan masalah), membuka pintu-pintu kehinaan dengan kedok “ijtihad” (upaya keras untuk mengambil konklusi hukum Islam), melecehkan sederet sunnah-sunnah Nabi dengan kedok “fiqih awlawiyyat” (fiqih prioritas), dan berloyalitas (menjalin hubungan setia) dengan orang-orang kafir dengan alasan “memperindah corak (penampilan) Islam”.

Selain Abu Afifah, masih banyak tokoh lain yang meminta agar umat Islam berhati-hati terhadap setiap gagasan Qardhawi. Diantaranya Syeikh Shalih Alu Fauzan, yang mengkritik kitab yang ditulis Qardhawi (Al-I’laam binaqdi Al-Kitab Al-Halal wa Al-Haram (Kritik terhadap kitab Halal dan Haram karya Yusuf Qardhawi) dan Syeikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’iy pengarang kitab Ar-Raddu ‘Ala Al-Qardhawi, serta Sulaiman bin Shalih Al-Khurasyi. Wa Allahu A'lamu.

n sya/berbagai sumber

-----00000------


Beberapa Sikap Kontroversi Qardhawi

1. Mendukung masuknya Partai Kupu-Kupu Italia ke dalam parlemen yaitu sebuah partai politk para pelacur. Menurut Qardhawi, Partai Kupu-Kupu ini mengaspirasikan hak demokrasinya. Jika anda menolak keberadaannya atau menolak masuknya ke parlemen atau menolak keikutsertaannya dalam penghitungan dengan suara anggotanya, maka anda tidak demokratis, dan tindakan ini melawan demokrasi.

2. Sikap Qardhawi terhadap orang Kafir. Qardhawi berkata : “Sesungguhnya rasa cinta (persahabatan) seorang muslim dengan non-muslim bukan merupakan dosa.” “Semua urusan yang berlaku di antara kita (maksudnya : kaum muslimin dan orang-orang Nashrani) menjadi tanggungjawab kita bersama, karena kita semua adalah warga dari tanah air yang satu, tempat kembali kita satu, dan umat kita adalah umat yang satu. Aku mengatakan sesuatu tentang mereka, yakni saudara-saudara kita yang menganut agama Masehi (Kristen) – meskipun sementara orang mengingkari perkataanku ini – “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara”. Ya, kita (kaum muslimin) adalah orang-orang beriman, dan mereka (para penganut agama Kristen) juga orang-orang beriman dilihat dari sisi lain.

3. Sikapnya terhadap Ahli Bid'ah. Qardhawi membela golongan Rafidhah, yaitu pewaris golongan Mu'tazilah. Kelompok Rafidhah ini diketahui memasukkan sekitar 10 persen paham Mu'tazilah yang dianggap sesat dan menyamakan dirinya dengan Abu Jahal. Qardhawi menilai, upaya membangkitkan perselisihan dengan mereka sebagai pengkhianatan terhadap umat Islam. Qardhawi menilai kutukan yang dilontarkan kaum Rafidhah terhadap para sahabat Nabi, tahrif (mengubah lafazh dan makna) Al Qur’an yang mereka lakukan, pendapat mereka bahwa imam-imam mereka terpelihara dari kesalahan (ma’shum), dan pelaksanaan ibadah haji mereka di depan monumen-monumen kesyirikan, dan kesesatan-kesesatan mereka yang lainnya, semua itu hanya merupakan perbedaan pendapat yang ringan dalam masalah aqidah.

4. Sikapnya terhadap Sunnah (Hadits). Qardhawi menyatakan, seorang wanita diperbolehkan menjadi pemimpin. Ia menyangkal hadits yang diriwayatkan Bukhari, yaitu : “Tidak akan beruntung suatu kaum (bangsa) yang menguasakan urusan (pemerintah) mereka kepada wanita”. (HR Bukhari). Menurutnya, ketentuan (hadits) ini hanya berlaku di zaman Rasulullah, di mana hak untuk menjalankan pemerintahkan ketika itu hanya diberikan kepada kaum laki-laki. Adapun di zaman sekarang ini ketentuan ini tidak berlaku”.

Selain masalah diatas, masih banyak sikap Qardhawi yang dianggap menyimpang oleh sebagian yang lain dan menempatkannya sebagai ahlul bid'ah, namun sebagian lagi menganggap sikap Qardhawi itu sebagai sikap yang berani dalam membahas sebuah persoalan secara lebih jelas. Karena itu, di Mesir terhadap sekelompok orang yang menamakan dirinya Qaradhawiyan (penggikut Qardhawi). Wa Allahu A'lamu.

n sya/berbagai sumber

---------000000------

Buku-buku karya Qardhawi



Yusuf Qardhawi telah menulis berbagai buku dalam perlbaga bidang kelimuan Islam, seperti bidang sosial, dakwah, fiqh, demokrasi dan lain sebagainya. Buku karya Qardhawi sangat diminati uamt Islam di berbagai penjuru dunia. Bahkan, banyak buku-buku atau kitabnya yang telah dicetak ulang hingga puluhan kali dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.

Berikut sejumlah buku karya Qardhawi.

A. Dalam bidang Fiqh dan Usul Fiqh. Sebagai seorang ahli fiqh, Qardhawi telah menulis sedikitnya 14 buah buku, baik Fiqh maupun Ushul Fiqh. Antara lain, Al-Halal wa al-Haram fi al-Islam (Halal dan Haram dalam Islam), Al-Ijtihad fi al-Shari’at al-Islamiah (Ijtihad dalam syariat Islam), Fiqh al-Siyam ( Hukum Tentang Puasa), Fiqh al-Taharah (Hukum tentang Bersuci), Fiqh al-Ghina’ wa al-Musiqa (Hukum Tentang Nyayian dan Musik).

B. Ekonomi Islam. Dalam bidang ekonomi Islam, buku karya Qardhawi antara lain, Fiqh Zakat, Bay’u al-Murabahah li al-Amri bi al-Shira; ( Sistem jual beli al-Murabah), Fawa’id al-Bunuk Hiya al-Riba al-Haram, (Manfaat Diharamkannya Bunga Bank), Dawr al-Qiyam wa al-Akhlaq fi al-Iqtisad al-Islami (Peranan nilai dan akhlak dalam ekonomi Islam), serta Dur al-Zakat fi alaj al-Musykilat al-Iqtisadiyyah (Peranan zakat dalam Mengatasi Masalah ekonomi).

C. Pengetahuan tentang al-Quran dan al-Sunnah.

Qardhawi menulis sejumlah buku dan kajian mendalam terhadap metodologi mempelajari Alquran, cara berinterakhsi dan pemahaman terhadap Alquran maupun Sunnah. Buku-bukunya antara lain Al-Aql wa al-Ilm fi al-Quran (Akal dan Ilmu dalam al-Quran), Al-Sabru fi al-Quran (Sabar dalam al-Quran), Tafsir Surah al-Ra’d dan Kayfa Nata’amal ma’a al-Sunnah al-Nabawiyyah (Bagaimana berinteraksi dengan sunnah).

D. Akidah Islam. Dalam bidang ini Qardhawi menulis sekitar emnpat buku, antara lain Wujud Allah (Adanya Allah), Haqiqat al-Tawhid (Hakikat Tauhid),Iman bi Qadr (Keimanan kepada Qadar),

E. Dakwah dan Pendidikan. Karyanya antara lain, Thaqafat al-Da’iyyah (Wawasan Seorang Juru Dakwah), Al-Rasul wa al-Ilmi (Rasul dan Ilmu), Al-Ikhwan al-Muslimun sab’in Amman fi al-Da’wah wa al-Tarbiyyah (Ikhwan al-Muslimun selama 70 tahun dalam dakwah dan Pendidikan).

Selain karya diatas, Qardhawi juga banyak menulis buku tentang Tokoh-tokoh Islam seperti Al-Ghazali, Para Wanita Beriman dan Abu Hasan Al-Nadwi. Qardhawi juga menulis buku Akhlak berdasarkan Alquran dan al-Sunnah, Kebangkitan Islam, Sastra dan Syair serta banyak lagi yang lainnya.

n sya/eramuslim.com